29 Januari 2012

Ada Apa di Balik Pembatasan BBM Bersubsidi?

Setelah sempat tarik ulur menentukan pembatasan dan pemcabutan BBM bersubsidi. Pemerintah telah bertekad untuk membuktikan konsistensinya terhadap Neoliberalismenya. Mulai 1 April mendatang pemerintah akan melakukan pembatasan BBM tersebut diawali di wilayah Jabodetabek. Yang menyebabkan seluruh kendaraan berplat hitam roda empat dilarang untuk membeli bensin Premium yang seharga Rp 4.500/liter beralir ke Pertamax yang harganya Rp 8.350.

Pemerintah berdalih Subsidi yang seharusnya diperuntukkan untuk kepentingan rakyat tidak mampu malah dinikmati oleh masyarakat yang berpendapatan tinggi. Apakah Demikian? Hal inilah yang menimbulkan banyak pertanyaan. Lalu jika demikian siapakah yang menikmati keuntungan?

Menyikapi hal tersebut, DPP  Hizbut Tahrir Indonesia kembali menyelenggarakan Halqah Islam dan Peradaban Edisi Ke 35 dengan tema “Ada Apa di Balik Pembatasan BBM Bersubsidi”, Sabtu (28/01) di Wisma Antara Jakarta.

Hadir sebagai pembicara Effedi MS Simbolan, Anggota Komisi VII DPR RI-PDIP. Pengamat Ekonomi, Ichsanuddin Noorsy. Dr. Arim Nasim, Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI. Serta, Ismail Yusanto Juru Bicara HTI, dan Prof.Widjoyono Partowidagdo (Wakil Menteri ESDM RI) yang diundang, saat dikonfirmasi oleh panitia, Wamen ESDM RI akan diwakili oleh Dirjen Migas Kementrian ESDM, Efita Herawati Legowo namun sangat disayangkan Efita Herawati juga tidak hadir memenuhi undangan panitia.

Saat pembahasannya Effendi MS Simbolan menyatakan kalau Apapun yag dilakukan pemerintah Pembatasan dan Penghematan sebenarnya ujungnya adalah Liberalisasi. “Barang milik kita dilepas ke Pasar, akhirnya kita sendiri tidak bisa membeli apa yang menjadi milik kita,” jelasnya.

hal itu pula yang menjadi sorotan Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy. Dalam pemaparannya, Ia menjelaskan fakta-fakta yang digembar-gemborkan oleh pemerintah diantaranya yaitu pertama, produksi minyak mentah trus menurun, tidak ditemukan sumur baru yang berkontribusi menambah julah minyak mentah. Kedua, kilang teknologinya lama dan tidak bertambah kapasitas produksinya.

“Fakta satu dan dua  disimpulkan oleh pemerintah, kita sebagai make importir dari situ kita temukan lagi fakta bahwa sejak reformasi hingga hari ini. Indonesia masuk mekanisme pasar bebas disektor energi dan secara struktural, bahkan yang terakhir keluar dokumen dari Amerika yang tegas sekali perintahnya, bahwa Indonesia harus melakukan mekanisme pasar bebas disektor energi,”Jelasnya.

Dari hal tersebut menciptakan fakta yang ketiga bahwa permintaan tersebut diterjemahkan lagi dalam perundang-undangan secara sistematik. Maka lahirlah UU migas, UU listrik, UU minerba, UU batu bara, UU keenergian. “Bahasanya cuman satu Lepaskan sektor energi menurut harga keekonomian, mereka tidak memakai kata mekanisme pasar bebas namun menggunakan istilah harga ekonomi,” urainya.

Fakta yang keempat yang selalu mereka gembar gemborkan dengan riset bank dunia adalah komsumsi BBM terus meningkat.  Subsidi terus meningkat dan menurut mereka yang didukung sejumlah tokoh dengan iklannya  dimana-mana menyebutkan kalau Subsidi Salah Sasaran.

Lalu, fakta kelima harga tidak stabil dalam perekonomian karena kita telah menujukkan kita sebagai make importir dan ditambah harga tidak stabil memberi dampak apa yang disebut importit implesit. “Dalam bahasa ekonomi politik yaitu pemerintah gagal menjalankan fungsi untuk menstabilkan harga. Padahal harga yang stabil itu menyangkut hajat hidup orang banyak,” lanjutnya.

Noorsy mengatakan bahwa fakta terakhir dari apa yang digembar gmeborkan pemerintah adalah reformasi sektor energi tidak bisa dihentikan, Kenapa?.  “Karena sudah diterjemahkan dalam perundang-undangan dan yang menariknya pemerintah sudah menerapkannya dalam cetak biru, cetak biru BPH migas,cetak biru ESDM, cetak biru semua lini pengambil kebijakan sektor energi bahwa 2014 harga keekonomian harus berlaku disektor Energi, Maka tentu semua fakta tersebut menabrak Konstitusi,” tangkasnya.

Sedangkan, Menurut Arim Nasim. Penghematan subsidi itu tidak pas, karena selama ini terjadi pemborosan utang luar negeri. Baik bunga maupun pokoknya.  Dan juga dalam upaya pemerintah melakukan penghematan anggaran, ini tidak terbukti malahan pemerintah melakukan pemborosan anggaran yg mereka lakukan.

“Akumulasi sisa anggaran kurang lebih 100 triliun tapi di APBN 2012 pemerintah tetap mengagarkan utang luar negeri sekitar 45 triliun dan dalam negeri 120 triliun. Tiap tahun utang bertambah Parahnya Pemerintah mengatakan tidak masalah,  Negera kita sudah tergadaikan, dan dijual. Dan yang menjualnya adalah pemerintah sendiri,” tegasnya.

Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto menegaskan bahwa apa yang terjadi saat ini sudah terjadi liberalisasi migas disektor Hulu dan itu sudah berhasil. Dan pada waktunya akan dilakukan Liberalisasi Sektor Hilir. Ini akan terjadi jika saatnya nanti, “ketika tidak ada lagi BBM yang lebih murah dari harga BBM di SPBU Asing,” jelasnya.

Kegiatan ini disiarkan langsung tiap edisinya via Streaming melalui web www.hizbut-tahrir.or.id. Dan kegiatan yang dipandu oleh Host, Karebet Wijaya Kusuma. Sangat banyak mendapatkan respon pertanyaan maupun tanggapan dari para peserta yang hadir memadati Auditorium Adhiyama Wisma Antara.[] (fm/hizbut-tahrir.or.id)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites