Saat kita merayakan Idul Adha, ingatan kita pasti melayang pada kisah Nabi Ibrahim as., yang Allah SWT perintahkan untuk menyembelih putra kesayangannya, Nabi Ismail as. Kisah ini telah begitu lekat di dalam benak kita serta selalu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang beriman dan berserah diri. Allah SWT telah mengabadikan kisah kedua kekasih-Nya ini di dalam al-Quran:
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ ﴿١٠١﴾ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّـهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾
Kami lalu memberikan kabar gembira kepada Ibrahim dengan (kelahiran) seorang anak yang amat sabar. Tatkala anak itu sampai pada umur sanggup bekerja dengan Ibrahim, Ibrahim berkata, “Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Karena itu, pikirkanlah apa pendapatmu!” Ismail menjawab, “Ayah, lakukanlah apa pun yang Allah perintahkan kepada engkau, insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS ash-Shaffat [37]: 101-102).
Kisah ini setidaknya menggambarkan dua hal: ketaatan dan pengorbanan. Pertama: terkait ketaatan, kisah ini tegas mengajari kita agar kita selalu menaati semua perintah Allah SWT, meskipun untuk itu kita mesti mengorbankan sesuatu yang paling kita cintai, sebagaimana yang ditunjukkan Ibrahim as. dan Ismail as. Apalagi Allah SWT telah berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٦٥﴾
Demi Tuhanmu, mereka tidaklah beriman hingga menjadikan engkau hakim dalam perkara apa saja yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (QS an-Nisa’ [4]: 65).
Allah SWT juga berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّـهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّـهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾
Tidaklah patut bagi Mukmin laki-laki maupun perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan lain tentang urusan mereka (QS al-Ahzab [33]: 36).
Kedua ayat ini menjelaskan dengan sangat gamblang, bahwa kita wajib menaati semua ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Kita pun wajib melaksanakan semua hukum Allah dengan hati tunduk dan pasrah. Sebaliknya, kita wajib menolak semua keyakinan/ideologi dan hukum yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam seperti sosialisme, komunisme, sekularisme, liberalisme, pluralisme, demokrasi, dan lain sebagainya.
Kedua: lebih dari sekadar taat, kisah Ibrahim as. dan Ismail as. juga telah mengajari kita untuk mengorbankan apa saja yang kita miliki dan cintai sebagai bukti kepasrahan kita kepada Allah SWT. Apalagi Allah SWT telah menyuruh kita untuk menempatkan cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya di atas kecintaan kita kepada yang lain, bahkan di atas kecintaan kita kepada diri kita sendiri. Allah SWT berfirman:
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّـهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّـهُ بِأَمْرِهِ
Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, karib kerabatmu kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-NYA.” (QS at-Taubah [9]: 24).
Sayang, kisah ketaatan dan pengorbanan Nabiyullah Ibrahim as. dan Ismail as. ini sekadar dibaca, namun belum dijadikan ibrah oleh sebagian besar umat Islam. Memang, tiap tahun mereka merayakan Idul Adha serta mengenang kisah ketaatan dan pengorbanan dua hamba Allah ini. Namun, kisah kedua kekasih Allah ini belum menyalakan keimanan dan ketundukan mereka secara total pada syariah Islam. Mereka justru tetap berhukum pada aturan-aturan sekular yang kufur seraya meminggirkan hukum-hukum Allah SWT dari kehidupan mereka. Bahkan sebagian mereka, khususnya para penguasa mereka, berusaha dengan keras menolak dan memusuhi syariah Islam. Jika demikian, dimana mereka meletakkan kisah ketaatan dan pengorbanan Ibrahim as. dan Ismail as.?
Lebih dari itu, Allah SWT telah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّىٰ يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak pula mereka masuk surga hingga unta masuk ke lubang jarum (QS al-A’raf [7]: 40).
Tidak hanya itu, ada pula sekelompok orang yang mengaku dirinya pengusung gagasan liberal, yang dengan terang-terangan dan tanpa malu berusaha dengan keras menjajakan pemikiran dan gagasan kufur yang ditujukan untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslim. Dengan dalih demokrasi, HAM dan liberalisme, mereka berupaya menundukkan al-Quran dan as-Sunnah di bawah kepentingan-kepentingan jahat mereka. Sesungguhnya seluruh pemikiran dan gagasan liberal tidak beranjak dari sudut pandang Islam, tetapi beranjak dari HAM, demokrasi dan liberalisme. Namun, agar ide-ide sesat mereka diterima dan disambut oleh kaum Muslim, mereka membungkusnya dengan label pemikiran Islam. Mereka ini sesungguhnya hanya diperalat oleh orang-orang kafir untuk memadamkan cahaya Allah. Allah SWT berfirman:
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّـهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّـهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ﴿٨﴾
Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut (tipudaya) mereka, tetapi Allah justru menyempurnakan cahaya-Nya walau orang-orang kafir membencinya (QS Ash Shaff [61]: 8).
Di sisi lain, para penguasa di negeri-negeri Islam, termasuk di negeri ini, malah menjadi penjaga setia sistem kufur. Mereka bahkan memaksa anak-anak kaum Muslim untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum kufur itu. Bahkan dengan dalih menjaga konstitusi negara, mereka terus menghalang-halangi setiap usaha yang ditujukan untuk menerapkan syariah Islam secara total di negeri-negeri kaum Muslim. Sebaliknya, mereka bahkan terus memproduksi UU yang berlawanan dengan akidah dan syariah Allah SWT. Lahirlah di negeri ini UU KDRT, UU Migas, UU SDA Air, UU Penanaman Modal, UU Energi, UU Minerba, UU Pendidikan, UU Kesehatan, dan sebagainya, yang jelas-jelas merugikan rakyat dan kaum Muslim. Padahal sebagian besar penguasa maupun anggota perwakilan rakyat adalah anak-anak kaum Muslim. Namun, mengapa mereka justru menjadi orang pertama yang menolak setiap bentuk formalisasi syariah Islam dalam tatanan masyarakat dan negara? Mengapa mereka malah bersekongkol dengan orang-orang kafir untuk membuat aturan-aturan yang sejatinya tidak berpihak kepada Islam dan kaum Muslim?
Penerapan sistem kufur ini telah berdampak luas bagi masyarakat dan kaum Muslim. Kesyirikan dan kemaksiatan marak di tengah-tengah masyarakat. Perzinaan, pembunuhan, pemakaian narkoba, mabuk-mabukkan, pencurian dan korupsi semakin merajalela. Kemaksiatan semacam perzinaan dan perselingkuhan malah disebarluaskan tanpa ada rasa malu lagi. Seks bebas bahkan difasilitasi dengan ATM kondom agar aman dari penyakit AIDS.
Sungguh aneh dan ironis sekali, tindakan yang mendorong terjadinya perzinaan dan seks bebas justru dilegalkan dan diberi kemudahan-kemudahan, sementara pernikahan dini dan poligami yang halal justru dihujat dan dianggap sebagai penindasan terhadap kaum wanita.
Sesungguhnya, kita yakin seyakin-yakinnya, bahwa satu-satunya solusi untuk menyelesaikan berbagai persoalan kaum Muslim seperti terpapar di atas adalah dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam wilayah individu, masyarakat dan negara. Sebaliknya, tatkala hukum-hukum kufur diterapkan di tengah-tengah masyarakat, kita akan terus bergelimang dalam kemaksiatan, kemunduran dan keterbelakagan. Oleh karena itu, sebagai wujud ketaatan kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, kita harus berjuang untuk menegakkan kembali syariah Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah. Sungguh, hanya dengan cara ini saja umat Islam bisa terbebas dari persoalan hidup mereka, dan hanya dengan cara ini pula umat manusia bisa keluar dari krisis multidimensional yang mendera kehidupan mereka.
Untuk itu, kita tidak boleh berdiam diri terhadap sistem dan aturan kufur yang diterapkan di tengah-tengah kita. Kita wajib berjuang menegakkan kembali syariah Islam dan Khilafah Islam. Kita wajib memberikan andil dan kontribusi bagi perjuangan menegakkan kembali syariah dan Khilafah ini. Sebaliknya, kita haram menolak dan memusuhi seruan untuk kembali pada syariah dan Khilafah. Kita juga wajib memberikan kontribusi, baik harta, tenaga, maupun pikiran demi tegaknya syariah Islam dan sistem pemerintahan Islam yang agung ini.
Akhirnya, Idul Adha dan kisah Nabiyullah Ibrahim as. dan Ismail as. ini harus kita jadikan inspirasi dan motivasi bagi kita semua untuk selalu menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sekaligus untuk senantiasa berkorban dalam perjuangan menerapkan syariah Islam secara kaffah melalui penegakkan Khilafah Islamiyah.
Semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada para para pemimpin kita, agar mereka kembali pada syariah Islam dan sistem pemerintahan Islam swerta agar mereka kembali menjadi hamba-hamba Allah yang bertakwa. Kita juga memohon kepada Allah, agar Allah memberikan kekuatan dan keberanian kepada para pemimpin bangsa ini untuk keluar dari tekanan, hegemoni dan dominasi kaum kafir. [Disarikan dari Naskah Khutbah Idul Adha 1431 H yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia]
0 komentar:
Posting Komentar