Pandangan Islam Tentang Asuransi

Asuransi syariah dikampanyekan sebagai alternatif bagi kaum muslim untuk menjalankan akad asuransi. Sesuai dengan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) tentang Pedoman Umum tentang Asuransi Syariah disebutkan bahwa asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Yang Teristimewa Bagi Wanita

"...Wahai pena..! Titiplah salam kami teruntuk kaum wanita. Tak usah jemu kau kabarkan bahwa mereka adalah lambang kemuliaan. Sampaikanlah bahwa mereka adalah aurat ..."

Sistem Pemerintahan Islam Berbeda dengan Sistem Pemerintahan yang Ada di Dunia Hari ini

Sesungguhnya sistem pemerintahan Islam (Khilafah) berbeda dengan seluruh bentuk pemerintahan yang dikenal di seluruh dunia

Video: Puluhan Ribu Warga Homs Suriah Berikrar, Pertolongan Bukan dari Liga Arab atau Amerika Tapi dari Allah!

.

Analisis : Polugri AS di Asia Tenggara

Secretary of State Amerika Serikat Hillary Clinton 21 Juli 2011 lalu berkunjung ke Indonesia. Sebelumnya, dia melawat dua hari ke India untuk ambil bagian dalam konferensi tingkat menteri ASEAN yang diselenggarakan di Bali 22 Juli.

Khilafah: Solusi, Bukan Ancaman

Berbagai macam dampak destruktif akibat penerapan sistem kapitalis-sekular telah mendorong manusia untuk mencari sistem baru yang mampu mengantarkan mereka menuju kesejahteraan, keadilan, kesetaraan dan kemakmuran. Dorongan itu semakin kuat ketika kebijakan-kebijakan jangka pendek dan panjang selalu gagal mencegah dampak buruk sistem kapitalis.

MIMPI PARA ULAMA BUKAN SEMBARANG MIMPI

Apakah Anda tadi malam bermimpi? Apa mimpi Anda? Kata orang, mimpi hanyalah kembang (bunga) orang tidur. Maksudnya, mimpi tidak bermakna signifikan. Tapi, sebenarnya tidak semua mimpi tak ada artinya.

Nasehat Imam Abdurrahman bin Amru al-Auza’iy :Empat Tipe Pemimpin

Ada nasihat berharga yang disampaikan Imam Abdurrahman bin Amru al-Auza’iy kepada Khalifah Abu Ja’far al-Manshur, ketika ulama besar itu dimintai nasihat.

21 Desember 2010

Kita Bisa Menjadi Negara Adi Daya !

Dengan negara Khilafah , umat Islam akan memiliki negara Adia Daya pembawa kebaikan untuk dunia, negara pemimpin bukan pengekor yang terpuruk

Salah satu kelemahan utama umat Islam sekarang ini adalah ketidakmampuan untuk melihat potensi sendiri. Akibatnya umat Islam selalu menjadi negara pengekor (follower) yang diperparah dengan penyakit rendah diri (inferior) dan mental peminta-minta . Kondisi ini membuat umat Islam selalu bergantung kepada negara-negara Barat , tunduk mengadopsi ideologi Kapitalisme Barat. Meskipun Barat dengan ideologi kapitalisme sendiri sedang mengalami kemunduran yang parah.

Padahal umat Islam telah diberkahi Allah SWT dengan semua hal yang dibutuhkan untuk menjadi untuk menjadi negara adi daya yang memimpin dunia. Umat Islam memiliki kemampuan materil dan intelektual yang akan membawa manusia dari semua ras, warna kulit, dan bahasa menuju kemakmuran di dunia ini. Umat Islam diberkahi dengan aqidah dan ideologi yang mulia untuk seluruh alam. Yang tidak dimiliki oleh umat Islam sekarang hanyalah satu , yakni negara Khilafah yang menyatukan semua potensi itu. Dengan negara Khilafah ,umat Islam akan menjadi negara adi daya yang membawa berkah bagi dunia, pemimpin bukan pengekor.

Dalam buku Emerging World Order , The Islamic Khilafah State, Jafar Mumammad Abu Abdullah menggambarkan besarnya potensi umat Islam untuk menjadi negara adi daya. Betapa tidak, dunia Islam memiliki pusat populasi yang besar, lebih dari 1,5 miliyar ( 23% dari populasi dunia). Sebaliknya di saat di bagian dunia yang lain, terutama di Eropa, angka pertumbuhan penduduknya cendrung negatif (menurun) , angka pertumbuhan penduduk negeri sungguh menggembirakan, Alhamdulilah. Dengan begitu, Negara Khilafah Islamiyah akan memiliki angka tenaga kerja yang tinggi (18% tenaga kerja dunia). Dengan peningkatan kemampuan SDM dunia Islam, hal ini akan menyokong produksi secara besar-besaran dan aktifitas ekonomi yang produktif.

Kekuatan gabungan militer umat Islam melebihi negara-negara utama di dunia saat ini. Berdasarkan data yang diolah dari CIA Fact Book, dunia Islam memiliki potensi untuk menjadi suatu negara adi daya dengan kekuatan militer yang amat besar . Gabungan militer aktif dunia Islam berkekuatan 5,59 juta personil. Jauh lebih tinggi daripada kekuatan Amerika saat ini dengan 1,47 juta personil militer Aktif. Adapun Rusia memiliki 1.037.000, China memiliki 2,25 juta, dan dua anggota permanen Dewan Keamanan PBB , Prancis dan Inggris, berturut-turut hanya memiliki 0,26 dan 0,24 juta personil militer aktif. Selain itu, pertumbuhan populasi yang tinggi akan membantu Negara khilafah Islamiyah membangun kekuatan militer terbesar di dunia.

Dalam produksi agrikultur, umat Islam memproduksi 29,8% sereal sedunia, 20,7% produksi kapas, 21,06% produksi beras, 16,85% gandum sedunia, begitu pula produksi kacang hijau yang tertinggi di dunia. Potensi yang membuat negara Khilafah bisa bersikap independen karena tidak bergantung pada pasokan pangan asing. Negara Khilafah Islamiyah adalah negara kedua terbesar produksi rami (bahan dasar industri tekstil) dan mengekspornya (hampir 80%) ke pasar dunia.

Di bawah kepemimpinan Negara Khilafah Islamiyah, berarti kita memiliki 72,12% cadangan minyak dunia dan memproduksi hampir 50% produksi sedunia setiap harinya , memiliki lebih dari 61% cadangan gas dunia, 22,60% cadangan uranium, dan memiliki cadangan bijih besi yang banyak. Potensi energi yang demikian besar ini modal yang sangat penting untuk menjadi negara adi daya.

Penyatuan Negara Khilafah Islamiyah akan mengontrol lokasi-lokasi strategis utama secara geopolitik di dunia; laut, darat, dan rute udara. Aset strategis ini akan membuat Negara-negara seperti China, Jerman dan Jepang dibawah pengaruh langsung negara Khilafah . Negara adi daya ini akan memiliki kontrol penuh atas rute-rute laut yang paling penting di dunia dari selat Gibraltar di Moroko melewati Mediterania, Bosporus,atau melalui Terusan Suez, lautan India, Selat Malaka. Itu berarti, Eropa harus menerima keinginan Negara khilafah Islamiyah atau mereka memilih menjadi negara terasingkan. Dengan Moroko di satu sisi Atlantik, Negara Khilafah Islamiyah akan mengontrol urusan-urusan di Atlantik dengan baik.

Terakhir dan yang paling penting, Negara Khilafah Islamiyah akan memiliki generasi-generasi terbaik dari manusia dengan pandangan idelogi yang jelas. Sebagaimana firman Allah SWT : “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Qs. Ali Imran: 110)

Tentu saja negara Khilafah tidak akan terwujud tanpa ada yang memperjuangkannya. Karena memperjuangkan tegaknya negara Khilafah tidak bisa ditunda-tunda lagi. Ini harus menjadi agenda seluruh umat Islam. Atau seperti kata Rosululah SAW kita akan tetap seperti buih di lautan yang meskipun banyak tapi sangat rapuh. Kondisi yang membuat kita menjadi mangsa negara –negara Kapitalisme yang rakus. (fw/www.taman-langit7.co.cc)


HAM: Alat Propaganda dan Penjajahan Barat

Desember 2010 lalu, sebagaimana diketahui, untuk kesekian kalinya diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-Dunia. Di Tanah Air, Peringatan Hari HAM se-Dunia ditandai dengan sejumlah aksi oleh para pegiat HAM di beberapa daerah.
Yang menarik, terkait dengan HAM ini, seminggu sebelumnya, Human Rights Watch (HRW) dalam laporan yang berjudul, “Menegakkan Moralitas: Pelanggaran dan Penerapan Syariah di Aceh Indonesia,” menyebutkan bahwa dua aturan Perda Syariah mengenai larangan khalwat serta aturan mengenai busana Muslim pada pelaksanaanya telah melanggar HAM dan konstitusi Indonesia. Dalam konferensi pers pada Rabu (1/12/2010), HRW mendesak pemerintah lokal di Aceh dan pemerintah pusat Indonesia agar mencabut kedua aturan tersebut. Sejak masih dalam draft, perda yang sering disebut terinspirasi oleh syariah itu memang telah mendapat kecaman dari para aktivis liberal dan sekular dengan mengusung ide hak asasi manusia (HAM).
Karena itu, kaum Muslim tentu perlu mencermati kembali hakikat dan upaya di balik propaganda HAM. Pasalnya, propaganda HAM, baik dalam lingkup lokal/nasional maupun internasional, pada faktanya sering merugikan Islam dan kaum Muslim.
HAM: Propaganda Menyesatkan
Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini digembar-gemborkan kalangan sekular sesungguhnya bagian dari ide demokrasi yang dipropagandakan Barat sekaligus dijajakan di negeri-negeri Islam. Demokrasi sendiri didasarkan pada paham kebebasan. Ide HAM yang didasarkan pada liberalisme (kebebasan) ini berbahaya dalam beberapa aspek. Kebebasan beragama (freedom of religion), misalnya, bukanlah semata-mata ketidakbolehan memaksa seseorang untuk memeluk agama tertentu; tetapi kebebasan untuk murtad dari Islam, bahkan untuk tidak beragama sama sekali. Atas dasar kebebasan juga, keyakinan dan praktik yang menyimpang dari Islam dibiarkan. Dengan alasan HAM, Ahmadiyah yang sesat karena menyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi baru setelah Rasulullah Muhammad saw. atau Lia Eden yang mengaku Jibril dibela habis-habisan.
Di bidang sosial, dengan alasan kebebasan berperilaku sebagai ekpresi kebebasan individu, HAM melegalkan praktik yang menyimpang dari Islam seperti seks bebas, homoseksual, lesbian serta pornografi dan pornoaksi. Akibatnya, kemaksiatan pun meluas di tengah-tengah masyarakat. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010 menunjukkan sebanyak 51 persen remaja di Jabodetabek tidak perawan lagi karena telah melakukan hubungan seks pranikah. Hal serupa juga terjadi di kota besar lainnya. Di Surabaya tercatat 54 persen, Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan sudah tidak perawan. Bersamaan dengan itu, jumlah pengidap penyakit HIV/AIDS pun terus meningkat.
Di bidang politik ide HAM juga digunakan sebagai “political hammer (palu politik)” untuk menyerang perjuangan penegakan syariah Islam yang merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Tidak hanya itu, HAM juga mengancam stabilitas dan kesatuan politik negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Lepasnya Timor Timur tidak bisa dilepaskan dari propaganda hak menentukan nasib sendiri (the right of self determination). Ancaman disintegrasi dengan alasan yang sama juga bisa terjadi di Papua dan Aceh.
Di bidang ekonomi, liberalisasi ekonomi telah menjadi jalan perampokan terhadap kekayaan negeri-negeri Islam atas nama kebebasan pemilikan. Tambang minyak, emas, perak, batubara yang sebenarnya merupakan milik rakyat (al-milkiyah al-amah), dirampok atas nama kebebasan investasi dan perdagangan bebas.
Walhasil, propaganda HAM di negeri-negeri Muslim, termasuk di negeri ini, pada dasarnya menyesatkan, dan karenanya perlu diwaspadai oleh umat Islam.
HAM: Alat Penjajahan Barat
Selain menyesatkan, HAM sesungguhnya menjadi salah satu alat ampuh penjajahan Barat, khususnya Amerika Serikat, atas negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Keterlibatan AS baik secara langsung maupun melalui PBB dalam mengawal agenda HAM terlihat dari upayanya agar HAM dijadikan sebagai perjanjian yang bersifat universal-yaitu tak hanya diadopsi oleh negara, tetapi juga oleh rakyat berbagai negara itu-setelah tahun 1993, atau dua tahun sesudah adanya dominasi tunggal AS secara internasional akibat jatuhnya Uni Sovyet. Melalui Deklarasi Wina Bagi NGO Tentang HAM 1993, ditegaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara sama rata atas seluruh manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan undang-undang.
AS kemudian menjadikan HAM sebagai salah satu basis strategi politik luar negerinya. Sebenarnya ini sudah terjadi sejak akhir dasawarsa 70-an di masa kepemimpinan Presiden Jimmy Carter. Sejak saat itu, Departemen Luar Negeri AS selalu mengeluarkan evaluasi tahunan mengenai komitmen negara-negara di dunia dalam menerapkan HAM. Evaluasi tahunan itu juga menilai sejauh mana negara-negara itu memberikan toleransi kepada rakyatnya untuk menjalankan HAM. Penilaian ini kemudian menjadi landasan bagi sikap yang akan diambil AS terhadap negara-negara yang oleh Washington dianggap tidak terikat dengan prinsip-prinsip HAM. Terhadap Indonesia, misalnya, AS mengaitkan peristiwa Timor-Timur dengan bantuan militernya.
Itulah yang menjadikan kebijakan luar negeri AS yang bertumpu pada HAM bersifat diskriminatif. Dalam implementasinya, HAM sangat dipengaruhi oleh kepentingan pihak yang memiliki kekuatan. Dengan kata lain, penerapan HAM tidak terlepas dari kepentingan politis, ekonomis dan ideologis dari negara-negara yang punya kekuatan besar. Barat, khususnya AS, memanfaatkan isu HAM untuk menekan suatu negara demi kepentingannya sendiri. PBB dan badan internasional lainnya seperti IMF dan Bank Dunia acapkali dipakai AS untuk merealisasikan kepentingannya itu.
Sejak keberadaannya HAM justru digunakan sebagai alat penjajahan Barat terhadap Dunia Timur, khususnya negeri-negeri kaum Muslim. HAM yang muncul pada abad ke-21 adalah isu yang menggantikan kolonialisasi Barat terhadap negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Setelah cara penjajahan langsung tidak populer akibat meningkatnya kesadaran umat manusia, Barat menggunakan HAM untuk menjajah dalam bentuk lain. Amerika dan negara-negara kapitalis lainnya telah menjadikan HAM sebagai komoditi politik luar negerinya. Ini semua dilakukan Barat demi tuntutan kepentingannya untuk mendominasi berbagai bangsa di dunia.
Barat: Pelanggar HAM Nomor Satu
Meski gagasan dan propaganda HAM berasal dari Barat, khususnya AS, realitas sejarah justru menunjukkan bahwa Barat/AS adalah bangsa-bangsa kolonialis-imperialis yang sangat tidak menghormati dan menghargai HAM. Kenyataannya, penjajahan yang mereka lakukan telah mendatangkan bencana dan penderitaan yang sangat berat atas berbagai bangsa di dunia.
Faktanya, Amnesti Internasional (AI) menilai Amerika Serikat, misalnya, sebagai pelaku pelanggaran HAM terburuk selama 50 tahun terakhir, sejak negara adidaya itu mengeluarkan kebijakan perang terhadap terorisme dan invasinya ke Irak.
Dalam laporan tahun 2004-nya, lembaga HAM yang berbasis di London ini menyebutkan, apa yang dilakukan AS, menyerang negara lain dengan mengerahkan tentaranya, merupakan pelanggaran hak asasi, mengganggu rasa keadilan dan kebebasan dan membuat dunia menjadi tempat yang mengerikan. Invasi dan penguasaan wilayah Irak oleh otoritas yang dibentuk negara-negara koalisi, menyebabkan ribuan orang di Irak ditahan. Laporan itu juga menyebutkan, ratusan orang dari sekitar 40 negara, dipenjarakan AS tanpa proses hukum di Afganistan.
Amnesti Internasional juga memaparkan, pelanggaran HAM lainnya yang dilakukan AS, antara lain, penahanan sekitar 6.000 anak-anak migran dengan tuduhan melakukan kenakalan remaja. Anak-anak ini ditahan sampai berbulan-bulan. Di samping itu, polisi dan penjaga penjara di AS, telah menyalahgunakan senjata dan menggunakan bahan kimia terhadap para tahanannya, yang menyebabkan kasus tewasnya sejumlah tahanan di penjara AS.
Yang paling hangat, Amnesti Internasional, mengkritik AS karena berupaya mendapatkan kekebalan hukum dari pengadilan internasional bagi tentaranya yang melakukan kejahatan perang.
Selain AS, Amnesti Internasional menilai Inggris juga telah melakukan pelanggaran HAM di Irak. Ketika AS dan Inggris terobsesi dengan adanya ancaman senjata pemusnah massal, mereka sendiri telah menjadi senjata pemusnah massal yang sesungguhnya.
Laporan lembaga hak asasi manusia Amnesti Internasional ini juga menyoroti masalah pendudukan Israel di Palestina. Lembaga ini bahkan menyebut Israel sebagai penjahat perang karena tindakan brutal yang dilakukannya (Eramuslim, 19/4/2009).
Baru-baru ini, situs WikiLeaks telah merilis lebih dari 400.000 dokumen-dokumen rahasia AS tentang perang Irak dari Januari 2004 sampai Desember 2009. Bocoran dokumen itu mengungkapkan rincian terjadinya perkosaan, penyiksaan, pembunuhan warga sipil yang dilakukan dari helikopter tempur dan insiden lainnya oleh pasukan koalisi dan pasukan Irak, yang bahkan dilakukan di bawah kontrol Obama pada tahun 2009. Dokumen itu juga mengungkapkan bagaimana tentara koalisi menutup mata atas laporan tentang penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan secara ekstrajudisial oleh pemerintah boneka Irak. Pemerintah AS belakangan mengakui kepada BBC bahwa dokumen yang diterbitkan Wikileaks itu adalah dokumen yang asli.
Hanya Islam yang Memuliakan Manusia
Nilai HAM yang nisbi, yang sarat dengan masuknya kepentingan semestinya menyadarkan kita untuk kembali ke nilai-nilai yang paripurna. Itulah nilai-nilai ilahiah. Itulah nilai-nilai Islam. Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan dan kemuliaan manusia. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ
Sesungguhnya Kami telah memuliakan keturunan Adam (QS al-Isra’ [17]: 70).
Atas kemuliaan itulah Islam melindungi jiwa manusia dari ancaman sesamanya. Perlindungan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan dan memelihara eksistensi manusia. Karena itu, pembunuhan atas satu jiwa manusia pada hakikatnya sama seperti membunuh semua manusia. Balasan yang layak bagi orang yang membunuh adalah dibunuh pula Semua itu tertuang jelas di dalam al-Quran (lihat QS al-Maidah: 32, al-Baqarah 178-179).
Hak-hak lainya seperti hak memiliki dan mengusahakan harta (ekonomi), hak berpolitik, hak edukasi, dan hak primer yang lain dijamin pemenuhannya oleh Islam melalui tanggung jawab negara dalam merealisasikan kehidupan Islam.
Walhasil, semestinyalah kita kembali pada prinsip-prinsip yang bersumber dari sang Pencipta, Allah SWT. Dengan keyakinan yang penuh dan keikhlasan untuk taat terhadap risalah-Nya, penegakan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia hanya akan terwujud manakala Islam memegang tampuk kekuasaan, dan dunia berada dalam kendali kepemimpinannya. Itulah Khilafah Islamiyah. []

18 Desember 2010

Refleksi Goresan... (Bagi Diri dan Saudaranya)

Bismillahirrahmanirrahim.

Saudaraku..."Sombong adalah menolak kebenaran dan menyepelekan manusia"(HR. Muslim). Wahai saudaraku.. sampai kapankah engkau akan terus bermaksiat kepada Allah, padahal Allah telah menganugerahkan rezeki dan karunia kepadamu.? Bukankah Allah telah menciptakanmu dengan kedua tangan-Nya. Bukankah Allah telah meniupkan ruh-Nya kepadamu.? Tidakkah engkau mengetahui apa yang diperbuat-Nya terhadap orang yang menaati-Nya dan apa hukuman-Nya terhadap orang yang mendurhakai-Nya.? Tidakkah engkau malu karena ingat kepada-Nya di saat engkau susah tetapi lupa di saat enkau senang.?

Mata hatimu telah dibutakan oleh hawa nafsu. Katakanlah kepada-Nya, dengan apakah engkau melihat-Nya.? Begitulah orang yang tidak tergugah oleh nasihat.

Sampai kapankah kemalasan ini akan berlangsung.? Jika engkau bertobat atas dosamu, niscaya Allah akan memberi keselamatan. Tinggalkanlah negeri yang be-kejernihan, ke-keruhan dan bercita angan-angan.

Kau tukar hubungan dengan-Nya dengan kehinaan, padahal tidak ada yang kedua disamping-Nya(al Ahad). Apakah jawabanmu saat seluruh anggota badan menjadi saksi atas apa yang kau dengar dan kau lihat.

"Pada hari ketika diri melihat segala kebajikan yang telah dilakukannya dihadapkan, begitu juga keburukan yang telah dikerjakannya"(QS.al Imran : 30)

Wahai saudaraku.., bertobatlah kepada Allah dan tinggalkanlah kesesatanmu, semoga Allah menghilangkan penderitaanmu, menyembuhkan penyakitmu, dan mengampuni segala dosamu dengan kemurahan-Nya, dengan selalu terikat akan syari'at-Nya. dan berpegang teguh kepada kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya.

Wahai saudaraku.., hadapkanlah dirimu kepada Allah serta berpalinglah dari kesesatan dan hawa nafsu mu. Isilah sisa hidupmu dengan berbagai ketaatan dan bersabarlah dalam memerangi syahwat. Pehijrah sejati adalah orang yang meninggalkan kejahatan dan dosa.

Wahai saudaraku... kalian adalah umat terbaik yang diturunkan Allah bagi manusia, kalian adalah umat yang dimuliakan Allah dengan Islam oleh karena itu sandarkan segala sesuatu kepada apa2 yang Allah tetapkan. Dengan menjalankan syari'at-Nya secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan.

Ya Allah.., aku hamba-Mu yang lemah
Kuhampiri diri-Mu sambil mengharap yang ada pada-Mu
Kudatangi diri-Mu seraya mengeluhkan segala dosa ku pada-Mu
Karena segala sesuatu hanya layak dikeluhkan kepada-Mu ya Allah
Karena itu, karuniakanlah ampunan-Mu wahai Tuhan ku
Karna Engkau sebaik-baik tempat bersandar.
Wallahua'alam.

C. Supriadi Ats Tsauriy



11 Desember 2010

Sistem Pemerintahan Islam Berbeda dengan Sistem Pemerintahan yang Ada di Dunia Hari ini


 Sesungguhnya sistem pemerintahan Islam (Khilafah) berbeda dengan seluruh bentuk pemerintahan yang dikenal di seluruh dunia; baik dari segi asas yang mendasarinya; dari segi pemikiran, pemahaman, maqâyîs(standar), dan hukum-hukumnya untuk mengatur berbagai urusan; dari segi konstitusi dan undang-undangnya yang dilegislasi untuk diimplementasikan dan diterapkan; ataupun dari segi bentuknya yang mencerminkan Daulah Islam sekaligus yang membedakannya dari semua bentuk pemerintahan yang ada di dunia ini. Hal ini karena:

Sistem pemerintahan Islam bukan sistem kerajaan. Islam tidak mengakui sistem kerajaan. Sistem pemerintahan Islam juga tidak menyerupai sistem kerajaan. Hal itu karena dalam sistem kerajaan, seorang anak (putra mahkota) menjadi raja karena pewarisan; umat tidak ada hubungannya dengan pengangkatan raja. Adapun dalam sistem Khilafah tidak ada pewarisan. Akan tetapi, baiat dari umatlah yang menjadi metode untuk mengangkat khalifah.
Sistem kerajaan juga memberikan keistimewaan dan hak-hak khusus kepada raja yang tidak dimiliki oleh seorang pun dari individu rakyat. Hal itu menjadikan raja berada di atas undang-undang dan menjadikannya simbol bagi rakyat, yakni ia menjabat sebagai raja tetapi tidak memerintah, seperti yang ada dalam beberapa sistem kerajaan; atau ia menduduki jabatan raja sekaligus memerintah untuk  mengatur negeri dan penduduknya sesuai dengan keinginan dan kehendak hawa nafsunya, sebagaimana yang ada dalam beberapa sistem kerajaan yang lain. Raja tetap tidak tersentuh hukum meskipun ia berbuat buruk atau zalim. Sebaliknya, dalam sistem Khilafah, Khalifah tidak diberi kekhususan dengan keistimewaan yang menjadikannya berada di atas rakyat sebagaimana seorang raja.  Khalifah juga tidak diberi kekhususan dengan hak-hak khusus yang mengistimewakannya—di hadapan pengadilan—dari individu-individu umat.
Khalifah juga bukanlah simbol umat dalam pengertian seperti raja dalam sistem kerajaan. Akan tetapi, Khalifah merupakan wakil umat dalam menjalankan pemerintahan dan kekuasaan. Ia dipilih dan dibaiat oleh umat untuk menerapkan hukum-hukum syariah atas mereka. Khalifah terikat dengan hukum-hukum syariah dalam seluruh tindakan, kebijakan, keputusan hukum, serta pengaturannya atas urusan-urusan dan kemaslahatan umat.
Sistem pemerintahan Islam juga bukan merupakan sistem imperium (kekaisaran).  Sebab, sesungguhnya sistem imperium itu sangat jauh dari Islam. Berbagai wilayah yang diperintah oleh Islam—meskipun penduduknya berbeda-beda suku dan warna kulitnya, yang semuanya kembali ke satu pusat—tidak diperintah dengan sistem imperium, tetapi dengan sistem yang bertentangan dengan sistem imperium. Sebab, sistem imperium tidak menyamakan pemerintahan di antara suku-suku di wilayah-wilayah dalam imperium. Akan tetapi, sistem imperium memberikan keistimewaan kepada pemerintahan pusat imperium; baik dalam hal pemerintahan, harta, maupun perekonomian.
Metode Islam dalam memerintah adalah menyamakan seluruh orang yang diperintah di seluruh wilayah negara. Islam menolak berbagai sentimen primordial (‘ashbiyât al-jinsiyyah). Islam memberikan berbagai hak pelayanan dan kewajiban-kewajiban kepada non-Muslim yang memiliki kewarganegaraan sesuai dengan hukum syariah. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum Muslim secara adil. Bahkan lebih dari itu, Islam tidak menetapkan bagi seorang pun di antara rakyat di hadapan pengadilan—apapun mazhabnya—sejumlah hak istimewa yang tidak diberikan kepada orang lain, meskipun ia seorang Muslim. Sistem pemerintahan Islam, dengan adanya kesetaraan ini, jelas berbeda dari imperium.
Dengan sistem demikian, Islam tidak menjadikan berbagai wilayah kekuasaan dalam negara sebagai wilayah jajahan, bukan sebagai wilayah yang dieksploitasi, dan bukan pula sebagai “tambang” yang dikuras untuk kepentingan pusat saja. Akan tetapi, Islam menjadikan semua wilayah kekuasaan negara sebagai satu-kesatuan meskipun jaraknya saling berjauhan dan penduduknya berbeda-beda suku. Semua wilayah dianggap sebagai bagian integral dari tubuh negara.  Seluruh penduduk wilayah memiliki hak seperti penduduk pusat atau wilayah lainnya. Islam menetapkan kekuasaan, sistem, dan peraturan pemerintahan adalah satu untuk semua wilayah.
Sistem pemerintahan Islam bukan sistem federasi. Dalam sistem federasi, wilayah-wilayah negara terpisah satu sama lain dengan memiliki kemerdekaan sendiri, dan mereka dipersatukan dalam masalah pemerintahan (hukum) yang bersifat umum. Sistem pemerintahan Islam adalah sistem kesatuan. Dalam sistem pemerintahan Islam, Marokes di barat dan Khurasan di timur dinilai sebagaimana Propinsi al-Fiyum jika ibukota negaranya di Kairo. Keuangan seluruh wilayah (propinsi) dianggap sebagai satu-kesatuan dan APBN-nya juga satu, yang dibelanjakan untuk kemaslahatan seluruh rakyat tanpa memandang propinsinya. Seandainya suatu propinsi pemasukannya tidak mencukupi kebutuhannya, maka propinsi itu dibiayai sesuai dengan kebutuhannya, bukan menurut pemasukannya. Seandainya pemasukan suatu propinsi tidak mencukupi kebutuhannya maka hal itu tidak diperhatikan, tetapi akan dikeluarkan biaya dari APBN sesuai dengan kebutuhan propinsi itu, baik pemasukannya mencukupi kebutuhannya ataupun tidak.
Sistem pemerintahan Islam bukan sistem republik. Sistem republik pertama kali tumbuh sebagai reaksi praktis terhadap penindasan sistem kerajaan (monarki). Sebabnya, raja memiliki kedaulatan dan kekuasaan sehingga ia memerintah dan bertindak atas negeri dan penduduk sesuai dengan kehendak dan keinginannya. Rajalah yang menetapkan undang-undang menurut keinginannya. Lalu datanglah sistem republik, kemudian kedaulatan dan kekuasaan dipindahkan kepada rakyat dalam apa yang disebut dengan demokrasi. Rakyatlah yang kemudian membuat undang-undang; yang  menetapkan halal dan haram, terpuji dan tercela. Lalu pemerintahan berada di tangan presiden dan para menterinya dalam sistem republik presidentil dan di tangan kabinet dalam sistem republik parlementer. (Contohnya—menyangkut pemerintahan di tangan kabinet—ada di dalam sistem monarki yang kekuasaan pemerintahannya dicabut dari tangan raja;  ia hanya menjadi simbol: ia menjabat raja, tetapi tidak memerintah).
Adapun dalam Islam, kewenangan untuk melakukan legislasi (menetapkan hukum) tidak di tangan rakyat, tetapi ada pada Allah. Tidak seorang pun selain Allah dibenarkan menentukan halal dan haram.  Dalam Islam, menjadikan kewenangan untuk membuat hukum berada di tangan manusia merupakan kejahatan besar.  Allah SWT berfirman:

Mereka telah menjadikan para pembesar mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. (QS at-Taubah [9]: 31).

Ketika turun ayat di atas, Rasulullah saw. menjelaskan bahwa sesungguhnya para pembesar dan para rahib telah membuat hukum, karena mereka telah menetapkan status halal dan haram bagi masyarakat, lalu mayarakat menaati mereka. Sikap demikian dianggap sama dengan menjadikan para pembesar dan para rahib itu sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Demikian sebagaimana dijelaskan Rasulullah saw. ketika menjelaskan maksud ayat tersebut. Penjelasan Rasul mengenai maksud ayat tersebut menunjukkan betapa besarnya kejahatan orang yang menetapkan halal dan haram selain Allah.  Imam at-Tirmidzi telah mengeluarkan hadis dari jalan Adi bin Hatim yang  berkata: 

Aku pernah datang kepada Nabi saw., sementara di leherku bergantung salib yang terbuat dari emas.  Nabi saw. lalu bersabda, “Wahai Adi, campakkan berhala itu dari tubuhmu!” Aku lalu mendengar Beliau membaca al-Quran surat at-Taubah ayat 31 (yang artinya):  Mereka menjadikan para pembesar dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah.  Nabi saw. kemudian bersabda, “Benar, mereka tidak menyembah para pembesar dan para rahib itu. Akan tetapi, ketika para pembesar dan para rahib itu menghalalkan sesuatu bagi mereka,  mereka pun menghalalkannya, dan jika para pembesar dan para rahib itu mengharamkan sesuatu, mereka pun mengharamkannya.” (HR at-Tirmidzi).

Pemerintahan dalam Islam juga tidak dengan metode kabinet, yang mana setiap departemen memiliki kekuasaan, wewenang, dan anggaran yang terpisah satu sama lain; ada yang lebih banyak dan ada yang lebih sedikit.  Keuntungan satu departemen tidak akan ditransfer ke departemen lain kecuali dengan mekanisme yang panjang. Hal ini mengakibatkan banyaknya hambatan untuk mengatasi berbagai kepentingan rakyat, karena banyaknya intervensi dari beberapa departemen hanya untuk mengurus satu kemaslahatan rakyat saja. Padahal seharusnya berbagai kemaslahatan rakyat itu dapat ditangani oleh satu struktur administrasi saja.

Dalam sistem republik, pemerintahan didistribusikan di antara departemen yang disatukan dalam kabinet yang memegang kekuasaan secara kolektif. Dalam Islam tidak terdapat departemen yang memiliki kekuasaan pemerintahan secara keseluruhan (menurut bentuk demokrasi). Akan tetapi, Khalifah dibaiat oleh umat untuk memerintah mereka menurut Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Khalifah berhak menunjuk para mu‘âwin (wazîr tafwîdh) untuk membantunya mengemban tanggung jawab kekhilafahan. Mereka adalah para wazîr—dalam makna bahasa—yaitu para pembantu (mu‘âwin) Khalifah dalam masalah-masalah yang ditentukan oleh Khalifah.
Sistem pemerintahan Islam bukan sistem demokrasi menurut pengertian hakiki demokrasi ini, baik dari segi bahwa kekuasaan membuat hukum—menetapkan halal dan haram, terpuji dan tercela—ada di tangan rakyat maupun dari segi tidak adanya keterikatan dengan hukum-hukum syariah dengan dalih kebebasan. Orang-orang kafir memahami betul bahwa kaum Muslim tidak akan pernah menerima demokrasi dengan pengertiannya yang hakiki itu. Oleh karena itu, negara-negara kafir penjajah (khususnya AS saat ini) berusaha memasarkan demokrasi di negeri-negeri kaum Muslim. Mereka berupaya memasukkan demokrasi itu ke tengah-tengah kaum Muslim melalui upaya penyesatan (tadhlîl), bahwa demokrasi merupakan alat untuk memilih penguasa.
Anda bisa melihat, mereka mampu menghancurkan perasaan kaum Muslim dengan seruan demokrasi itu, dengan memfokuskan pada seruan demokrasi sebagai pemilihan penguasa. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran yang menyesatkan kepada kaum Muslim, yakni seakan-akan perkara yang paling mendasar dalam demokrasi adalah pemilihan penguasa.  Karena negeri-negeri kaum Muslim saat ini sedang ditimpa penindasan, kezaliman, pembungkaman, dan tindakan represif penguasa diktator, baik mereka berada dalam sistem yang disebut kerajaan ataupun republlik; sekali lagi kami katakan, karena negeri-negeri Islam mengalami semua kesengsaraan tersebut maka kaum kafir dengan mudah memasarkan demokrasi di negeri-negeri kaum Muslim sebagai aktivitas memilih penguasa.
Mereka berupaya menutupi dan melipat bagian mendasar dari demokrasi itu sendiri, yaitu tindakan menjadikan kewenangan membuat hukum serta menetapkan halal dan haram berada di tangan manusia, bukan di tangan Tuhan manusia. Bahkan sebagian aktivis Islam, termasuk di antaranya adalah para syaikh (guru besar), mengambil tipuan itu; baik dengan niat yang baik maupun buruk. Jika Anda bertanya kepada mereka tentang demokrasi, mereka menjawab bahwa demokrasi hukumnya boleh dengan anggapan, demokrasi adalah memilih penguasa. Adapun mereka yang memiliki niat buruk berupaya menutupi, melipat, dan menjauhkan pengertian hakiki demokrasi sebagaimana yang ditetapkan oleh penggagas demokrasi itu sendiri.
Menurut mereka, demokrasi bermakna: kedaulatan ada di tangan rakyat—yang berwenang membuat  hukum sesuai dengan kehendak mereka berdasarkan suara mayoritas, menghalalkan dan mengharamkan, serta menetapkan status terpuji dan tercela; individu memiliki kebebasan dalam segala perilakunya—bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya, bebas meminum khamr, berzina, murtad, serta mencela dan mencaci hal-hal yang disucikan dengan dalih demokrasi dan kebebasan individual. Inilah hakikat demokrasi. Inilah realita, makna, dan pengertian demokrasi. Lalu bagaimana bisa seorang Muslim yang mengimani Islam mengatakan bahwa demokrasi hukumnya boleh atau bahwa demokrasi itu berasal dari Islam?
Adapun masalah umat memilih penguasa atau memilih Khalifah, hal itu merupakan perkara yang telah dinyatakan di dalam nash-nash syariah. Kedaulatan di dalam Islam ada di tangan syariah. Akan tetapi, baiat dari rakyat kepada Khalifah merupakan syarat mendasar agar seseorang menjadi khalifah. Sungguh, pemilihan Khalifah telah dilaksanakan secara praktis di dalam Islam pada saat seluruh dunia masih hidup di bawah kegelapan, kediktatoran, dan kezaliman para raja. 
Siapa yang mendalami tatacara pemilihan Khulafaur Rasyidin—Abu Bakar, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib; semoga Allah meridhai mereka—maka ia akan dapat melihat dengan jelas bagaimana dulu telah sempurnanya pembaiatan kepada para khalifah itu oleh ahl al-halli wa al-‘aqdi dan para wakil kaum Muslim.
Dengan baiat itu, masing-masing dari mereka menjadi khalifah yang ditaati oleh kaum Muslim. Abdurrahman bin Auf, yang kala itu telah diangkat menjadi wakil atas sepengetahuan pendapat mereka yang menjadi representasi kaum Muslim (mereka adalah penduduk Madinah), telah berkeliling di tengah-tengah mereka; ia bertanya kapada si anu dan si anu, mendatangi rumah ini dan itu, serta menanyai laki-laki dan perempuan untuk melihat siapa di antara para calon khalifah yang ada, yang mereka pilih untuk menduduki jabatan khalifah. Pada akhirnya, pendapat orang-orang mantap ditujukan kepada Utsman bin Affan, lalu dilangsungkanlah baiat secara sempurna kepadanya.
Ringkasnya, sesungguhnya demokrasi adalah sistem kufur; bukan karena demokrasi mengatakan tentang pemilihan penguasa, dan hal itu juga bukan menjadi masalah mendasar, tetapi karena perkara mendasar dalam demokrasi adalah menjadikan kewenangan untuk membuat hukum berada di tangan manusia,  bukan pada Allah, Tuhan alam semesta.  Padahal Allah SWT berfirman:

Menetapkan hukum itu hanyalah milik Allah. (QS Yusuf [10]: 40).  

Demi Tuhanmu, mereka hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerimanya dengan sepenuhnya. (QS an-Nisa’ [4]: 65).

Terdapat banyak dalil (selain ayat-ayat di atas, ed.) yang saling mendukung, yang sudah diketahui bersama, yang menyatakan bahwa kewenangan menetapkan hukum adalah milik Allah SWT.

Apalagi demokrasi juga menetapkan kebebasan pribadi (personal freedom), yang menjadikan laki-laki dan perempuan bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan tanpa memperhatikan halal dan haram. Demokrasi juga menetapkan kebebasan beragama (freedom of religion), di antaranya berupa kebebasan untuk murtad dan gonta-ganti agama tanpa ikatan.  Demokrasi juga menetapkan kebebasan kepemilikan (freedom of ownership), yang menjadikan pihak yang kuat mengeksploitasi pihak yang lemah dengan berbagai sarana sehingga yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Demokrasi pun menetapkan kebebasan berpendapat (freedom of opinion), bukan kebebasan dalam mengatakan yang haq, tetapi kebebasan dalam mengatakan hal-hal yang menentang berbagai kesucian yang ada di tengah-tengah umat. Bahkan mereka menganggap orang-orang yang berani menyerang Islam di bawah slogan kebebasan berpendapat sebagai bagian dari para pakar opini yang sering disebut sebagai para pahlawan.
Atas dasar ini, sistem pemerintahan Islam (Khilafah) bukan sistem kerajaan, bukan imperium, bukan federasi, bukan republik, dan bukan pula sistem demokrasi sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya. 
Sumber : Strutkur Daulah Khilafah

Sesama Penjajah Harus Saling Dukung, AS Kucurkan Dana bagi Israel

Seperti janji Obama pada kampanye di sebelum pemilihannya bahwa ikatan antara Israel dan Amerika Serikat tak dapat dipecahkan. Komitmen negara yang mengklaim pembela Hak Asasi Manusia dan kebebasan sanga jelas untuk membantu penjajahan Israel atas Palestina. Baru-baru ini, DPR Amerika Serikat menyetujui lebih dari 200 juta dolar untuk membantu Israel menggelar sistem anti rudal jarak pendek yang mereka namakan "Iron Dome".
Dana itu dimasukkan dalam cakupan rancangan undang-undang pengeluaran pemerintah, meliputi pengeluaran pada tahun anggaran yang dimulai tanggal 1 Oktober yang disahkan DPR dengan persetujuan suara 212-206 dan kini diteruskan kepada pimpinan Senat, sebagaimana dikutip dari AFP.

"Ini hanya contoh terbaru yang muncul ke pertahanan, militer, dan kerja sama intelijen, dan bahwa hubungan antara AS dan Israel tidak pernah kuat," kata Perwakilan Demokrat Steve Rothman.

Israel menyelesaikan serangkaian tes pada Januari mengenai sistem Iron Domenya, yang dirancang untuk mencegat roket jarak pendek dan peluru artileri yang ditembakkan ke Israel oleh Hamas dan Hizbullah.

Tahap selanjutnya adalah untuk mengintegrasikan sistem itu ke militer. Israel berharap Iron Dome akan membantu melawan serangan roket dari Hamas, yang memerintah Jalur Gaza dan juga dari Lebanon.

Para gerilyawan Palestina menembakkan ribuan roket rakitan ke wilayah Israel selatan, yang memicu serangan menghancurkan Israel pada Hamas di Gaza pada 27 Desember 2008.

Kelompok gerilyawan Hizbullah Libanon juga menembakkan sekitar 4.000 roket ke utara Israel selama perang 2006 dengan Israel.

Kelompok ini diyakini memiliki gudang yang menampung sekitar 40.000 roket.

"Dana ini mengirimkan pesan kuat, baik kepada musuh maupun sekutu kita, dengan menyediakan lebih banyak jumlah dolar ketimbang sebelumnya terhadap program pertahanan roket dan rudal itu," kata Rothman, pendukung utama pendanaan tersebut.
Ibara pepatah, sesama penjajah harus saling dukung, itulah gambaran ikatan kuat AS dan Israel sebagai negara penjajah di abad ini yang telah mengeruk kekayaan dunia Muslim. Sampai kapan? Hanya Khilafah sebuah superstate masa depan yang akan membebaskan negeri kaum Muslim dari cengkraman penjajah. Insya Allah, tidak akan lama lagi! [m/ant/syabab.com]

10 Desember 2010

Dalam Pertarungan Anatara Amerika dan Cina di Korea, Dimanakah Indonesia?

Ketegangan makin meningkat antara Korea Utara dan Korea Selatan setelah Korea Utara menembakkan artilerinya ke beberapa daerah di Korea Selatan pada hari Selasa, 23/11/2010 lalu. Cina menuduh bahwa Amerika Serikat dan Korea Selatanlah yang memicu ketegangan tersebut setelah keduanya memutuskan untuk melakukan latihan militer gabungan di Laut Kuning. Sementara itu, Cina diam saja terhadap apa yang dilakukan oleh Korea Utara. Ketegangan tersebut terjadi satu tahun setelah Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat meluncurkan hubungan antara AS dan Cina dengan disertai jaminan strategis untuk para antek Amerika di Asia, dan setelah AS melakukan berbagai upaya untuk menjaga hubungan tersebut.
Kompas.com tanggal 29/11/2010 melansir sebuah analisis, bahwa ketegangan di Semenanjung Korea bukanlah antara Korea Utara dan Korea Selatan, melainkan antara Amerika dan Cina. Hal itu karena beberapa alasan. Pertama: sebelumnya Presiden AS, Obama, telah menuntut Cina agar menekan (baca: menaikkan) nilai mata uangnya, Yuan (terhadap dolar). Akan tetapi, Cina dengan keras menolak tuntutan tersebut dengan alasan bahwa masalah tersebut bukan masalah Cina, melainkan masalah dalam negeri Amerika. Akibatnya, neraca perdagangan Amerika mengalami defisit terhadap Cina. Amerika lalu mengubah perlakuannya menjadi perlakuan bersahabat, jauh dari perlakuan agresif. Akan tetapi, Cina tidak mengubah sikapnya, bahkan tetap bersikeras dengan kebijakannya.
Kedua: Karena itu, Amerika lalu mencetak uang ratusan juta dolar untuk menekan (menaikkan) kurs mata uang Cina, Yuan (terhadap dolar). Amerika berhasil menekannya, tetapi Amerika menghadapi masalah inflasi keuangan di dalam negerinya sendiri dan perekonomiannya bertambah lemah.
Ketiga: Cina bertambah kuat dalam menghadapi Amerika. Atas dasar itu, Obama menyatakan, “Amerika menghadapi ambisi-ambisi Cina bukan hanya secara regional.”
Di sini ada pertanyaan: Lalu di mana posisi Indonesia di dalam permasalahan ini? Apakah Indonesia bersama Amerika atau Cina? Ataukah Indonesia mengambil sikap netral, terutama setelah Amerika Serikat mengikat perjanjian dengan Pemerintah Indonesia dalam apa yang disebut dengan “Kemitraan Komprehensif”?
Benar, krisis ini diinginkan Amerika untuk memukul Cina ketika Cina menolak keinginan Amerika. Amerika ingin menarik Cina ke medan Perang Korea. Kemudian Amerika hendak memukul Cina dengan dukungan sekutu dan antek-anteknya. Alasannya, karena Cina telah mengancam keamanan kawasan dan regional. Amerika telah memobilisasi negara-negara Asia untuk mengepung Cina. Ini tentu saja bukan permasalahan Indonesia. Karena itu, Indonesia wajib tidak berdiri di sisi Amerika ataupun Cina, betapapun upaya Amerika atau Cina untuk menarik Indonesia di sisi masing-masing di antara keduanya. Sebab, berada di sisi Cina ataupun Amerika tidak akan memberikan manfaat bagi Indonesia, baik sekarang ataupun pada masa depan. Indonesia yang merupakan negeri kaum Muslim terbesar di dunia harus menjadi kekuatan yang mandiri, memiliki kehendak yang independen, dan Indonesia memiliki potensi untuk itu.
Akan tetapi, Indonesia tidak mungkin menjadi negara yang kuat dan mandiri kecuali jika bersandar kepada umatnya dalam akidah dan sistemnya, yaitu akidah Islam dan sistem yang terpancar darinya. Indonesia harus menjadi sebuah negara Khilafah yang berjalan menurut manhaj Kenabian. Kemuliaan bukanlah di sisi Amerika atau Cina. Kemuliaan itu hanya ada di tangan Allah SWT:
وَلِلَّـهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَـٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada Mengetahui. (QS. Al-Munafiqun [63]:8)
Wahai kaum Muslim:
Benar, kita harus bersandar kepada diri kita dan kekuatan kita sendiri setelah kita bersandar kepada Allah SWT. Ini adalah kesempatan emas bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kewajiban mereka, yaitu berjuang untuk menegakkan Khilafah. Jika tidak maka Anda semua akan tetap bagaikan buih yang diombang-ambingkan oleh arus lautan. Khilafahlah yang akan menjadikan Indonesia menjadi negara yang kuat dan independen. Khilafahlah yang akan membebaskan Indonesia dan kaum Muslim dari kontrol Amerika, Cina dan kebrutalan mereka serta kerusakan dan perusakan mereka terhadap negeri dan penduduknya. Khilafah akan memimpin dunia di bawah satu panji: Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh. Khilafahlah yang akan mempersatukan negeri-negeri kaum Muslim dan tentara mereka untuk menghadapi Amerika dan Cina serta negara-negara kafir lainnya.
Wahai Kaum Muslim,
Wahai Ahlul Quwah!
Ini adalah kesempatan bagi Anda untuk membebaskan negeri Anda dan kekayaan Anda semua dari rampasan negara-negara penjajah, dengan berjuang untuk melanjutkan kembali kehidupan islami melalui tegaknya Khilafah, bersama orang-orang yang ikhlas di tengah-tengah generasi umat ini.
27 Dzul Hijjah 1431 H
03 Desember 2010 M
Hizbut Tahrir Indonesia

AMERIKA DI BALIK KONFLIK “DUA KOREA”

Iran pernah berkonflik bertahun-tahun dengan Irak. Irak pernah menyerang Kuwait. Iran sering bersitegang dengan Israel. Israel puluhan kali menyerang Gaza. Roket-roket dan pesawat tempur Israel pernah membombardir basis Hizbullah di Lebanon. Masalah Israel-Palestina sudah puluhan tahun tidak pernah selesai. Itulah beberapa konflik yang terjadi di Timur Tengah.
Di Asia Timur, Cina mengarahkan banyak rudalnya ke Taiwan. Korea Utara sering bersitegang dengan Korea Selatan. Akhir-akhir ini, konflik “Dua Korea” itu bahkan sampai pada tingkat mengkhawatirkan.
Itulah segelintir konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia. Pertanyaannya: Mengapa semua itu terjadi? Apakah semua itu cuma kebetulan?
Peran Amerika
Memang, tidak semua konflik di berbagai negara adalah karena faktor Amerika Serikat. Namun, harus dikatakan, bahwa Amerika Serikat banyak memicu terjadinya konflik di seluruh dunia, termasuk konflik Korea Utara dan Selatan. Bahkan Amerika Serikat menjadikan konflik antarnegara sebagai strategi baru untuk menguasai dunia setelah era Kolonialisme berakhir.
Dapat dikatakan bahwa ragam konflik di berbagai wilayah dunia sangat menguntungkan Barat, khususnya Amerika Serikat, dalam upayanya untuk terus menguasai dunia, terutama kekuatan-kekuatan yang dianggap dapat mengganggu kemapanan mereka. Dalam konteks konflik Korea Utara dan Selatan, Amerika sesungguhnya ingin memancing Cina. Dengan memancing Cina masuk dalam konflik “Dua Korea” ini, jelas AS bisa secara tidak langsung melemahkan Cina yang saat ini amat kuat secara ekonomi dan kekuatan ekonominya itu tengah mengancam AS.
Sebagaimana kita ketahui, Cina berada di Asia Timur bersama Korea (Selatan dan Utara) dan Jepang. Wilayah Asia Timur ini dianggap memiliki potensi yang mampu menyaingi hegemoni Barat di dunia, yaitu penguasaan teknologi dan jumlah penduduknya. Jepang dan Korea selama ini dikenal sebagai dua negara ras kuning yang memiliki dan menguasai teknologi tinggi. Adapun Cina adalah penyumbang terbesar penghuni bumi dengan sekitar 2 miliar penduduknya. Akhir-akhir ini, Cina bahkan mengalahkan Jepang dari sisi ekonomi, selain juga penguasaan teknologinya. Selain itu, dari sisi ideologi, Cina yang komunis jelas berseberangan dengan Amerika yang kapitalis.
Karena itu, untuk melemahkan Cina, strategi konflik juga diterapkan Amerika Serikat di kawasan Asia Timur ini. Langkahnya adalah dengan membantu kekuatan militer Taiwan dalam upaya negara pulau tersebut menangkal kemungkinan serangan militer Cina yang menganggap negara ini provinsinya yang membangkang. Langkah yang sama juga diterapkan dengan membantu militer Korea Selatan dalam mengantisipasi kemungkinan serangan nuklir tetangganya, Korea Utara. Saat ini Amerika Serikat memiliki setidaknya dua pangkalan militernya di Asia Timur, yaitu di Okinawa Jepang sebagai bagian perjanjian di Perang Dunia Kedua dan di Korea Selatan.
Dengan kekuatan nuklir yang disinyalir dimiliki Korea Utara dan Cina, maka negara-negara tetangganya tentu menjadi sangat kuatir. Karena ketidakseimbangan kekuatan militer di kawasan ini, maka bantuan militer Barat menjadi sangat dibutuhkan. Akibatnya, hingga saat ini Korea Selatan, Jepang dan Taiwan sangat bergantung pada bantuan militer Barat, utamanya Amerika Serikat. Kondisi ini tentu menguntungkan Barat yang ingin tetap menguasai dunia dengan menempatkan beragam kekuatannya di berbagai belahan dunia, apalagi di kawasan-kawasan yang dapat menjadi ancaman kemapanannya.
Walhasil, konflik di berbagai wilayah di muka bumi ini terbukti menguntungkan Barat, khususnya Amerika Serikat. Konflik tentu membuat beragam kekuatan tidak bersatu. Sebaliknya, Barat dan AS dengan visi dan misi kapitalistiknya terus memelihara kondisi ini agar terus dapat menguasai dunia.
Posisi Indonesia
Indonesia tentu harus belajar dari berbagai konflik tersebut. Indonesia tidak boleh terjebak dalam konflik-konflik dunia. Apalagi jika konflik-konflik tersebut secara sengaja diciptakan oleh negara-negara besar kapitalis-imperialis, seperti Amerika Serikat. Karena itu, dalam konteks konflik Korea Utara dan Selatan pun, Indonesia harus bersikap waspada. Indonesia tidak boleh terlibat jauh dalam konflik kedua negara tersebut, yang sebetulnya hanya menguntungkan negara-negara kapitalis, khususnya Amerika Serikat.
Sebaliknya, Indonesia harus menjadi negara yang mandiri. Indonesia sesungguhnya adalah sebuah negara besar. Jumlah penduduknya merupakan mayoritas Muslim terbesar di dunia. Sumberdaya alamnya melimpah-ruah. Posisi geopolitik Indonesia di Asia Tenggara juga sangat strategis. Karena itu, Indonesia sesungguhnya bukan hanya mampu mandiri, bahkan berpotensi menjadi negara adidaya. Hanya saja, hal itu hanya akan terjadi jika Indonesia menjadi negara Khilafah Islamiyah, yang hanya bersandar pada ideologi Islam dengan mengatur seluruh urusannya-urusan ekonomi, politik, hubungan internasional, hukum, peradilan, pemerintahan, pendidikan, sosial, budaya dan keamanannya-dengan syariah Islam. []

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites