28 Oktober 2010

Bung Boediono, Bukan Radikalisme Tapi Kapitalismelah Ancaman Bagi Bangsa

Baik buruknya perubahan yang mendasar (radikal) itu tergantung atas dasar apa dan bagaimana perubahan mendasar itu dilakukan
Radikalisme kembali disoal. Wakil Presiden Boediono saat membuka “Global Peace Leadership Conference 2010″ di Jakarta (16/10/2010) mengingatkan kecenderungan adanya radikalisme sangat berbahaya dan ancaman riil yang bisa menceraiberaikan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Namun benarkah radikalisme ini merupakan ancaman nyata ?
Terminilogi radikal sendiri berasal dari bahasa latin radix yang artinya akar (roots). Istilah radikal dalam konteks perubahan kemudian digunakan untuk menggambarkan perubahan yang mendasar dan menyeluruh. Dalam kamus Oxford disebutkan istilah radical kalau dikaitkan dengan perubahan atau tindakan berarti : relating to or affecting the fundamental nature of something; far-reaching or thorough (berhubungan atau yang mempengaruh sifat dasar dari sesuatu yang jauh jangkaunnya dan menyeluruh.
Namun istilah radikal menjadi kata-kata politik (political words) yang cendrung multitafsir, bias, dan sering digunakan sebagai alat penyesatan atau stigma negatif lawan politik. Seperti penggunaan istilah Islam radikal yang sering dikaitkan dengan terorisme, penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan , skriptualis dalam menafsirkan agama , menolak pluralitas (keberagamaan) dan julukan-julukan yang dimaksudkan untuk memberikan kesan buruk.
Istilah radikal kemudian menjadi alat propaganda yang digunakan untuk kelompok atau negara yang bersebrangan dengan ideologi dan kepentingan Barat. Julukan Islam radikal kemudian digunakan secara sistematis bagi pihak-pihak yang menentang sistem ideologi Barat (Kapitalisme, Sekulerisme, dan demokrasi), ingin memperjuangkan syariah Islam, Khilafah Islam, menginginkan eliminasi Negara Yahudi, dan melakukan jihad melawan Barat.
Padahal perubahan yang mendasar (radikal) sendiri bukanlah hal yang selalu buruk. Dalam sejarah masyarakat Barat juga terjadi beberapa perubahan mendasar yang dianggap justru memberikan pencerahan dan awal kebangkitan masyarakat Barat. Seperti perubahan dari system teokrasi yang represif pada abad kegelapan menjadi demokrasi jelas merupakan perubahan mendasar. Masa itu bahkan dianggap awal kebangkitan Barat (renaisans). Indonesia sendiri dalam fragmen sejarahnya mengalami perubahan mendasar. Kemerdekaan Indonesia sering dianggap merupakan tonggak perubahan mendasar (radikal) dari negara yang dijajah oleh kolonial menjadi negara yang merdeka.
Baik buruknya perubahan yang mendasar (radikal) itu tergantung atas dasar apa dan bagaimana perubahan mendasar itu dilakukan. Dalam hal ini Islam menawarkan perubahan dengan asas yang jelas kebaikannya yakni Islam karena berasal dari Allah SWT Dzat yang Maha Sempurna yang Arrahman arrohim (Maha Pengasih dan Penyayang). Islam hadir di dunia untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin yang memberikan kebaikan bagi seluruh seluruh umat manusia tanpa pandang ras, suku, bangsa, ataupun agamanya.
Negara Islam atau Khilafah Islam yang didasarkan pada aqidah Islam dan diatur oleh syariah Islam akan menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyatnya (sandang, pangan, dan papan) tanpa membedakan agama, warna kulit, ras. Termasuk menjamin pendidikan dan kesehatan gratis bagi rakyat muslim maupun non muslim.
Negara menjamin keamanan tiap warganya baik muslim maupun non muslim. Sebagai ahlul dzimmah , non muslim akan dijaga keamanannya. Secara khusus bagi non muslim , tidak dipaksa untuk memeluk agama Islam, mereka justru dijamin untuk beribadah menurut agama mereka, termasuk berpakaian, makan dan minum sesuai dengan keyakinan mereka.
Untuk mewujudkan perubahan itu, syariah Islam menjelaskan dilakukan dengan cara dakwah yang sifatnya fikriyah (pemikiran) dan siyasiyah (politik). Fikriyah dengan cara melakukan perubahan pemikiran dengan cara tasqiif (pembinaan) maupun siro’ul fikr(pergolakan pemikiran). Secara politik, perubahan dilakukan lewat kekuatan politik yang lahir dari tuntutan perubahan yang muncul dari kesadaran masyarakat dan dukungan dari ahlul quwwah (elit strategis) yang memiliki kekuasaan riil . Bukan dengan cara angkat senjata atau penggunaan kekerasan.
Karena itu tidak ada alasan untuk menyatakan perubahan mendasar yang mengiginkan syariah Islam dan tegaknya Khilafah seperti ini sebagai ancaman sendi-sendi kehidupan bagi masyarakat seperti yang dituduhkan oleh Wapres Boediono. Justru yang menjadi ancaman nyata dan riil bukan hanya potensi tapi benar-benar nyata adalah system kapitalisme termasuk ekonomi neo liberal yang dianut teguh oleh sang Wapres.
Sistem kapitalisme secara nyata secara sistematis telah membunuh rakyat karena berhasil memiskin rakyat dan membuat mereka menderita. Kemiskinanlah yang jelas akan mengancam sendi kehidupan rakyat termasuk ancaman kekacauan sosial akibat kesenjangan ekonomi. Kapitalisme gagal menciptakan dan menggerakkan ekonomi riil yang menjadi sumber penghasil rakyat. Kebijakan neo liberal yang mencabut subsidi yang sesungguhnya merupakan hak rakyat lewat instrument privatisasi kesehatan dan pendidikan telah menambah beban rakyat.
Sistem neo liberal yang dianut Wapres juga telah menjadi jalan perampokan bagi kekayaan alam Indonesia. Privatisasi dengan alasan investasi asing dan pasar bebas telah merampas kekayaan tambang minyak, emas, batu bara, hutan , dan air yang sesungguhnya adalah milik rakyat. Kekayaan alam yang seharusnya merupakan berkah bagi rakyat dan untuk kepentingan rakyat banyak , dirampok oleh perusahaan swasta nasional maupun asing untuk kepentingan segelintir orang.
Sistem kapitalis dengan sistem politik demokrasinya juga bukan hanya sekedar ancaman tapi telah sukses memecahbelah Indonesia, dengan lepasnya Timor Timur dengan alasan menentukan nasib sendiri sebagai hak demokrasi. Aceh, Papua, dan beberapa wilayah lain akan terancam lepas dengan alasan hak demokrasi : menentukan nasib sendiri.
Walhasil, adanya kemungkinan perubahan mendasar (radikal) dalam sejarah masyarakat yang dinamis secara historis dan realita sesuatu yang tidak terelakkan. Tentu demikian juga dimasa yang akan datang. Ketika masyarakat melihat, system yang mereka anut sekarang tidak bisa memenuhi harapan mereka, tentu wajar saja kalau masyarakat menginginkan perubahan yang mendasar dari sistem itu. Adalah wajar juga kalau masyarakat berpaling pada sistem Islam berupa syariah dan Khilafah yang mereka anggap system yang terbaik .
Justru patut dipertanyakan pihak-pihak yang justru menolak perubahan mendasar ke arah yang baik berdasarkan syariah Islam , sembari ngotot mempertahankan system lama yang usang dan buruk yang merupakan warisan penjajah. Merekalah yang berpikir jumud dan tidak rasional, atau mereka merupakan agen penjajah yang berupaya keras mempertahankan penjajahan kapitalisme untuk kepentingan Tuan Besar Imperialisme mereka!(Farid Wadjdi)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites