7 November 2011

Rasulullah Saw Memilih Kata نظر Dalam Ta’aruf Bukan رأي

Sebuah hadiah syair berkesan dari saudara ana di Yaman – semoga Allah menjaganya dengan sebaik-baik penjagaan:

People tend to judge us by what is apparent
Only a few look so far into the distant

Manusia cendrung menilai dari apa yang tampak,
Hanya sedikit yang melihat ketempat yang jauh.

Dalam berbagai diskusi pernikahan baik di kuliahan, pengajian atau obrolan bebas, topik utama 99% pada nadhor dan fiqih nadhor. Materinya mesti tidak jauh-jauh dari:
  1. Mana yang bisa dilihat.
  2. Mana yang boleh dilihat.
  3. Apa yang bisa dilihat.
  4. Dari mana melihat.
  5. Cara melihat.
  6. Dengan siapa melihat.
  7. Waktu melihat.
  8. Dsb
Intinya fokus pada melihat apa yang tampak dan yang tidak ditampakkan. Kalau akhwat mah lebih dewasa dan pintar, mereka tidak menilai dari apa yang tampak dari calon pelamar (apalagi kalau udah rekomendasi ustadznya, tul gak?)

Tahun 98 Dulu, ana pernah belajar fikih pernikahan dan qadarullah yang menyampaikan adalah seseorang yang kini menjadi penulis buku laris asal Jakarta yang buka-bukaan banget, lucu dan banyak cerita. Rame sekali waktu itu, ketawanya sampai menggema kemana-mana. Tapi justru 10 tahun kemudian ketika ana hendak melamar, ana membaca segepok buku pernikahan mencari-cari dalil atau fatwa yang sekiranya menguatkan pendapat bolehnya melamar tanpa nadhor. Lho kenapa? Karena waktu itu ana benar-benar takut untuk nadhor! (teorinya mudah tapi realitanya lain).

Sahabat saya dari Solo, berkali-kali bersepeda dari Purwosari ke Gonilan (area UMS) tiap bada subuh hanya untuk “berusaha” melihat calonnya walau “mak sliwer” (sekilas lewat) karena juga gak berani berhadapan langsung (mungkin ini sejenis sindrom kali ya?). Kabar intelejen menyatakan, doi selalu menyapu halaman tiap pagi. Setelah ketahuan, si akhwat ini akhirnya pakai cadar, yah….

Banyak wanita cantik parasnya namun miskin kepribadian dan akhlak, maka jika kita teliti hadits-hadits berkenaan tentang nadhor, Rasulullah tidak memilih kata رأي (melihat fisik saja), beliau memerintahkan untuk meneliti lebih lanjut dengan kata نظر (bukan hanya melihat dari apa yang tampak).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadist dari Jabir Radiyallahu Anhu:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ

“Apabila salah seorang kalian melamar seorang wanita
hendaklah dia
jika bisa memandang bagian tubuh untuk memandang, melihat dan meneliti  apapun darinya beberapa hal yang akan menjadikan tertarik untuk menikahi jika dia mampu melakukannya.

Perhatikan adanya kalimat مِنْهَا , artinya tidak semuanya harus dilihat dan diteliti tapi beberapa hal saja yang dapat menjadikan tertarik, sebab jika mau melihat “SEMUANYA” atau meneliti semuanya sangatlah memberatkan.

Begitu pula hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yg mengisahkan seorang lelaki yg datang dan mengabarkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia telah melamar seorang wanita dari kalangan Anshar. maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya:

أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ اْلأَنْصَارِ شَيْئًا

“Apakah engkau telah
melihatnya
menelitinya?” Lelaki itu menjawab: “Belum.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Hendaklah engkau melihatnya meneliti terlebih dahulu karena pada mata wanita-wanita Anshar ada sesuatu.”

Perhatikan; sahabat tadi TELAH melamar, jadi kemungkinan besar, dia telah melihat wanita itu (رأي) tapi belum nadhor (نظر)

Jadi jangan heran kalau ada ikhwan tertarik akkhwat karena rajin menyapu halamannya, kutu bukunya atau bahkan mungkin bersinnya(?)

Hadits nadhor merupakan salah satu i’jaz tata bahasa dalam hadits syarif. Wallahu alam (alghaits/taman-langit7.cc.cc)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites