11 Mei 2010

POTRET PELAJAR ISLAM (giat menuntut ilmu)


 Mungkin kita pernah mendengar kasus seorang siswayang rela menghabisi nyawa gurunya karena kesal abis dimarahin dan tersinggung. Belum lagi cerita seorang murid yang bertutur kata yang kurang enak didengar gurunya. Ditambah lagi dengan adanya kasus tawuran, seks bebas sampai narkoba dikalangan pelajar serta seabrek masalah lainnya. Kalo kita mau jujur memang fakta ini sangat menyedihkan buat kita. Kita juga bingung kenapa dinia pendidikan sepertinya tidak bisa merubah perilaku dan kepribadian mereka. Barangkali kita mulai harus berbenah diri serta berfikir kembali, salah siapakah ini? 
             
          Sebanarnya, kalo kita perhatikan pada saat ini, hubungan antara guru dengan  siswa masih ada jaraknya. Guru asyik sibuk dengan tugas mengajar dan beban yang cukup berat, sementara siswanya malah lebih enjoy bicara dan curhat dengan teman-teman sebayanya. Seringkali dimata siswa, gurunya kelihatan jahat dan killer atau sok jaim(jaga image). Kita tak sepenuhnya bisa salahkan guru, karena boleh jadi seorang guru bersikap seperti ini dikarenakan tugas guru yang mengharuskannya tampil sebagai orang yang memiliki wibawa didepan siswa-siswinya, walaupun adakalanya menimbulkan kekakuan dalam berinteraksi. Anggapan inilah yang kemudian membuat siswa malas membuka hubungan yang lebih dekat dengan gurunya, apalagi untuk berbagi masalah. Parahnya lagi, kadang malah sampai menimbulkan antipati pada gurunya hingga pelajarannya dan berujung pada kemalasan untuk belajar.
            
           Bicara tentang ’malas’, ini juga lagi tren-trennya dikalangan pelajar. Pasti ada saja alasan untuk tidak buat PR, bolos sekolah atau ga serius mengikuti pelajaran atau tidak konek-konek juga ketika guru nerangin pelajaran (abis malas mikir!). Tapi setidaknya ini sepertinya sudah menjadi kebiasaan bagi mereka. Padahal dulu, karena rajinnya, Syafi’i muda telah hafal Al Qur’an pada usia sekitar 9 tahun, dan mulai diminta ijtihadnya pada usia kira-kira 13 tahun, sebelumnya akhirnya ia menjadi mujtahid, imam madzhab yang terkemuka. Kini, kira-kira apa yang dilakukan dan dipikirkan pelajar berusia 8 hingga 18 tahun? Mejeng, Tawuran, foya-foya? Lalu belajarnya kapan?

            Padahal sebagai seorang remaja muslim, citra yang harus ditonjolkannya adalah kesungguhannya dalam menuntut ilmu. Islam sangat mendorong umatnya untuk mencintai, mengkaji dan mengembangkan ilmu. Rasulullah Saw yang mulia pernah bersabda :

” Jadilah kalian sebagai orang yang alim atau orang yang menuntut ilmu atau sebagai orang yang mendengarkan (ilmu) atau orang cinta(terhadap ilmu), akan tetapi janganlah kalian menjadi orang yang kelima (orang yang bodoh), nanti kalian akan binasa.”

            Dr. Abdu Salam, seorang pemenang hadiah nobel, karena teori unifikasi gaya yang disusunnya, berkata: ”al qur’an mengajarkan kita dua hal : tafakur dan tasyakur” Tafakur adalah merenungkan ciptaan Allah dilangit dan dibumi, sedangkan Tasyakur adalah memanfaatkan nikmat dan amanah karunia dengan menggunakan akal pikiran, sehingga kenimatan itu makin bertambah. Sehingga tidak ada istilah malas-malasan bagi pelajar muslim untuk belajar, belajar dan belajar.

            Disini hebatnya pendidikan islam, karena dalam islam tidak hanya untuk menghasilkan murid yang hebat dan mantap dalam urusan akademis, tapi semestinya juga memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami dalam kehidupan. Dr. Abdu Salam adalah bukti nyata bahwa ia tidak hanya menguasai sains dan teknologi, tetapi juga memiliki kepribadian yang islami.

            Harapan kita, tentunya pelajar-pelajar muslim pada saat ini hendaknya memiliki kepribadian yang islami, mendalam pemahaman islamnya, kokoh imannya, islami perbuatannya, menguasai ilmu kehidupan yang tinggi komitmennya terhadap kemajuan islam. Ingatlah, banyak alasan untuk menjadi baik, tapi sedikit alasan untuk menjadi tidak baik . Wallahu ’alam bish shawab.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites