KEDIRI--Diam-diam di balik terhormatnya para anggota dewan, ternyata menyimpan perilaku yang tidak terpuji. Sebab, banyak dari para anggota dewan tersebut ternyata hidung belang alias suka berselingkuh, meskipun telah memiliki istri dan anak.
Demikian terungkap dari aduan masyarakat yang disampaikan ke Badan Kehormatan (BK) DPR. "Kami banyak menerima aduan tentang masalah keluarga. Istrinya satu, tetapi di banyak tempat," ungkap anggota BK DPR RI Ali Maschan Musa ditemui usai kegiatan sosialisasi tentang kode etik dan tata beracara DPRD di gedung DPRD Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Kamis (21/10).
Ia mengungkapkan, aduan tentang perselingkuhan cukup banyak diterima BK. Namun, ia enggan menyebut tentang anggota yang terlibat tersebut. Ia hanya mengatakan, saat ini BK sedang melakukan verifikasi tentang kebenaran dari informasi itu, dan belum bisa berbuat lebih sebelum ada kejelasan. "Bisa jadi, dia dijebak oleh kompetitornya. Kami belum bisa melakukan langkah lebih, karena hingga saat ini masih melakukan verifikasi," ujarnya.
Selain masalah perselingkuhan, lanjut Ali Machsan Musa, masalah gratifikasi juga banyak yang diadukan ke BK. Nominalnya selama satu tahun ini mencapai Rp 1 triliun. Untuk masalah tersebut, Ali mengaku BK sudah melakukan koordinasi dengan anggota yang diduga terlibat, dengan meminta yang bersangkutan mengembalikan kepada negara.
Pihaknya juga memberi pengarahan, tentang konsekuensi harus berhadapan dengan hukum, apabila menolak untuk mengembalikan gratifikasi tersebut. Mantan Ketua PWNU Jawa Timur ini juga mengatakan, jumlah aduan yang masuk ke BK cukup besar.
Demikian terungkap dari aduan masyarakat yang disampaikan ke Badan Kehormatan (BK) DPR. "Kami banyak menerima aduan tentang masalah keluarga. Istrinya satu, tetapi di banyak tempat," ungkap anggota BK DPR RI Ali Maschan Musa ditemui usai kegiatan sosialisasi tentang kode etik dan tata beracara DPRD di gedung DPRD Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Kamis (21/10).
Ia mengungkapkan, aduan tentang perselingkuhan cukup banyak diterima BK. Namun, ia enggan menyebut tentang anggota yang terlibat tersebut. Ia hanya mengatakan, saat ini BK sedang melakukan verifikasi tentang kebenaran dari informasi itu, dan belum bisa berbuat lebih sebelum ada kejelasan. "Bisa jadi, dia dijebak oleh kompetitornya. Kami belum bisa melakukan langkah lebih, karena hingga saat ini masih melakukan verifikasi," ujarnya.
Selain masalah perselingkuhan, lanjut Ali Machsan Musa, masalah gratifikasi juga banyak yang diadukan ke BK. Nominalnya selama satu tahun ini mencapai Rp 1 triliun. Untuk masalah tersebut, Ali mengaku BK sudah melakukan koordinasi dengan anggota yang diduga terlibat, dengan meminta yang bersangkutan mengembalikan kepada negara.
Pihaknya juga memberi pengarahan, tentang konsekuensi harus berhadapan dengan hukum, apabila menolak untuk mengembalikan gratifikasi tersebut. Mantan Ketua PWNU Jawa Timur ini juga mengatakan, jumlah aduan yang masuk ke BK cukup besar.
Selama dua periode keberadaan BK ini jumlah aduan mencapai 100, bahkan lebih. Ia juga menyayangkan, hingga kini masih banyak DPRD di tingkat daerah yang belum mempunyai BK, termasuk mempunyai kode etik. Bahkan, beberapa di antara mereka justru terjadi masalah pro dan kontra tentang keberadaan BK tersebut.
"Daerah banyak yang belum ada kode etik BK. Strukturnya sudah ada, namun untuk kode etik belum, sehingga tidak bisa bertindak lebih. Untuk itu, kode etik BK terus kami sosialisasikan," ujarnya mengungkapkan.
Walaupun aduan yang masuk cukup banyak, Ali mengatakan BK tetap memberi sanksi yang tegas. Sanksi itu mulai dari teguran hingga sanksi tegas lainnya. Sementara itu, Wakil Ketua BK DPRD Kabupaten Kediri Dwi Naryo mengaku adanya kode etik tentunya dapat memberi batasan tentang aturan yang harus ditaati anggota dewan. Jangan sampai, ada BK namun mandul dalam menjalankan aktivitasnya.
"Kami selama ini belum ada kode etik untuk pelaksanaan aturan tersebut. Ini yang membuat kami belum bisa bertindak lebih, sudah dibentuk sejak September lalu, namun hingga kini belum ada yang bisa dilakukan," ujarnya mengungkapkan.
Walaupun aduan yang masuk cukup banyak, Ali mengatakan BK tetap memberi sanksi yang tegas. Sanksi itu mulai dari teguran hingga sanksi tegas lainnya. Sementara itu, Wakil Ketua BK DPRD Kabupaten Kediri Dwi Naryo mengaku adanya kode etik tentunya dapat memberi batasan tentang aturan yang harus ditaati anggota dewan. Jangan sampai, ada BK namun mandul dalam menjalankan aktivitasnya.
"Kami selama ini belum ada kode etik untuk pelaksanaan aturan tersebut. Ini yang membuat kami belum bisa bertindak lebih, sudah dibentuk sejak September lalu, namun hingga kini belum ada yang bisa dilakukan," ujarnya mengungkapkan.
Ia mengaku, cukup terbantu dengan kegiatan ini. Pihaknya berjanji, BK akan segera membuat kode etik tersendiri, yang nantinya dapat disepakati anggota. Dengan kode etik itu, dipastikan dapat lebih aktif memantau kinerja anggota dewan bahkan memberi sanksi.(republika.co.id/21/10/2010)
0 komentar:
Posting Komentar