Pandangan Islam Tentang Asuransi

Asuransi syariah dikampanyekan sebagai alternatif bagi kaum muslim untuk menjalankan akad asuransi. Sesuai dengan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) tentang Pedoman Umum tentang Asuransi Syariah disebutkan bahwa asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Yang Teristimewa Bagi Wanita

"...Wahai pena..! Titiplah salam kami teruntuk kaum wanita. Tak usah jemu kau kabarkan bahwa mereka adalah lambang kemuliaan. Sampaikanlah bahwa mereka adalah aurat ..."

Sistem Pemerintahan Islam Berbeda dengan Sistem Pemerintahan yang Ada di Dunia Hari ini

Sesungguhnya sistem pemerintahan Islam (Khilafah) berbeda dengan seluruh bentuk pemerintahan yang dikenal di seluruh dunia

Video: Puluhan Ribu Warga Homs Suriah Berikrar, Pertolongan Bukan dari Liga Arab atau Amerika Tapi dari Allah!

.

Analisis : Polugri AS di Asia Tenggara

Secretary of State Amerika Serikat Hillary Clinton 21 Juli 2011 lalu berkunjung ke Indonesia. Sebelumnya, dia melawat dua hari ke India untuk ambil bagian dalam konferensi tingkat menteri ASEAN yang diselenggarakan di Bali 22 Juli.

Khilafah: Solusi, Bukan Ancaman

Berbagai macam dampak destruktif akibat penerapan sistem kapitalis-sekular telah mendorong manusia untuk mencari sistem baru yang mampu mengantarkan mereka menuju kesejahteraan, keadilan, kesetaraan dan kemakmuran. Dorongan itu semakin kuat ketika kebijakan-kebijakan jangka pendek dan panjang selalu gagal mencegah dampak buruk sistem kapitalis.

MIMPI PARA ULAMA BUKAN SEMBARANG MIMPI

Apakah Anda tadi malam bermimpi? Apa mimpi Anda? Kata orang, mimpi hanyalah kembang (bunga) orang tidur. Maksudnya, mimpi tidak bermakna signifikan. Tapi, sebenarnya tidak semua mimpi tak ada artinya.

Nasehat Imam Abdurrahman bin Amru al-Auza’iy :Empat Tipe Pemimpin

Ada nasihat berharga yang disampaikan Imam Abdurrahman bin Amru al-Auza’iy kepada Khalifah Abu Ja’far al-Manshur, ketika ulama besar itu dimintai nasihat.

28 Januari 2011

Menggugat Kebohongan Rezim dan Sistem Sekular

Sebagaimana ramai diberitakan beberapa waktu lalu, sekitar 100 tokoh nasional berkumpul di Jakarta, Senin (17/1/2011), dengan agenda khusus membahas kebohongan Pemerintahan SBY-Boediono. Penggagas pertemuan ini adalah mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli.

Rizal menjelaskan, kebohongan Pemerintah tak bisa dibiarkan. Karena itu, para tokoh ini membulatkan tekad untuk menyatakan kebenaran, sebagaimana dilakukan para tokoh lintas agama sebelumnya.

Sebelumnya sejumlah tokoh lintas agama memang menuding Pemerintah melakukan sejumlah kebohongan. Terdapat 18 butir kebohongan Pemerintah menurut versi mereka. Mereka yang mengeluarkan pernyataan itu antara lain Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin, mantan pendiri Ma’arif Institute Syafii Ma’arif, Ketua KWI Mgr Martinus Situmorang, Pendeta Andreas Wewangoe, Bikkhu Pannyavaro, KH Salahuddin Wahid (ulama NU), pemuka Hindu I Nyoman Udayana Sangging, Romo Franz Magnis Suzeno dan Romo Benny Susetyo (Inilah.com, 17/1/2011).

Daftar Kebohongan Pemerintah

Di bidang ekonomi, misalnya, Pemerintah mengklaim berhasil mengurangi angka kemiskinan yang sebelumnya mencapai 31,02 juta jiwa. Padahal data penerima raskin (beras untuk rakyat miskin) pada tahun 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan Jamkesmas mencapai 76,4 juta jiwa. Di sisi lain, kita pun dikejutkan oleh makin maraknya kasus gizi buruk, kasus stres/depresi dan bunuh diri karena lilitan masalah kemiskinan, dll.

Di bidang pendidikan, UU Sisdiknas mengharuskan anggaran pendidikan mencapai 20% dari alokasi APBN di luar gaji guru dan dosen. Kenyataannya, hingga kini anggaran gaji guru dan dosen masih termasuk dalam alokasi 20% APBN tersebut.

Di bidang sosial, Presiden SBY menjanjikan penyelesaian kasus lumpur Lapindo dalam Debat Calon Presiden Tahun 2009. Faktanya, penuntasan kasus lumpur Lapindo berjalan di tempat. Sebagian korban lumpur Lapindo sampai hari ini belum juga mendapatkan ganti rugi yang seharusnya.

Di bidang hukum, SBY berkali-kali menjanjikan akan memimpin langsung pemberantasan korupsi. Faktanya, riset ICW menunjukkan bahwa dukungan pemberantasan korupsi oleh Presiden dalam kurun September 2009 hingga September 2010 hanya 24% yang mengalami keberhasilan.

Secuil di antara sejumlah kebohongan di atas seakan melengkapi sejumlah kebohongan lama Pemerintah SBY periode sebelumnya (2004-2009). Sepanjang periode tersebut Pemerintah SBY pernah antara lain mengklaim: Pertama, harga BBM diturunkan hingga 3 kali (2008-2009); pertama kali sepanjang sejarah. Faktanya, pertama kali juga dalam sejarah Pemerintah menjual BBM termahal Rp 6000 perliter.

Kedua, perekonomian terus tumbuh di atas 6% pertahun; tertinggi setelah Orde Baru. Faktanya, pertumbuhan di atas 6% hanya terjadi pada tahun 2007 dan 2008, sedangkan pada tahun 2005 (5.6%), 2006 (5.5%) dan 2008 di bawah 5%. Lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi tidaklah berdampak pada meningkatnya kesejahteraan rakyat.

Ketiga, rasio utang negara terhadap PDB terus turun dari 56% pada tahun 2004 menjadi 34% pada tahun 2008. Faktanya, secara absolut utang negara naik 33% dari Rp 1.275 triliun pada 2004 menjadi Rp 1.700 triliun pada Maret 2009. Hingga saat ini, Pemerintah masih setia membayar utang najis serta pengelolaan penarikan utang luar negeri yang bermasalah seperti dilaporkan BPK dan KPK.

Itulah secuil kebohongan Pemerintah SBY, baik periode sekarang maupun pada periode sebelumnya. Masih banyak kebohongan lain yang dilakukan Pemerintah, yang diungkap oleh para tokoh maupun para pengamat serta diungkap oleh berbagai media.

Akibat Kebohongan Sistem

Sebagaimana diketahui, sejak awal berdirinya, negeri ini menerapkan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) sebagai dasarnya. Sekularisme adalah warisan penjajah. Sejak awal sekularisme adalah paham yang penuh dengan kebohongan. Sebab, paham ini menegaskan bahwa manusia mampu mengatur dunia ini tanpa campur tangan Tuhan. Bahkan Tuhan (baca: agama) dilarang mengatur kehidupan manusia di dunia ini. Segala urusan-kecuali urusan ritual/ibadah-seperti urusan ekonomi, politik, pendidikan, sosial, budaya, dll harus diserahkan kepada manusia untuk mengaturnya.

Jelas, sekularisme adalah paham yang bohong. Sebab, pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang lemah; mustahil mengatur kehidupan ini dengan aturan yang dia buat sendiri. Jangankan untuk mengatur sendiri kehidupannya, untuk memahami hakikat dirinya pun manusia tidak akan mampu. Hanya Allahlah yang paling memahami hakikat manusia dan kehidupan ini. Dialah Yang Mahatahu atas apa yang terbaik bagi manusia. Sebab, Dialah Pencipta manusia dan seluruh jagat raya ini. Karena itu, hanya Allah SWT-lah yang berwenang mengatur kehidupan manusia. Faktanya, Allah SWT telah menurunkan wahyunya berupa al-Quran, yang memang difungsikan untuk mengatur kehidupan manusia agar meraih kebahagiaannya yang sejati, di dunia dan akhirat.

Paham sekularisme ini kemudian melahirkan ideologi Kapitalisme. Kapitalisme melahirkan seperangkat aturan (sistem) yang dibuat oleh manusia: di bidang ekonomi lahir sistem ekonomi kapitalis; di bidang politik lahir sistem demokrasi; di bidang sosial-budaya lahir sistem sosial-budaya yang liberal; di bidang pendidikan lahir sistem pendidikan sekular (yang jauh dari agama); dst.

Faktanya, Kapitalisme juga adalah ideologi dan sistem yang penuh dengan kebohongan. Di bidang ekonomi, sistem ekonomi kapitalis sering mengklaim ihwal kemakmuran dan kesejahteraan bagi semua manusia. Faktanya, sistem ini gagal mensejahterakan umat manusia, kecuali segelintir saja. Di Indonesia, misalnya, jelas jauh lebih banyak orang miskin ketimbang orang kaya. Ini karena sumberdaya alam milik rakyat yang melimpah-ruah banyak dikuasai dan dinikmati segelintir orang, terutama pihak asing, daripada dinikmati oleh rakyat sebagai pemiliknya. Ironisnya, semua ini dilegalkan oleh negara melalui UU yang dibuat oleh DPR dan Pemerintah. Wajarlah jika ekonomi kapitalis makin menambah jumlah orang miskin. Diperkirakan lebih dari 100 juta orang di negeri ini berstatus miskin meski negeri ini terkenal sangat kaya dengan sumberdaya alamnya.

Di bidang politik, sistem demokrasi hanya melahirkan banyak kekacauan politik. Dalam teori, dalam demokrasi katanya kedaulatan ada di tangan rakyat. Faktanya, DPR sebagai lembaga wakil rakyat justru banyak memproduksi UU yang menindas rakyat dan lebih memihak para pemilik modal. Di Indonesia UU Migas, UU Minerba, UU Penanaman Modal, UU Listrik, UU Sumberdaya Air, dan banyak UU lainnya lebih banyak untuk memenuhi kepentingan pemilik modal daripada kepentingan rakyat. Pada akhirnya, Pemerintah pun melahirkan banyak kebijakan yang menzalimi rakyat sekaligus memanjakan para pemilik modal tersebut. Karena itu, wajar jika kenaikan harga BBM dan tarif listrik, misalnya, menjadi tradisi setiap rezim penguasa dalam sistem demokrasi ini; tak peduli bahwa kebijakan tersebut selalu menjadikan rakyat sebagai korbannya. Alhasil, kedaulatan rakyat dalam demokrasi juga bohong belaka.

Di sisi lain, di negeri yang menjadi jawara demokrasi ini, demokrasi menyuburkan korupsi dan melahirkan banyak koruptor. Sebagaimana diberitakan, 17 dari 33 gubernur di Indonesia (lebih dari 50%)-yang notabene dipilih secara demokratis, bahkan langsung-menjadi tersangka karena tersangkut korupsi. Sepanjang 2010 saja total kepala daerah (bupati/walikota dan gubernur) yang menjadi tersangka adalah 155 orang dari 244 kepala daerah (Vivanews.com, 17/1/2011).

Di bidang sosial-budaya, kebebasan (liberalisme) yang diagung-agungkan juga tidak menciptakan masyarakat yang beradab, tetapi malah melahirkan masyarakat yang tak beradab. Di negeri ini, menurut studi BKKBN tahun 2010, 51 dari 100 remaja (yakni 51%) di Jabodetabek telah melakukan hubungan seks bebas. Belum lagi banyaknya kasus sosial lain seperti maraknya kasus perselingkuhan yang berujung pada perceraian, pelacuran, perselingkuhan yang berujung perceraian, pornografi-pornoaksi, kekerasan dalam rumah tangga, dll.

Dari secuil fakta di atas, jelas Kapitalisme adalah ideologi yang penuh dengan kebohongan, karena memang lahir dari paham sekularisme yang juga paham dusta!

Islam: Ideologi dan Sistem yang Benar

Bertolak belakang dengan Kapitalisme-sekularisme sebagai ideologi yang penuh dengan kebohongan, Islam adalah satu-satunya ideologi yang benar, karena bersumber dari Zat Yang Mahabenar, Allah SWT. Mahabenar Allah SWT Yang berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran), sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit (QS Thaha [20]: 124).

Kapitalisme-sekularisme adalah ideologi/sistem yang berpaling dari al-Quran. Karena itu, wajar jika ideologi/sistem ini hanya melahirkan kesempitan hidup bagi manusia di segala bidang: kemiskinan, pengangguran, kebodohan, kriminalitas, perilaku amoral, dll.

Mahabenar pula Allah SWT Yang berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).

Ayat ini menegaskan bahwa hanya hukum Allahlah (syariah Islam) yang terbaik, tak ada yang lain. Pertanyaannya: Masihkah kita ragu dengan hukum Allah atau syariah Islam ini? Masihkah kita tetap lebih yakin dengan Kapitalisme-sekularisme yang terbukti merupakan ideologi yang penuh dengan kebohongan? Tentu tidak! Jika demikian, mari kita bersegera menerapkan syariah-Nya-tentu dalam institusi Khilafah-sekarang juga. Jangan lagi ditunda! []


26 Januari 2011

HT Aljazair: Allah SWT Mewajibkan Kita untuk Merubah Kezaliman dan Menghadapi Kemungkaran

بسم الله الرحمن الرحيم

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS al-A’raf [7]: 96)

Berbagai peritiwa meletus di Aljazair mulai dari ibukota kemudian beralih ke lebih dari sepuluh propinsi sebagai bentuk protes terhadap kezaliman, tirani dan penindasan yang mengakar di Aljazair sejak beberapa dekade lalu. Dimana hamba-hamba Allah dikuasai oleh pemerintahan yang tidak percaya akan kebesaran Allah, tidak mengenal kehebatan kekuasaan-Nya dan tidak memberi nilai kepada hukum-Nya bahkan melupakan semua itu. Pemerintahan itu terikat nasibnya dengan realisasi kepentingan-kepentingan kaum kafir di ngeri-negeri kaum muslim. Pemerintahan itu membuat kekayaan negeri menjadi rampasan bagi orang-orang rakus. Sementara pemerintahan itu rela dengan remah-remah yang ditinggalkan oleh para penjajah. Pemerintahan itu membiarkan rakyat terlantar tanpa diurus. Bahkan umat dihadapan pemerintahan-pemerintahan dan rezim-rezim itu berubah menjadi musuh yang ingin dikalahkan, dihancurkan, dilaparkan dan diteror. Darah, harta dan kehormatan masyarakat tidak memiliki kehormatan di bawah pemerintahan itu. Para pemimpinnya adalah pengusaha jahat yang merampok apa yang belum dirampok oleh kafir dari kaum muslim. Para pemimpin yang seperti itu merupakan hukuman dari Allah SWT kepada umat ini yang diam saja dari lenyapnya pemerintahan Islam dan rela dengan kehidupan dunia serta perhiasannya. Umat ini bergerak untuk merealisasi pemenuhan kelaparan atau protes atas melambungnya harga-harga atau tidak adanya pelayanan. Sebaliknya umat ini tidak bergerak karena diperbolehkannya riba, zina dan pengkhianatan. Umat ini juga tidak bergerak karena penerapan hukum-hukum thaghut yang menggantikan hukum-hukum Allah, Zat yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.

Wahai Kaum Muslim di Aljazair

Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan kita untuk merubah kezaliman dan menghadapi kemungkaran. Akan tetapi bukan dengan menumpahkan darah, bukan dengan membakar kantor-kantor dan kendaraan, bukan dengan merusak harta umum, dan bukan juga dengan membegal atau mengacau. Siapa saja yang melakukan itu maka ia tidak takut kepada Allah yang telah mengharamkan semua itu. Merubah kezaliman dan menghadapi kemungkaran itu adalah dengan perjuangan hakiki yang dahulu dilakukan oleh Rasul Anda Muhammad saw untuk menegakkan agama Allah di muka bumi agar bumi disinari oleh cahaya Rabbnya dan agar cahaya al-Quran yang telah diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Anda memenuhi muka bumi. Allah SWT berfirman:

فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ

Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. (QS al-Maidah [5]: 48)

Dan Allah SWT juga berfirman:

وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS al-Hajj [22]: 40)

8 Shafar 1432 H/12 Januari 2011 M

Hizbut Tahrir Aljazair

25 Januari 2011

HTI : Negara Gagal, Syariah dan Khilafah Solusinya!

Jakarta. Sekitar 10 ribu massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kembali melakukan aksi damai mengkritik kegagalan negara menjalankan fungsi-fungsi pokoknya. Dalam aksi yang dilakukan di depan Istana negara Minggu (23/1) siang ini, HTI mengingatkan pangkal kegagalan negara ini adalah karena tidak diterapkannya syariah Islam.

“Negara telah gagal menjalankan fungsi-fungsi pokoknya, gagal mensejahterakan rakyat, gagal melindungi moralitas rakyat, gagal melindungi kekayaan rakyat, gagal memberantas korupsi dan mafia hukum, gagal melindungi aqidah umat,” kata juru bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto.

Menurutnya, meskipun pemerintah mengatakan angka kemiskinan terus turun, tapi secara kasat mata masih sangat banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Hal ini tampak misalnya ada lebih dari 70 juta rakyat miskin yang masih menerima raskin.

Bahkan kini tengah terjadi krisis pangan, harga kebutuhan pokok meroket, daya beli rakyat menurun, ekonomi makin sulit. Sebanyak 4 juta anak Indonesia kurang gizi. Ismail menyatakan : “Rakyat terpaksa berutang, mengurangi makan atau makan seadanya seperti nasi tiwul (yang telah mengakibatkan 6 orang meninggal) atau bunuh diri,”

Pemerintah juga gagal menegakkan hukum.Korupsi makin menjadi-jadi, korupsi banyak dilakukan oleh para pejabat yang berlangsung makin massif dan sistemik “Lihatlah, 148 kepala daerah sekarang ini jadi tersangka korupsi, diantaranya adalah 17 Gubernur,” ujarnya

Namun yang paling utama ,menurut jubir HTI ini dengan tetap setia pada sekularisme dan kapitalisme negara juga telah gagal membawa rakyat ini kepada jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

“Memang diakui bahwa kemerdekaan ini adalah atas berkat dan rahmat Allah SWT, tapi pada faktanya pengakuan itu tidak diikuti dengan ketundukan pada segenap aturan-aturan-Nya. Tetap saja, syariahnya disisihkan dan hukum jahiliah dipertahankan.” Tegasnya

Untuk itu HTI kembali menyeruskan solusi syariah dan Khilafah untuk menyelesaikan kegagalan negara ini. Karena menurut HTI persoalannya bukanlah sekedar rezim tapi disebabkan karena aturan kapitalisme-sekuler.

“Disinilah pentingnya seruan kita selama ini ‘Selamatkan Indonesia Dengan Syariah’ ,karena hanya dengan penerapan syariah secara kaffah di bawah naungan Khilafah sajalah, seluruh aspek kehidupan rakyat dan negara ini dapat diatur dengan sebaik-baiknya,” kata Ismail Yusanto.

Aksi damai ini berjalan tertib meskipun dihadiri oleh ribuan massa. Setelah berdoa bersama meminta pertolongan Allah SWT terhadap negara ini, para peserta bubar dengan teratur diiringi dengan hujan. (mediaumat.com)






Akankah SBY Senaas Ben Ali?

Nasib Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa sama naasnya dengan mantan Presiden Tunisia Zine Al Abidine Ben Ali, yang dipaksa mundur karena gelombak unjuk rasa anti pemerintah beberapa waktu lalu.

Hal itu diungkapkan Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia Farid Wadjdi di tengah aksi unjuk rasa mengkritik kegagalan negara menjalankan fungsi-fungsi pokoknya, di antaranya adalah melindungi dan mencegah rakyat dan negara ini dari intervensi asing penjajah, Ahad (23/1) di depan Istana Negara, Jakarta.

Di hadapan 10 ribu massa dengan berapi-api Farid menjelaskan setidaknya ada lima alasan yang membuktikan pemerintah gagal melindungi dan mencegah rakyat dan negara ini dari intervensi asing penjajah.
Pertama, membiarkan LSM liberal yang merupakan komprador asing penjajah berada dan berkeliaran melakukan kegiatan yang merusak Indonesia. “Negara membiarkan mereka melakukan sekularisasi, liberalisasi seraya menghancurkan akidah dan syariah Islam.

Salah satunya LSM Human Right Watch (HRW), LSM yang merupakan organ PBB ini dibiarkan berkeliaran oleh pemerintah padahal nyata-nyata memerangi syariah Islam dengan menyatakan hukum busana muslimah dan larangan khalwat (bersunyi-sunyian pasangan yang bukan suami istri) melanggar HAM.

Bahkan baru-baru ini LSM Setara menyatakan umat Islam Jabodetabek intoleran karena menolak bila anak-anaknya menikah dengan orang yang berbeda agama, tetapi pemerintah membiarkan LSM seperti ini. “Sebelumnya LSM diketua Hendardi itu pun mempropokasi lepasnya Timor Timur, tapi anehnya LSM yang mendukung sparatis itu juga dibiarkan oleh pemerintah,” tegas Farid.

“Pemerintah juga membiarkan LSM Wahid Institute yang membela eksistensi aliran sesat Ahmadiyah,” ungkapnya.

Kedua, pemerintah membiarkan perusahaan asing yang rakus merampok kekayaan alam Indonesia. “Freeport, Newmont merampok emas kita; Exxon Mobile, Conoco menjarah minyak kita, bahkan perampokan dan penjarahan itu dilegalisasi dengan Undang-Undang, ini artinya pemerintah gagal!” pekiknya.
Ketiga, pemerintah membiarkan politisi asing, anggota parlemen Amerika intervensi urusan dalam negeri. “Pemerintah membiarkan politisi anggota parlemen Amerika mengunjungi kelompok sparatais di Papua, ini artinya pemerintah tidak memiliki upaya serius mencegah sparatisme,” ujarnya.

Keempat, pemerintah membiarkan berdirinya kedutaan asing poros imperialisme. Sebagai negeri Muslim terbesar di dunia, Indonesia tidak layak membiarkan bercokolnya kedutaan besar negara kafir penjajah muhariban fi’lan seperti Amerika yang merupakan penjajah dan perampok besar negeri-negeri Islam termasuk Indonesia.

Kelima, negara semakin kuat menganut ideologi kapitalisme sekularisme dan liberalisme. “Padahal lewat ideologi itulah penjajahan semakin eksis!” hardiknya.

Farid pun mengingatkan agar SBY mencamkan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 113. “Dan janganlah kamu cenderung (berkasih sayang, bermanis muka, rela. Tafsir Jalalain) kepada orang-orang yang dzalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberikan pertolongan!” teriaknya di hadapan 10 ribu massa HTI dan umat Islam.

“Takutlah presiden dari api neraka karena menyambut, berkasih sayang, dan bermanis muka kepada Obama, kepala negara penjajah!” Farid mengingatkan SBY.

“Saya ingatkan kepada kalian rezim di negeri-negari muslim termasuk Indonesia, jangan bergantung kepada kafir penjajah karena itu rapuh,” tegasnya. Ingatlah, saat rakyat marah, saat rakyat lapar, Soeharto yang setia kepada Amerika juga dijungkalkan.

Maha Benar Allah SWT dengan segala firmannya. Begitu juga Perancis mencampakkan Ben Ali, saat rakyat Tunisia berontak dari kediktatoran pemerintah boneka Perancis itu. “Padahal tidak kurang-kurangnya Ben Ali selalu ‘sujud’ kepada Perancis, tetapi Perancis menolak mentah-mentah ketika Ben Ali ingin berlindung ke Perancis!” papar Farid.

Rakyat harus belajarlah dari Tunisia. Keberanian meruntuhkan rezim diktator. Namun Farid pun mengingatkan sekedar pergantian rezim tidak menyelesaiakan masalah. Maka ganti rezim ganti sistem. “Ganti sistem kufur demokrasi ini dengan khilafah!” pekiknya dan disambut pekikan yang takbir massa. (eramuslim.com, 24/1/2011)

24 Januari 2011

7 Bukti Kegagalan Ekonomi Kapitalisme Rezim SBY

Pemerintah SBY telah dituding berbohong oleh sejumlah tokoh agama. Mereka menilai sejumlah pernyataan Pemerintah SBY bertolak belakang dengan realitas yang dirasakan masyarakat. Pemerintah pun berang dengan tuduhan tersebut. Berbagai bantahan dilakukan termasuk mengundang sejumlah tokoh agama untuk meluruskan tuduhan tersebut.

Apakah pemerintah berbohong atau tidak bukan persoalan mendasar yang seharusnya dikritik oleh para tokoh agama dan para aktivis. Fakta bahwa di bawah sistem kapitalisme rezim SBY dan rezim-rezim sebelumnya tidak mampu membawa rakyat Indonesia menjadi sejahtera semestinya menjadi sorotan utama mereka.

Teramat banyak kegagalan sistem kapitalisme baik dalam bidang pemerintahan, politik luar negeri, hukum, ekonomi, dan pendidikan. Setidaknya ada tujuh hal yang menunjukkan kegagalan tersebut terutama dalam bidang ekonomi.

Pertama, Pemerintah mengklaim bahwa PDB terus tumbuh positif dan diperkirakan hingga 6 persen di tahun 2010. Padahal, inidikator makro tersebut pada faktanya merupakan pertumbuhan nilai tambah sejumlah sektor ekonomi yang bersifat agregat. PDB tidak pernah memperhitungkan siapa yang memproduksi barang tersebut apakah asing atau penduduk domestik, atau apakah pertumbuhan tersebut digerakkan oleh segelintir orang saja atau oleh mayoritas masyarakat. Besarnya jumlah PDB sama sekali tidak dapat menggambarkan kesejahteraan rakyat secara akurat. Buktinya meski PDB terbesar Indonesia terbesar ke-18 di dunia sebagiaman yang terus dibangga-banggakan oleh pemerintah, namun indikator kesejahteraan Human Development Index (HDI) UNDP masih menempatkan Indonesia pada urutan ke 108 dari 169 negara.

Kedua, Pemerintah mengklaim penduduk miskin di Indonesia terus berkurang dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 jumlahnya mencapai 13,3% atau 31 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Penduduk miskin menurut Pemerintah adalah penduduk yang pengeluaran perbulannya di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS. Pada 2010 nilanya Rp 211,726 perkapita perbulan. Dengan kata lain, jika seseorang berpendapatan Rp 220,000 maka ia tidak lagi dikategorikan sebagai orang miskin. Padahal dalam kehidupan materialisme seperti saat ini dimana hampir seluruhnya diukur dengan materi, pendapatan tersebut tentu sangat kecil. Wajar jika dalam realitas banyak orang yang mengalami kesulitan di bidang ekonomi namun tidak masuk dalam kategori miskin. Jika standarnya kemiskinan dinaikkan menjadi US$ 2/hari atau dibawah Rp 540,000 maka dengan menggunakan data Susenas 2010, sebanyak 63% penduduk Indonesia miskin. Pembanding lain, berdasarkan Survey Rumah Tangga Sasaran Penerima Bantuan Langung Tunai (BLT) oleh BPS tahun 2008 diperkirakan 70 juta orang yang masuk kategori miskin dan hampir miskin (near poor). Angkanya lebih tinggi lagi jika dilihat dari penduduk yang membeli beras miskin pada 2009 yang mencapai 52 persen atau 123 juta orang.

Ketiga, Pemerintah juga mengklaim bahwa pelayanan di bidang kesehatan juga telah mampu memberikan jaminan kesehatan pada masyarakat miskin. Padahal berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasoinal 2009, hanya 44 persen penduduk di Indonesia yang melakukan obat jalan baik ke RS Pemerintah, RS swasta maupun ke Puskesmas atau klinik. Sebagian besar dari mereka justru melakukan pengobatan sendiri. Meski tidak ada rincian mengenai alasan mereka, namun sebagian dari mereka tentu merupakan orang-orang yang tidak mampu menjangkau layanan kesehatan yang bersifat komersil. Kalaupun orang-orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan gratis melalui Jamkesmas atau Kartu Miskin jumlahnya masih sangat kecil yakni sebesar 16,7 persen. Selain itu banyak dari penerima pelayanan kesehatan gratis tersebut tetap terbebani karena masih harus membayar berbagai biaya dari pelayanan kesehatan yang mereka dapatkan dan harus melakukan proes administrasi yang rumit dan berbelit-belit. Akibatnya, banyak penduduk yang menderita berbagai penyakit namun karena tidak mampu berobat dan tidak mampi mengurus pelayanan kesehatan gratis terpaksa terus menanggung penyakit mereka hingga tidak sedikit dari mereka yang meninggal dunia.

Keempat, Pemerintah juga kerap berbangga bahwa 20% dari APBN disalurkan untuk sektor pendidikan. Padahal dalam kenyataannya masih sangat melimpah anak usia sekolah yang tidak mampu mengecap bangku pendidikan yang masih teramat mahal bagi mereka. Betul bahwa sebagian besar penduduk usia SD telah mengecap pendidikan, namun di tingkat SMP dan SMU jumlahnya masih sangat rendah yang masing-masing sebesar 67 persen dan 45 persen (Susenas, 2009). Penyebab rendahnya partisipasi tersebut tidak lain karena keterbatasan biaya yang mereka miliki serta sarana pendidikan yang disediakan pemerintah yang belum memadai. Belum lagi isi kurikulum yang terbukti menyebabkan anak didik menjadi sangat sekuler sehingga jauh dari nilai-nilai Islam. Tidak heran jika berbagai tindak kejahatan seperti korupsi yang berkembang luas di tengah-tengah masyarakat justru banyak dilakukan oleh orang-orang terdidik.

Kelima, Pemerintah juga sering membanggakan penurunan jumlah angka pengangguran. Dari data statistik Tenaga Kerja BPS memang menunjukkan penurunan jumlah pengangguran secara persisten hingga menjadi 7,14% atau 8,3 juta angkatan kerja. Padahal jika dicermati definisi tenaga kerja yang digunakan oleh BPS jumlah tenaga kerja tersebut hanya memotret mereka yang berkerja minimal satu jam perhari dalam seminggu terakhir. Termasuk pula mereka yang membantu bekerja namun tidak dibayar. Dengan demikian, para pengatur lalu lintas ’swasta’, atau kuli yang bekerja minimal sejam perhari dalam satu minggu terakhir disebut sebagai tenaga kerja. Dengan kriteria demikian, maka sangat wajar jika angka penggangguran diklaim terus menurun namun tingkat kesejahteraan rakyat tidak membaik. Apalagi seiring dengan kegagalan pemerintah mengendalikan inflasi khususnya administered inflation (barang yang harganya diatur oleh pemerintah) seperti BBM dan TDL dan volatile inflation (inflasi barang yang bergejolak) seperti pangan, membuat pendapatan riil mereka yang bekerja terus menurun. Harga-harga membumbung tinggi sementara pendapatan nomil tidak berubah.

Keenam, Pemerintah juga mengklaim bahwa utang negara terus berkurang. Rasio utang terhadap PDB menurun hingga 26%. Terlepas dari perdebatan mengenai kepantasan menggunakan PDB sebagai alat ukuran besaran utang, namun yang pasti nominal utang Indonesia dari tahun ke tahun terus membengkak. Per Desember 2010 misalnya berdasarkan Data Departemen Keuangan, total utang pemerintah Indoneisa mencapai Rp 1675 triliun. Akibatnya APBN yang semestinya dialokasikan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat justru 20 persennya (Rp249 dari Rp1,230 triliun) terkuras untuk membayar pokok utang dan bunganya. Angka ini melampaui anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan berbagai bentuk subsidi seperti pangan, pupuk, listrik dan BBM.

Ketujuh Neraca Perdagangan Indonesia juga diklaim terus mengalami peningkatan oleh Pemerintah. Bahkan, nilai ekspor Oktober 2010 disebut-sebut paling tinggi dalam sejarah Indonesia yang menembus US$14 miliar. Memang ekspor Indonesia masih lebih besar daripada impornya. Namun demikian komoditas utama yang diekspor oleh Indonesia merupakan hasil sumber daya alam yang berbentuk bahan mentah atau setengah jadi. Mirip-mirip pada era kolonial, di mana Indonesia menjadi pengekspor utama rempah-rempah ke Eropa. Bedanya komoditas ekpsor kini lebih banyak bahan baku energi seperti migas, batu bara, bij besi, nikel dan minyak sawit. Ini menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu menjadi negara industri yang dapat mengoptimalkan bahan baku tersebut untuk kegiatan industri yang menghasilkan nilai tambah yang lebih besar. Selain itu, komoditas sumber daya alam tersebut sebagian besar merupakan kekayaan milik umum yang dalam pandangan Islam seharusnya dikuasai oleh negara. Namun karena negara ini menganut sistem kapitalisme, kekayaan yang diperoleh dari penjualan tersebut justru lebih banyak dinikmati oleh para pengusaha swasta termasuk perusahaan asing-asing.

Walhasil rakyat Indonesia betul-betul menderita hidup dengan aturan kapitalisme sekuler. Semestinya kegagalan sistem kapitalisme dalam mensejahterahkan rakyat dengan penuh keberkahan tidak perlu terus berulang lagi jika rakyat Indonesia mau menjalankan tatanan kehidupan Islam yang sejalan dengan tuntunan aqidah mereka yakni sistem Khilafah Islam. Wallahu a’lam bishawab (Dr .Arim Nasim, Ketua Lajnah Mashlahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia)

22 Januari 2011

Memotret Peristiwa Tunisia

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan hadits dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka yang kalian mencintainya dan mereka mencintai kalian; mereka memberkati kalian dan kalian memberkatinya. Sementara seburuk-buruk pemimpin kalian adalah mereka yang kalian membencinya dan mereka membenci kalian; kalian melaknat mereka dan mereka melaknat kalian.

Sungguh umat Islam sekarang ini benar-benar telah kehilangan nikmat yang sangat besar. Dan sekiranya nikmat itu ada, niscaya umat Islam hidup dalam suasana kemuliaan sepanjang hari, serta hidup dalam suasana yang mendatangkan ridha dari Dzat Yang Maha Penyayang. Nikmat yang dimaksud adalah nikmat adanya pemimpin yang kami mencintainya dan ia pun mencintai kami; kami mendoakan kebaikan kepadanya dan ia pun mendoakan kebaikan kepada kami.

Benar! Allah telah mencabut dari kami nikmat yang besar ini. Para penguasa kami sekarang ini termasuk di antara seburuk-buruk pemimpin seperti yang disebutkan oleh ash-shadiq al-mashdûq (orang yang jujur dan dapat dipercaya), nabi tercinta, Muhammad Saw, di mana kami bersaksi kepada Allah bahwa kami membenci mereka dan melaknati mereka sepanjang pagi dan sore.

Semua dari kami telah menyaksikan apa yang sedang terjadi di Tunisia al-Habib. Bahwasannya apa yang telah dan sedang terjadi di negeri Kairouan ini menunjukkan kepada kami sejauh mana murka dan kebencian umat Islam kepada penguasanya yang selama ini disembunyikan; serta mengungkapkan bahwa sebenarnya umat Islam melaknatnya sepanjang pagi dan sore.

Di sini kami tidak bermaksud membuat analisa tentang siapa yang berada di belakang insiden ini. Namun, insiden itu sangat jelas mengungkapkan hal-hal berikut:

Pertama, bahwa masalah di Tunisia dan negeri-negeri kaum Muslim lainnya tidak terkait dengan pribadi-pribadi tertentu. Barat, Eropa dan Amerika tidak berdaya mengubah boneka ketika itu menjadi tuntutan rakyat. Tunisia dan negeri-negeri kaum Muslim lainnya bukti atas semua itu. Sesungguhnya masalah sebenarnya yang membuat rakyat miskin, dan yang menjadikan mereka budak bagi kelompok yang menguasai mereka di Tunisia dan lainnya adalah berasal dari luar, yaitu sistem kapitalis yang rusak dan busuk, baik politik maupun ekonominya. Sehingga tidak bisa keluar dari leher botol kecuali dengan perubahan radikal yang didasarkan pada Islam, yang tercermin dalam sisten negara Khilafah. Maka, membuang Ben Ali dan lainnya di antara para pemimpin bodoh pada era saat ini ke tong sampah sejarah, namun selama sistem demokrasi, konstitusional, diktator, pemerintah “penyelamat” nasional atau persatuan nasional masih ada, tidak akan pernah memecahkan masalah, justru akan memperparah masalah. Zine El Abidine Ben Ali ini telah mengubahnya sebelum 23 tahun yang lalu atas pendahulunya (Bourguiba). Lalu, apa yang terjadi? Sungguh kezaliman dan ketidakadilan terus berlanjut hingga negeri Kairouan ini menjadi contoh dalam perang melawan Islam dan kaum Muslim.

Kedua, sesungguhnya umat Nabi Muhammad Saw bukanlah umat pengecut, serta umat yang tidak takut mati. Sehingga dengan kekuatannya akan mengubah para penguasanya jika telah menyimpang dari kebenaran, dan mengarahkannya kepada Islam. Kita semua telah menyaksikan bagaimana ribuan rakyat di Tunisia keluar ke jalan-jalan, serta bagaimana mereka menantang rezim dan tiraninya. Begitu juga kita menyaksikan ketidakmampuan para penjaga rezim menghadapi gelombang massa yang sangat besar ini. Sungguh! Para pemuda Tunisia telah membuang pembatas ketakutan antara rakyat dan para penguasannya. Dalam hal ini, kami telah menyakini sebelum mereka menyakini bahwa rezim-rezim busuk yang menempel pada umat ini lebih lemah daripada sarang laba-laba. Dan rezim manapun yang tidak memiliki dukungan rakyat akan segera runtuh meski hanya dihembus dengan angin sepoi-sepoi. Lalu, bagaimana jika dihembus dengan badai.

Ketiga, berbagai berita beredar bahwa militer menghindar dan menolak memerangi rakyat, bahkan mereka melindungi masyarakat dari polisi dan pasukan keamanan khusus di selatan negara itu. Sikap ini mengundang kebanggaan dan rasa syukur, serta poin tersendiri bagi militer. Ini menunjukkan bahwa kebaikan masih ada pada militer kaum Muslim. Sesungguhnya militer di negeri-negeri kaum Muslim adalah bagian dari umat Islam. Mereka adalah pemilik kekuatan, pengaruh dan pertolongan. Sehingga kewajiban mereka adalah bekerja untuk menghilangkan hambatan-hambatan fisik yang menghambat upaya menuju perubahan yang sebenarnya, dan memberikan kekuasaan pada rakyat agar mereka memilih orang yang akan memimpin mereka berdasarkan akidah (ideologi) umat.

Dan terakhir, kami begitu hormat dan meminta kepada mereka yang ikhlas di antara kaum intelektual, para tokoh, serta berbagai gerakan Islam di Tunisia, dan yang lainnya agar mendorong peristiwa tersebut ke arah yang benar, tidak tertipu oleh trik dan upaya tambal sulam rezim berkuasa, serta waspada terhadap Barat, sebab apabila Barat merasa adanya nada yang benar dan ketulusan dalam melakukan perubahan yang tidak berdasarkan peradabannya, maka Barat segera menciptakan kekacauan dengan berbagai pertentangan dan perselisihan. Sementara mereka yang ikhlas tidak akan rela kecuali berhukum dengan syariah (hukum atau perundang-undangan) dari Tuhan yang menciptakannya dan mewajibkannya hidup dengan satu sistem, yaitu sistem Khilafah. “Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (TQS. Al-Mulk [67] : 14). Dan hendaklah mereka bekerja dan berjuang bersama orang-orang yang berusaha mengembalikan sistem Khilafah. Sungguh, ini merupakan langkah yang tepat dan benar untuk melakukan perubahan.

Ya Allah jadikan mereka di antara orang-orang yang mau mendengarkan nasihat dan masukan. Kemudian mereka memilih dan mengikuti apa yang terbaik.

Dan seruan kami terakhir adalah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Sumber: hiz-ut-tahrir.info, 19/01/2011

20 Januari 2011

Belajar dari Tumbangnya Rezim Sekuler Tunisia

Kejatuhan rezim diktator boneka Barat yang menerapkan kapitalisme tinggal menunggu waktu, perubahan ke arah tegaknya syariah dan Khilafah akan menjadi solusi di masa depan

Akhirnya rezim Tunisia Zine al-Abidine Ben Ali tumbang. Penguasa diktator yang telah memerintah selama 23 tahun, melarikan diri ke Saudi Arabia. Ben Ali dipaksa mundur karena gelombang unjuk rasa anti pemerintah. Kegagalan Ben Ali menyejahterakan rakyat ditambah pemerintahan yang represif selama ini membuat rezim ini tumbang. 

Ben Ali dikenal anti Islam, jilbab dilarang. Polisi akan menangkap wanita di jalan yang memakai jilbab . Aktifis yang memperjuangkan syariah dan Khilafah disiksa dan dijebloskan ke dalam bui . Ben Ali juga bernafsu merubah akar Islam Tunisia menjadi masyarakat liberal ala Perancis yang menjadi tuannya. 

Tak ayal, tumbangnya Ben Ali, menularkan rasa takut pada para diktator lain yang bertebaran di Timur Tengah dan Afrika. Salah seorang anggota Dewan Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika, mengingatkan tumbangnya rezim Tunisia harus menjadi pelajaran bagi para diktator Afrika lainnya. Hal yang sama bisa terjadi pada mereka.
Barat pun kelihatan galau melihat krisis Tunisia. Ben Ali yang selama ini menjadi penguasa komprador yang mendukung kepentingan penjajahan Barat akhirnya ditumbangkan oleh rakyatnya sendiri. Sesuatu yang sangat menakutkan bagi Barat. Sebab, selama ini keberadaan rezim-rezim pengkhianat yang menjadi boneka inilah yang menjaga eksistensi penjajahan mereka. 

Munculnya gelombang revolusi baru tak terduga oleh Barat. Seorang komentator di surat kabar the Washington Post menulis, ancaman terbesar Amerika di Timur Tengah bukanlah peperangan, melainkan adalah revolusi. Kemarahan publik atas korupsi, pengangguran dan kediktatoran terjadi di Mesir, Aljazair, dan banyak negara di wilayah itu.

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari tumbangnya rezim diktator ini. Pertama, tidak ada kekuasaan diktator yang kekal. Kegagalan mengurus rakyat ditambah tindakan totaliter akan menuai kebencian rakyat. Sikap represif hanya bisa memperlambat tumbangnya rezim diktator, tapi tidak bisa menghentikannya. Kesabaran rakyat ada batasnya.

Kedua, krisis ekonomi dan politik yang terjadi di Tunisia, tidak lain karena penerapan sistem kapitalisme yang gagal. Sistem kapitalisme hanya mengguntungkan segelintir elite yang hidup bermewah-mewah dan memberikan keuntungan kepada perusahaan asing yang mengeruk kekayaan alam negeri-negeri Islam. Sementara rakyat hidup menderita. 

Ketiga, bersandar pada kekuatan asing penjajah sangatlah lemah.  Mereka hanya berpikir pragmatis menjamin kepentingan politik dan ekonomi penjajahan mereka. Bagi para penjajah, tidak ada kata setia untuk mempertahankan bonekanya. Kalau mereka menganggap tidak ada lagi manfaat mempertahankan bonekanya,  mencampakkan bahkan membunuh sahabat politik mereka  sendiri bukanlah masalah besar. 

Ben Ali yang setiap terhadap Perancis bahkan sampai tingkat taqdis (menghamba), toh ditolak mendarat di Perancis. Hal yang sama dialami Saddam Hussein yang menjadi kaki tangan Inggris di Irak, atau Syah Reza Pahlevi di Iran, Marcos di Filipina atau Soeharto di Indonesia. Nasib para diktator hampir semua berujung tragis, menderita dihujat rakyatnya dan dicampakkan sang tuan. 

Tumbangnya rezim diktator di negeri-negeri Islam tinggallah menunggu waktu. Kegagalan sistem kapitalisme yang mereka adopsi akan  mempercepat perubahan. Apalagi tuan-tuan besar penjajah mereka juga mengalami kondisi akut yang sama. Krisis ekonomi,politik dan sosial, bukan hanya terjadi pada negara boneka jajahan, tapi juga di pusat poros imperialis seperti Amerika Serikat dan Eropa. Rakyat akan berpaling dari mereka semua. 

Inilah kesempatan baik sekaligus tantangan bagi gerakan Islam. Harus ada tawaran yang jelas untuk mengganti rezim dan sistem kapitalisme yang gagal ini. Solusi yang wajib bertentangan 100 % dengan ideologi kapitalisme, tidak setengah-setengah, tidak kabur seperti demokrasi-islam atau sosialisme Islam. 

Thoriqoh (metode) yang ditempuh tidak terkooptasi dengan sistem kufur seperti bergabung dengan pemerintah yang menerapkan sistem kufur. Rakyat pastilah menginginkan sistem , metode dan pengemban dakwah Islam yang tidak ternodai sedikitpun dengan sistem kufur. 

Solusi Islam berupa penegakan syariah Islam dan khilafah harus terus disosialisasikan di tengah-tengah umat sehingga muncul kesadaran umum umat  (al wa’yu al ‘ami) yang akan memengaruhi opini umum (ar ra’yu al ‘ami).
Opini umum yang didasarkan kepada kesadaran inilah yang akan menggerakkan umat untuk menuntut perubahan. Bukan sekadar perubahan  rezim tapi juga sistem yang justru menjadi pangkal persoalan. Bukan sekadar emosi yang sifatnya sementara, tapi perubahan yang didasarkan kepada kesadaran mabdai’ (ideologis). Kesadaran bahwa ideologi kapitalismelah yang menjadi penyebab utama berbagai krisis di tengah masyarakat.
Kesadaran imani bahwa hanya syariah dan khilafahlah yang akan menjadi solusi. Bukan sekadar karena membawa kemashlahatan. Namun yang terpenting kesadaran bahwa kewajiban menerapkan syariah Islam dan khilafah  merupakan konsekuensi keimanan. Inilah yang akan membawa perubahan yang jelas(wadih), terarah(maqshudah), dan sifatnya tetap (tsabit). 

Perubahan seperti ini haruslah menghindari cara-cara kekerasan yang menimbulkan pertumpahan darah. Karena itu mencari dukungan dari ahlunnusrah (para penolong) yang memiliki kekuatan politik dan senjata seperti militer dan kepolisian menjadi sangat penting. Dukungan dari ahlunnusrah akan menghindarkan dari gejolak  berdarah-darah, yang banyak mengorbankan rakyat. 

Perubahan seperti inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika daulah Islam tegak di Madinah. Meskipun perubahan yang dibawa Rasulullah SAW sifatnya mendasar (asasiyah) dan menyeluruh (inqilabiyah), nyaris tak ada pertumbahan darah. Tidak lain lain karena ditopang oleh kesadaran masyarakat Madinah yang merindukan sistem yang baru yakni  Islam dan pemimpin baru Rasulullah SAW. 

Di samping itu, ahlunnushrah yaitu para pemimpin kabilah utama di Madinah –Aus dan Khazraj- juga telah memberikan dukungan dan bai’at mereka kepada sang pemimpin politik baru dengan dasar iman dan cinta .  Kalau ini terjadi, siapa yang bisa membendung perubahan ini? (farid wadjdi)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites