Selama beberapa tahun terakhir, suatu opini global telah dibangun bahwa Islam radikal, atau dalam istilah yang lebih umum, ‘Islam Politik’, adalah ancaman bagi dunia seperti dalam propaganda Tony Blair. Betulkah propaganda tersebut? Apa sesungguhnya motif Barat di baliknya propaganda tersebut? Mengapa Islam yang dijadikan tertuduh? Bagaimana dengan Kapitalisme global yang memimpin dunia saat ini, yang justru banyak memproduksi persoalan dan menjadi sumber kekacauan global?
Untuk mengetahui lebih jauh jawaban atas beberapa pertanyaan di atas, Redaksi Al-Waiekali ini mewawancarai Dr. Nazreen Nawaz, Representasi Muslimah Hizbut Tahrir Inggris, yang tentu merasakan langsung kebijakan-kebijakan penuh kebencian dari pemerintahan di Barat atas Islam dan kaum Muslim, termasuk terus menebar propaganda yang menyerang Dunia Islam. Berikut petikan wawancaranya.
Selama beberapa tahun terakhir, suatu opini global telah dibangun bahwa Islam radikal, atau dalam istilah yang lebih umum, ‘Islam Politik’, adalah ancaman bagi dunia seperti dalam propaganda Tony Blair. Bagaimana komentar Anda? Apa motif di balik opini seperti itu?
Cerita semacam ini sering dibangun oleh para politisi, pemerintahan dan lembaga-lembaga Barat. Dengan mudahnya mereka mengalihkan perhatian dari fakta bahwa Kapitalisme global, nilai-nilai liberal sekular dan kebijakan-kebijakan luar negeri kolonial Barat adalah penyebab terbesar atas ketidakstabilan, kekacauan dan ketidakamanan di dunia. Bukanlah Islam Politik yang telah mengobarkan perang kolonial yang tak terhitung jumlahnya selama 100 tahun terakhir yang menjarah sumberdaya dari bangsa asing, melainkan negara-negara kapitalis Baratlah yang melakukannya. Bukan Islam Politik yang menyebabkan kematian ratusan ribu warga sipil dalam bencana perang dan kehancuran Afganistan, Irak dan Pakistan; atau yang melakukan penculikan rahasia, penahanan dan penyiksaan dalam Perang Melawan Teror. Namun, pemerintah kolonial Baratlah yang melakukannya. Bukan Islam Politik yang mengesahkan penggunaan uranium terdeplesi (depleted uranium) terhadap penduduk Irak, tetapi para pemerintahan sekularlah yang melakukannya. Bukan Islam Politik yang membuat miskin negara-negara di dunia dan menyebabkan krisis ekonomi global, tetapi Kapitalismelah biang keladinya.
Klaim ini mencoba untuk membuat ketakutan atas keyakinan Islam Politik, seperti usaha penerapan syariah atau pembentukan Kekhalifahan di dunia Muslim, dengan mengaitkannya dengan terorisme. Hal ini telah menciptakan iklim ketakutan yang telah melayani dua tujuan. Pertama: memberikan pembenaran pemerintahan Barat kepada masyarakat di negara mereka dengan tujuan melanjutkan perang atas pendudukan yang mereka lakukan dengan brutal, mendukung pemerintahan diktator di negara-negara Islam dan melestarikan gangguan mereka atas dunia Muslim atas nama pencegahan ide-ide Islam untuk bisa terwujud. Kedua: mengesahkan undang-undang anti-teror yang kejam atas komunitas Muslim dengan maksud membungkam suara penentangan atas kebijakan luar negeri Barat dan melaksanakan kebijakan kontra-terorisme yang menganggu masyarakat Muslim. Tujuannya adalah membungkam suara tidak setuju atas kebijakan luar negeri Barat dan dukungan umat Islam di Barat atas pelaksanaan syariah di negeri-negeri Muslim yang membuat pemerintahan di Barat gerah. Tujuan keseluruhannya adalah mencegah munculnya kembali Kekhilafahan Islam ideologis yang akan menantang hegemoni negara-negara kapitalis Barat atas sumberdaya dunia dan urusan global.
Namun, cerita bahwa Islam Politik adalah seperti ‘ban berjalan’ bagi terorisme telah terbukti kepalsuannya. Laporan lembaga kajian terkemuka di Inggris pada bulan April 2010 yang berjudul, “Tepi Kekerasan” (The Edge of Violence), menyatakan, “Mungkin bagi umat Islam untuk membaca teks-teks radikal sehingga mereka menjadi kuat dan vokal menentang kebijakan luar negeri Barat, meyakini hukum syariah, mengharapkan kemunculan kembali Kekhalifahan, bahkan mendukung Muslim Afganistan dan Irak untuk memerangi pasukan sekutu; sementara pada saat yang sama mereka sangat vokal dalam mengecam terorisme yang terinspirasi al-Qaeda di negara-negara Barat.”
Dalam sebuah artikel berjudul, “Syariah: Bahaya Bagi Amerika Serikat.” (Washington Times, 2010/09/14) disebutkan bahwa ada beberapa alasan penting mengapa AS berada di bawah ancaman syariah Islam. Alasannya tidak hanya karena syariah Islam hanyalah sebuah agama ruhani, tetapi karena Islam juga membawa tugas jihad dan Kekhalifahan. Jadi, mengapa Barat begitu paranoid tentang ketiga konsep itu (Syariah, Jihad dan Khilafah)?
Seseorang perlu menarik perbedaan antara masyarakat umum di Barat dan pemerintah Barat berserta lembaga-lembaga mereka. Masyarakat Barat umumnya kurang pengetahuan tentang Islam. Di sisi lain, propaganda negatif terhadap syariah, jihad dan Khilafah yang terus-menerus dijajakan oleh beberapa media Barat beserta pendirian politik telah menciptakan pandangan sama sekali palsu atas konsekuensi dari pelaksanaan syariah Islam. Mereka percaya hal itu akan menyebabkan kemunduran, ekonomi stagnan dan munculnya negara totaliter yang haus perang yang akan menundukkan kaum wanita dan kaum minoritas non-Muslim. Mereka yang mempelajari teks-teks Islam dan sejarah telah memahami bahwa persepsi ini sangat jauh dari kebenaran.
Namun, bagi pemerintahan Barat, pelaksanaan syariah, jihad dan Khilafah adalah ancaman bagi hegemoni budaya global dan hegemoni fisik mereka untuk mengamankan kepentingan ekonomi mereka. Pendirian Khilafah akan menjadi berita besar yang akan mengakhiri kontrol mutlak, eksploitasi dan campur tangan mereka di dunia Muslim. Ini berarti berakhirnya kekuasaan rezim-rezim diktator yang berkuasa saat ini di wilayah tersebut yang tunduk pada kepentingan dan perintah dari kekuatan asing daripada tulus melayani kepentingan umat Islam. Hal ini akan menimbulkan munculnya sebuah negara yang akan mencari jalur independen daripada harus bersikap tunduk pada kolonial Barat dan pendudukan serta mengakhiri penghisapan sumberdaya tanah kaum Muslim. Kemunculan negara ini (Khilafah) akan menantang negara-negara Barat karena akan menjadi pemimpin politik dan ekonomi di dunia, mencabut penderitaan dan menghapus kemiskinan yang disebabkan Kapitalisme global dan menunjukkan kepada dunia penghargaan sejati atas kehidupan manusia, keadilan dan hak-hak manusia.
Terkait terorisme, suatu istilah yang sering digunakan sebagai alasan untuk menyerang Islam, bagaimana kita harus mengatasi kelompok-kelompok Islam yang membenarkan pembunuhan orang-orang Barat di manapun mereka berada, termasuk yang tinggal di kota-kota besar di Eropa atau Amerika, dengan alasan melakukan pembalasan yang seimbang?
Harus diperjelas bahwa Islam tidak mengizinkan pembunuhan dengan target warga sipil yang tak berdosa yang dilakukan atas nama melawan penjajahan, dengan cara yang sama saat umat Islam melawan pendudukan militer demi merespon kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT. Negara-negara kapitalis Barat melakukan pembantaian atas ribuan nyawa yang tidak bersalah, pengeboman yang serampangan dan penghancuran seluruh kota serta penyiksaan terhadap tahanan perang yang dilakukan atas premis ideologi yang korup bahwa ‘apapun bisa dilakukan untuk mengamankan kepentingan kami’. Sebaliknya, Islam telah mendefinisikan dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip dalam setiap aspek kehidupan, termasuk adanya aturan perang. Pemerintahan Barat telah menunjukkan pengabaian atas kehidupan manusia secara terang-terangan, menggunakan depleted uranium dan fosfor putih sebagai alat perang. Sebaliknya, Islam mewajibkan penghargaan yang tinggi bagi kesucian hidup manusia.
Bagaimana cara terbaik bagi kaum Muslim untuk mengatasi masalah terorisme?
Kaum Muslim tidak boleh menerima atau mendukung cerita palsu bahwa karena ada sebagian individu yang melakukan tindakan kekerasan terhadap warga sipil tak bersalah maka Islam merupakan ancaman terbesar bagi keamanan atau stabilitas global. Sebaliknya, apa yang perlu disorot adalah bahwa tindakan tersebut hanyalah tanggapan atas penaklukan politik atau ekonomi yang dilakukan baik oleh pemerintahan Barat maupun Muslim, di samping tindakan agresi dan pendudukan tanah Muslim oleh kekuatan asing. Hal ini telah menjadi kebijakan luar negeri Barat, juga kebijakan para penguasa tiran di dunia Muslim yang menyokong mereka. Sebagai contoh, tidak ada terorisme di Pakistan sebelum pemerintahnya mendukung invasi atas Afganistan tahun 2001 yang dipimpin Inggris-AS. Banyak sumber, termasuk sebagian yang terkait dengan pemerintah Barat, yang telah menyalahkan kebijakan luar negeri Barat bagi peningkatan ancaman keamanan nasional di Barat. Pada bulan Juli tahun ini, dalam bukti-bukti yang diajukan dalam Penyelidikan Chilcot pada perang Irak, Kepala MI5 Eliza Manningham-Buller berkomentar mengenai masalah keamanan di Inggris, bahwa Perang Irak telah ‘meradikalisasi’ generasi Muslim di Inggris.
Di sisi lain, demokrasi dan Kapitalisme diklaim sebagai pembawa kebaikan. Bagaimana menurut Anda?
Perang Melawan Teror telah mengungkap wajah demokrasi yang sesungguhnya. Demokrasi adalah sistem yang memungkinkan adanya penculikan, penahanan rahasia dan penyiksaan untuk mengamankan kepentingan-kepentingan nasional. Sistem ini telah membuang hak asasi manusia dan prinsip-prinsip seperti habeas corpus (hak untuk diperiksa di muka hakim, penerj.), peradilan yang adil dan terbuka, supremasi hukum dan privasi individu untuk keuntungan politik. Sistem ini telah menjadi ciri penindasan dengan pelanggaran seperti di Abu Ghraib, Guantanamo, rendisi (penyerahan atas orang atau benda kepada musuh, penerj.) yang dilakukan secara luar biasa, seperti penyiksaan sadis atas Dr Aafia.
Dunia telah melihat seperti apa sebenarnya demokrasi Barat—suatu juara ketidakadilan dan pemimpin teror yang telah menebar kekacauan dan kesengsaraan di seluruh dunia serta menaburkan kematian dan perusakan atas kemanusiaan. Di negara-negara Barat, larangan niqab, jilbab dan menara mesjid, di samping serangan terhadap al-Quran, telah menggambarkan kegagalan demokrasi untuk mengakomodasi hak-hak kaum minoritas beragama.
Kapitalisme telah berjudi dengan keuangan negara, yang menyebabkan krisis ekonomi global, dan diperparah oleh kemiskinan dunia. Sistem ekonominya yang berdasarkan riba dan privatisasi sumberdaya publik telah memberi makan kaum kaya dan membuat lapar kaum miskin. Kapitalisme telah memungkinkan pasar bebas membeli rasa hormat dari diri seorang perempuan, yang memungkinkan eksploitasi tubuhnya pada iklan, hiburan dan industri seks. Semua itu ditandai dengan kebebasan berekspresi dan kepemilikan dan dilakukan atas nama mengamankan keuntungan. Kebebasan pribadi dan kebebasan seksual telah menolak budaya sopan-santun individualistik, memuaskan diri serta melahirkan perilaku yang tak bertanggung jawab yang telah menyebabkan mewabahnya kerusakan keluarga, alkoholisme, penyalahgunaan obat, perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan penelantaran Lansia dalam masyarakat Barat. Jelas bahwa kebebasan, demokrasi dan Kapitalisme tidak pernah bisa membawa kemajuan, martabat, keadilan dan kemakmuran yang benar bagi umat manusia.
Dunia memandang demokrasi sebagai sistem politik terbaik, yang membuat orang berdaulat dan kuat, dengan ruang terbuka bagi partisipasi politik dan penguasa dapat dikontrol oleh rakyat. Bagaimana Anda melihatnya?
Sekali lagi, waktu telah menunjukkan bahwa demokrasi mewakili sistem di mana aturan adalah untuk kepentingan orang kaya daripada untuk warga biasa. Bulan April lalu, muncul laporan bahwa kesenjangan pendapatan di Inggris antara yang termiskin dan terkaya di masyarakat adalah yang terburuk sejak tahun 1960-an, dengan pendapatan orang miskin jatuh dan bahwa orang kaya meningkat. Perusahan multinasional dan elit kayalah yang berdaulat dalam demokrasi, bukan rakyat. Bisnis besar membiayai proses pemilihan, membiayai para kandidat dan banyak pihak dalam pertukaran bagi berlakunya hukum yang melayani kepentingan finansial mereka. Kita melihat bagaimana dalam kondisi krisis keuangan ini, bisnis multi-juta terselamatkan oleh pemerintah, sedangkan usaha kecil dan warga negara biasa telah meninggalkan belas kasihan pasar sehingga menderita kehancuran finansial. Selain itu, di dunia Muslim, “demokrasi” sering digunakan untuk memberikan udara legitimasi kepada rezim diktator dimana mereka yang disangka melakukan kerusakan terhadap negara dianiaya, dipenjara dan kadang-kadang bahkan dibunuh. Di banyak negara-negara seperti Pakistan dan Bangladesh, huruf “D” pada kata Demokrasi menjadi “D” pada kata Dinasti. Sebagian kecil keluarga politik berkuasa memerintah bangsa selama beberapa dekade. Label “Demokrasi” telah menekankan kembali sistem politik layanan-diri, kepentingan diri sendiri, dan pelestarian diri dari dari para politisi korup daripada tulus melayani masyarakat.
Bisakah Anda menjelaskan sejauh mana sistem Islam di bawah naungan Khilafah bisa mewujudkan kemajuan ekonomi dan stabilitas politik dunia?
Berbeda dengan ideologi kapitalis yang mengejar laba, sistem Islam diterapkan oleh Khilafah didasarkan pada ketulusan untuk menjaga kebutuhan warganya dan peduli bagi kesejahteraan umat manusia. Sistem ini akan berdiri sebagai penghalang dan penantang global terhadap kebijakan luar negeri kolonial yang eksploitatif dari negara-negara kapitalis Barat yang telah menebarkan ketidakstabilan dan ketidakamanan di seluruh dunia. Sistem ini akan menghapus semua belenggu penjajahan dan pendudukan dari negeri-negeri Muslim dan menerapkan hukum Islam yang konsisten dengan kepercayaan rakyat daripada pemaksaan budaya impor yang asing yang telah menyebabkan kemarahan di kawasan ini. Selain itu, Khilafah—dengan kewenangan ada di tangan rakyat—memiliki penguasa terpilih, penegakan hukum, peradilan yang independen serta akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan dan akan menjadi kekuatan stabilisasi untuk kaum muslim dunia. Sistem ini akan menggantikan pemerintahan yang tidak representatif dan tidak akuntabel. Selain itu, sistem Islam menyediakan berbagai jalur di mana individu dapat mengekspresikan kritik atau ketidakpuasan pada tindakan penguasa, menghilangkan ketidakstabilan yang disebabkan oleh penindasan brutal karena perbedaan pendapat politik dengan rezim muslim saat ini.
Secara ekonomi, Kekhilafahan akan membebaskan dirinya dari ekonomi berbasis riba yang telah melumpuhkan baik individu maupun negara-negara dengan utang besar dan telah memaksa proporsi besar dari PDB negara-negara itu dibelanjakan untuk membayar hutang daripada diinvestasikan di bidang pendidikan dan kesehatan. Sistem ekonomi Islam didasarkan pada distribusi kekayaan yang efektif, bukan hanya produksi dan larangan penimbunan kekayaan dan akan berusaha untuk memberantas kemiskinan; bukan hanya dalam negeri, tetapi juga secara internasional. Pendapatan dari sumberdaya seperti minyak, batu bara dan gas yang dipandang sebagai milik publik menurut Islam dan dilarang diprivatisasi akan digunakan untuk meningkatkan standar hidup warga negara dan digunakan untuk mengembangkan infrastruktur negara; bukannya dijual kepada individu atau perusahaan asing di mana negara hanya sedikit meraup keuntungan mereka. Khilafah adalah sistem dengan visi besar yang akan memotong garis ketergantungan pada bantuan asing dan memanfaatkan kekayaan kolosal dan sumberdaya yang kaya dunia Muslim untuk mempromosikan kemandirian, membangun pendidikan yang berkelas dan sistem kesehatan, memberantas buta huruf dan berinvestasi pada teknologi dan penelitian. Sistem keuangannya didasarkan pada prinsip-prinsip keuangan yang sehat seperti penerapan standar emas dan perdagangan aset yang nyata daripada penerapan saham dan ekonomi yang spekulatif dan akan memberikan model teladan kemajuan ekonomi dan stabilitas yang sangat dibutuhkan dalam krisis global saat ini. [Translated by Riza]
Sumber : Hizbut Tahrir
0 komentar:
Posting Komentar