Human Rights Watch (HRW) pada awal Desember 2010 menyatakan di depan para wartawan bahwa Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Istimewa Aceh tentang Pelarangan Khalwat dan Kewajiban Mengenakan Pakaian Muslimah bagi warga Muslim di Aceh merupakan aturan yang melanggar HAM sehingga harus dicabut atau diamandemen. Benarkah? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo dengan Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto. Berikut petikannya.
HRW mendesak pihak berwenang untuk mencabut kedua perda tersebut karena dianggap melanggar hak masyarakat untuk memutuskan sendiri mengenai siapa yang harus mereka temui dan apa yang harus mereka kenakan. Komentar Anda?
Bila mereka mengakui beragama, termasuk menjadi Muslim, adalah termasuk hak dasar bagi setiap manusia dalam berkeyakinan, maka mestinya mereka tidak boleh menyatakan seperti itu. Bukankah keterikatan setiap Muslim pada aturan agamanya merupakan konsekuensi dari pilihan dia menjadi seorang Muslim?
Setiap Muslim yang baik pasti tahu bahwa seorang Muslimah wajib memakai jilbab dan kerudung (khimar). Dilarang mendekati zina atau khalwat. Negara dalam hal ini melalui perda atau UU hanyalah alat untuk menegakkan aturan itu. Maka sangatlah aneh bila mereka mengakui kebebasan beragama, tapi mengutuk keterikatan pada aturan agama.
Kalau logika ini dipakai, wah bisa kacau. Contoh kecil, bayangkan ketika diwajibkan memakai seragam sekolah dan berlaku tertib, setiap siswa bisa menolak dengan dalih bahwa ini adalah hak dia mau memakai baju seperti apa dan bertingkah laku seperti apa. Oleh karena itu, pernyataan mereka itu sungguh tidak bermutu. Dalam perspektif HAM, mereka lah yang justru harus dinyatakan telah melanggar HAM orang lain, dalam hal ini kebebasan menjalankan perintah agama.
Bagaimana pula tanggapan Anda dengan peryataan HRW bahwa pencabutan itu harus dilakukan karena kedua perda tersebut mereka anggap melanggar UUD 1945 dan HAM Internasional?
UUD 1945 mengakui bahwa setiap warga negara berhak melaksanakan agamanya masing-masing. Memakai jilbab, menghindari khalwat dan sebagainya adalah bagian dari melaksanakan kewajiban agama.
Mananya yang bertentangan? Apalagi di Pembukaan UUD 45 disebutkan bahwa negara ini berdiri atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Tuhan yang mana yang dimaksud oleh mayoritas penduduk negeri ini bila bukan Allah SWT. Jilbab, menghindari khalwat dan banyak lainnya adalah bagian dari perintah Allah SWT. Justru mereka yang menolak pelaksanaan aturan agama Islam itu lah yang harus dikutuk sebagai telah melanggar prinsip ketuhanan dalam UUD 45.
HAM Internasional juga mengakui beragama sebagai hak dasar yang harus dihormati. Jadi tidak ada yang salah dengan perda itu. Justru mereka yang menghalangi berlakunya perda itu yang harus dikatakan sebagai telah melanggar HAM Internasional.
Tapi dalam praktiknya petugas berwenang sering dianggap pandang bulu. Perda tersebut sangat jarang dan hampir tidak pernah diterapkan pada orang kaya dan kolega orang berpengaruh…
Ini soal lain. Ini soal praktik. Memang diakui banyak penyimpangan atau kekurangan dalam pelaksanaan perda-perda itu. Ini jelas harus diperbaiki. Mestinya aturan itu berlaku untuk semua. Jangan hanya kepada wong cilik, sementara wong gede tidak. Tapi kelemahan atau kekurangan dalam pelaksanaan sebuah aturan tidak boleh dijadikan dasar untuk menghapus aturan.
Bayangkan berapa banyak UU dan aturan di negeri in, seperti UU Perpajakan, UU Lalu Lintas, UU peradilan dan sebagainya,yang harus dihapus hanya karena kelemahan dalam pelaksanaan? Bukankah kita tahu banyak kelemahan dan penyimpangan dalam pelaksanaan aturan itu to?
Dalam menggerebeg petugas seringkali bertindak kasar dan semena-mena. Alasan itu pula yang membuat HRW merekomendasikan pencabutan atau mengamandemenan kedua perda tersebut…
Ini juga soal praktik. Soal petugas yang bertindak tidak semestinya. Ini sama dengan polisi atau jaksa atau hakim atau petugas lain yang kadang memang suka bertindak di luar batas. Tapi sekali lagi, itu tidak boleh dijadikan dasar untuk menghapus sebuah aturan. Bila petugasnya yang bertindak tidak benar, ya petugas itu yang harus dikoreksi, bukan aturannya dihapus.
Sebuah aturan dinilai baik atau tidak, harus dilihat dari materi aturannya itu, bukan dari praktik atau bagiamana petugasnya menjalankan aturan itu. Bila dinilai dari segi materi, mana ada aturan syariah secara umum ataupun secara khusus menyangkut pakaian dan khalwat yang buruk?
Justru aturan itu sangat diperlukan oleh masyarakat dewasa ini yang di tengah arus modernisasi juga terjadi arus demoralisasi dengan segala dampak buruknya, diantaranya berkembangnya AIDS. Aneh sekali, satu sisi kita sangat mengkhawatirkan perkembangan AIDS, tapi di sisi lain kita justru tidak ramah terhadap aturan-aturan seperti soal busana dan larangan khalwat yang bisa mencegah terjadinya seks bebas.
Maka, bagus juga kalau jari telunjuk kita arahkan kepada para pegiat HAM yang menentang perda syariah itu sebagai telah turut mendukung berkembangnya seks bebas dan penyakit AIDS. Mereka harus dinyatakan turut bertanggung jawab![] (mediaumat.com)
0 komentar:
Posting Komentar