Menjadi seorang muslim adalah menjadi seorang muwahhid (ahli Tauhid). Tauhid merupakan pesan abadi para utusan Allah سبحانه و تعالى kepada umat manusia dari zaman ke zaman.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاأَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat  (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu." (QS. An-Nahl [16] : 36)
Pesan ini dibawa oleh setiap Nabi dan Rasul Allah sepanjang masa.  Setiap umat telah mendengar pesan abadi para Rasul Allah ini. Suatu  pesan yang ibarat coin bersisi ganda. Ada sisi keharusan menyembah Allah سبحانه و تعالى semata dan sisi lainnya ialah menjauhi Thaghut.
Adapun menurut istilah syariat, definisi yang terbaik adalah yang disebutkan Ibnul Qayyim rahimahullah: "(Thaghut)  adalah setiap sesuatu yang melampui batasannya, baik yang disembah  (selain Allah Subhanahu wa Ta'ala), atau diikuti atau ditaati (jika dia  ridha diperlakukan demikian)."
Definisi lain, thaghut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah (dalam keadaan dia rela). Menurut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah di dalam kajiannya mengenai Tauhid bahwa Thaghut itu mencakup banyak hal. Namun pimpinannya ada lima, yaitu:
- Iblis atau syetan
 - Penguasa yang zalim
 - Orang yang memutuskan perkara dengan aturan selain apa yang telah Allah سبحانه و تعالى turunkan
 - Orang yang mengaku mengetahui perkara yang ghaib selain Allah سبحانه و تعالى
 - Orang yang diibadati selain Allah dan dia rela dengan peribadatan itu.
 
Orang tidak dikatakan beriman kepada Allah sehingga dia kufur (ingkar) kepada thaghut, sebab kufur kepada thaghut adalah separuh dari kalimat Tauhid لآ إله إلا الله. Dan ingkar kepada thaghut harus mencakup segala jenis thaghut, bukan sebagian saja. Bila seorang muslim beriman kepada Allah سبحانه و تعالى seraya mengingkari segala bentuk thaghut yang ada, niscaya sempurnalah imannya. Ia disebut seorang muwahhid (ahli Tauhid) sejati.
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُوَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُمِنْ دُونِ اللَّهِ حَرُمَ مَالُهُوَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:  “Barangsiapa mengucapkan Laa ilaha illa Allah dan ingkar terhadap  penghambaan kepada selain Allah, maka terpeliharalah hartanya, darahnya  dan hisabnya (perhitungan amalnya) terserah Allah.” (HR. Muslim 1/119)
Jadi, utuhnya Tauhid seorang muslim adalah ketika berpadu di dalam  dirinya keimanan akan Allah سبحانه و تعالى dibarengi dengan berlepas  dirinya dari penghambaan kepada apapun atau siapapun selain Allah سبحانه  و تعالى alias thaghut. Inilah yang sering disebut dengan pasangan al-wala’ (loyalitas/kesetiaan) dan al-bara’ (disasosiasi/berlepas diri). Tidak dikatakan beriman seorang yang mengaku muslim bila ia hanya wala’ kepada Allah سبحانه و تعالى namun tidak bersedia untuk bara’ dari thaghut.  Perumpamaannya seperti seorang yang ingin sehat dan bugar tetapi dengan  jalan memakan makanan yang menyehatkan, bergizi lagi mengandung nutrisi  tinggi sambil tetap membiarkan diri mengkonsumsi makanan-makanan yang  mengandung racun, toxic dan merusak tubuh. Bagaimana ia akan benar-benar menjadi sehat dan bugar? Mustahil.
Demikian pula dengan seorang muslim yang ingin diterima Allah سبحانه و  تعالى . Mustahil hal itu akan bisa terwujud bila di satu sisi ia  menyerahkan wala’-nya kepada Allah سبحانه و تعالى , mengaku meyakini kebenaran ajaran dienullah Al-Islam serta menjadikan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم sebagai teladan namun pada saat yang sama ia tetap menyerahkan wala’-nya juga kepada pihak thaghut, meyakini kebenaran ideologi, aturan dan hukum thaghut serta menokohkan para sosok pemimpin thaghut  dalam kehidupan sehari-hari. Mustahil keinginannya untuk diterima Allah  سبحانه و تعالى sebagai seorang muslim alias hamba yang menyerahkan diri  kepada Allah سبحانه و تعالى bakal tercapai....! Itulah rahasianya  mengapa setiap khutbah jumat para khotib dari atas mimbar senantiasa  mewasiatkan jamaah untuk bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa kepada  Allah سبحانه و تعالى . Karena hanya dengan itulah seorang manusia  berpeluang untuk menemui ajal dalam keadaan menjadi seorang muslim.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّتُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah  sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati  melainkan dalam keadaan sebagai muslim.” (QS. Ali-Imran [3] : 102)
Seorang muslim yang di satu sisi ber-wala’ kepada Allah سبحانه و تعالى namun di lain sisi juga ber-wala’ kepada thaghut adalah seorang muslim yang berdusta. Sebab pihak yang ber-wala' kepada thaghut berarti menjadikan thaghut tersebut menjadi wali-nya (pemimpin, pelindung dan penolongnya). Dan itu berarti ia tidak bisa disebut seorang yang beriman. Padahal ia tidak mau disebut sebagai seorang kafir. Di dalam Al-Qur’an Allah سبحانه و تعالى menyatakan bahwa yang ber-wala’ kepada Allah سبحانه و تعالى berarti menjadikan Allah سبحانه و تعالى sebagai Wali-nya (pemimpin, pelindung dan penolongnya). Dan mereka itulahlah orang-orang yang beriman. Sedangkan yang ber-wala’ kepada thaghut adalah kaum kafir. Bagaimana mungkin di dalam diri satu orang ada dua identitas yang bertolak-belakang? Mustahil.
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوايُخْرِجُهُمْ مِنَ  الظُّلُمَاتِإِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا  أَوْلِيَاؤُهُمُالطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَالنُّورِ إِلَى  الظُّلُمَاتِ
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka  dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang  kafir, pelindung-pelindungnya ialah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran).” (QS. Al-Baqarah [2] : 257)
Manusia yang bersikap ganda dalam menyerahkan wala’-nya berarti telah mendustakan pengakuan dirinya sebagai seorang yang beriman. Bagaimana bisa ia di satu sisi ber-Wali-kan Allah سبحانه و تعالى tetapi pada saat yang bersamaan ber-wali-kan  thaghut? Bagimana mungkin di satu sisi ia ingin hidup dalam cahaya  (iman) yang terang benderang padahal setiap saat ia justeru semakin  menuju kepada kegelapan (kekafiran)? Sungguh, ia adalah seorang  pendusta...! Inilah sebabnya Allah سبحانه و تعالى tidak membiarkan  manusia sekadar mengaku kalau dirinya beriman lalu tidak mengalami ujian  lebih lanjut. Ujian di dalam kehidupan di dunia merupakan sarana untuk  menyingkap siapa yang jujur dalam pengakuan keimanannya dan siapa yang  berdusta.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُواأَنْ يَقُولُوا  آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَوَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ  قَبْلِهِمْفَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَصَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ  الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)  mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan  sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka  sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya  Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut [29] : 2-3)
Dewasa ini kita sedang menjalani era penuh fitnah (ujian). Belum  pernah ummat Islam mengalami era yang lebih pahit daripada era sekarang.  Bayangkan...! Allah سبحانه و تعالى menguji kaum beriman dengan  mengizinkan kepemimpinan dunia secara global diserahkan kepada kaum kuffar. Berarti perjalanan dunia dewasa ini sedang disetir oleh para thawaghit (bentuk jamak dari kata thaghut). Aturan dan hukum yang diberlakukan juga merupakan aturan thaghut hasil rumusan para thaghut.  Sementara aturan dan hukum Allah سبحانه و تعالى tidak diizinkan untuk  diberlakukan, malah dilabel sebagai aturan yang kuno, tidak sesuai  dengan zaman modern dan dipandang zalim. Na’udzubillaaahi min dzaalika...! 
Hampir setiap hari kita dengar kabar bahwa di Amerika serta Eropa kaum kuffar dan para pemimpinnya menolak the Shariah Law(syariat  hukum Allah سبحانه و تعالى). Kalau itu hanya terjadi di negeri-negeri  mereka, kita masih bisa maklumi. Tetapi pahitnya, hal ini sudah menjadi trend  (kecenderungan umum) di negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim  juga. Tidak sedikit kaum muslimin yang terang-terangan menolak  diberlakukannya syariat hukum Allah سبحانه و تعالى . Dia mengaku  ber-Wali-kan Allah سبحانه و تعالى tetapi ia lebih rela tunduk kepada  hukum thaghut..! Kondisi dan derajat ujian yang ummat Islam  hadapi dewasa ini sudah sangat mirip dengan gambaran hadits Nabi صلى  الله عليه و سلم sebagai berikut:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ  قَبْلِكُمْشِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍحَتَّى لَوْ دَخَلُوا  فِيجُحْرِ ضَبٍّلَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِآلْيَهُودَ  وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:  "Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang  sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta,  sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kalian pasti  akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah mereka  itu Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan  mereka." (HR. Muslim 4822)
Kita tidak bisa pungkiri bahwa kepemimpinan global dunia sedang di tangan masyarakat barat. Mereka tidak lain merupakan the Judeo-Christian Civilization  (peradaban Yahudi-Nasrani). Kemudian kita saksikan begitu banyak kaum  muslimin beserta para pemimpinnya mengekor kepada peradaban mereka dalam  hampir segenap aspek kehidupan di dunia. Padahal sikap demikian sama  saja dengan sikap wala’ ganda. Di satu sisi ingin ber-Wali-kan Allah سبحانه و تعالى tetapi di lain sisi membiarkan diri juga menjadikan thaghut  sebagai wali pula. Allah سبحانه و تعالى jelas-jelas melarang hal ini.  Malah Allah سبحانه و تعالى menggambarkan mereka yang bersikap demikian  sama saja telah menjadi bahagian dari golongan mereka, yang berarti  keluar dari identitas sebagai kaum muslimin....!
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوالا تَتَّخِذُوا  الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىأَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍوَمَنْ  يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْإِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي  الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil  orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali-walimu  (pemimpin-pemimpinmu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian  yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi  pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang  zalim.” (QS. Al-Maidah [5] : 51)
Dan mereka yang mengekor kepada kaum kuffar —baik dari kalangan ahli  Kitab maupun kaum musyrikin— berarti telah menyediakan kehidupannya  untuk diatur berdasarkan hukum thaghut padahal mereka mengaku beriman....!
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَأَنَّهُمْ  آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَوَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَيُرِيدُونَ  أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِوَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا  بِهِوَيُرِيدُ الشَّيْطَانُأَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya  telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang  diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal  mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud  menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa [4] : 60)
Sungguh, setelah memperhatikan berbagai peringatan dan penjelasan  Allah سبحانه و تعالى di atas yang begitu terang, hanya satu pertanyaan  yang menggelayut di fikiran seorang muslim-muwahhid sejati: mengapa gerangan masih ada orang yang mengaku dirinya muslim namun tidak mau mengingkari thaghut? Wallahu a’lam bish-showwaab.(eramuslim/taman-langit7.co.cc)












0 komentar:
Posting Komentar