29 September 2010

Khalifah Umar bin Abdul Aziz: Pemimpin yang Amanah dan Taat

Sebelum menduduki Jabatan Khilafah
Umar bin Abdul Aziz lahir pada tahun 63 H, di tahun wafatnya Ibunda Maimunah, Isteri nabi saw. Beliau adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin al-Hakam, bin al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams. Ibunya adalah Ummu Ashim Binti Ashim bin Umar al-Khathab (yang dikenal dengan julukan Abu Hafhs). Diriwayatkan bahwa ketika Abdul Aziz bin Marwan hendak menikahi Umu Umar bin Abdil Aziz, Ia (Abdul Aziz) berkata kepada pengasuhnya, kumpulkanlah untuk-ku empat ratus dinar dari hartaku yang paling bersih, karena aku akan menikahi keluarga yang baik. Maka Ia pun menikahi Umu Umar bin Abdil Aziz. Namanya adalah Umu Ashim binti Ashim bin Umar bin Al-Khatab. Ashim adalah putra Umar yang menikah dengan seorang pemudi yang menolak menambahkan air pada susu perasan ketika diperintahkan oleh ibunya. Saat itu ia berkata kepada Ibunya, jika Umar tidak melihat kita maka Allah pasti melihat kita. Hal itu kemudian didengar oleh Umar bin Khatab ra. Maka ia memerintahkan salah seorang anaknya untuk menikahi pemudi itu karena sifat amanah yang dimilikinya. Maka menikahlah ia dengan Ashim (putra Umar bin Khatab).
Rasulullah pernah bersaksi bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah Penganut kebaikan di masanya. Tentang hal ini Abbas bin Rasyid berkata: Umar bin Abdul Aziz pernah mengunjungi guruku, ketika ia mau pulang, guruku berkata kepadaku: Keluarlah kamu bersamanya dan iringilah ia. Tiba-tiba kami menemukan seekor ular hitam yang sudah mati. Maka Umar-pun turun dari keledainya kemudian ia menguburkan ular tersebut. setelah itu tiba-tiba terdengar ada suara  yang berteriak ” Ya Kharqa, Ya Kharqa, aku pernah mendengar Rasululah saw bersabda kepada ular ini : ” Kamu akan mati di tanah lapang, dan kamu akan dikuburkan oleh penduduk bumi paling baik saat itu”. Maka Umar berkata: Aku memohon kepada-mu,jika kamu bisa tampak maka perlihatkanlah dirimu kepadaku. Suara itu berkata “Aku adalah salah seorang dari sembilan orang yang membaiat Rasulullah saw di lembah ini. dan aku pernah mendengar Rasulullah saw mengatakan perkataan tadi kepada ular ini. Maka Umar-pun menangis hingga ia hampir terjatuh dari tunggangannya. Kemudian Ia berkata: Aku memohon kepada-mu “jangan beritahukan hal ini kepada siapa-pun hingga aku dikuburkan.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa ia sering sekali mengatakan ” saya sangat ingin mengetahui siapa dari keturunan Umar yang pada wajahnya terdapat tanda, ia akan memenuhi bumi dengan keadilan. Begitu juga diriwayatkan bahwa Umar bin Khatab juga pernah berkata: saya ingin sekali mengetahui, siapa yang memiliki tanda di mukanya dari keturunanku,yang akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana bumi saat itu telah dipenuhi dengan kejahatan. Diriwayatkan bahwa suatu ketika, hewan peliharaan ayah Umar bin Abdul Aziz pernah menendangnya hingga ia terluka. Maka saat itu Ayahnya mengusap darah dari wajahnya sambil berkata: “Aku sangat bahagia, jika kamu adalah orang yang terluka wajahnya di antara Bani Umayah”.
Suatu hari Umar bin Abdul Aziz datang ke Madinah, kemudian istirahat di rumah Marwan. Ketika usai menunaikan Shalat Zhuhur, ia mengundang sepuluh orang Ulama ahli Fiqh di Madinah. Maka mereka-pun menemuinya. Berkatalah Umar: Aku mengundang anda semua hanya karena satu perkara, di mana anda semua akan mendapat pahala karenanya dan dengan perkara itu anda semua akan menjadi pembela kebenaran. Aku tidak mau memutuskan satu perkara-pun kecuali dengan pendapat anda semua atau salah seorang yang hadir dari anda semua. Jika anda semua melihat ada seseorang yang berbuat zalim atau sampai berita kepada anda semua bahwa salah seorang kepala daerah-ku melakukan kezaliman, maka sampaikanlah kepadaku. Maka para ulama itu pulang, sambil berdoa ” semoga Allah membalasanya dengan kebaikan.
Umar pernah mengoreksi dan menasehati Khalifah al-Walid bin Marwan. Ia pun pernah mengoreksi prilaku al Hajaj, di mana hal ini menimbulkan permusuhan antara beliau dan al-Hajaj. Mu’jizat Islam saat itu, yaitu Umar bin Abdul Aziz telah mampu menembus penutup yang mencekam yang menyelimuti diri bani umayah. Umar meneriakkan kebenaran, seraya bertaubat dan membersihkan diri dari kezaliman dan dosa-dosa di masa bani Umayah. Ia berhasil menentang para penguasa diktator dan penindas saat itu. Yang paling terdepan adalah Al-Hajaj bin Yusuf al-Tsaqafi. Meski semua kaum bani umayah tanpa kecuali segan terhadap umar dan menghormatinya, namun mereka tidak kuat menempuh jalan yang ditempuhnya. Dan Al-Hajaj pun mulai menyusun konspirasi dan tipu dayanya, maka ia menghasut Khalifah Al-Walid untuk menghukum keponakannya, suami, suadara perempuannya dan gurbenurnya di Hijaz “Umar bin Abdil Aziz. Hajaj mengirim surat kepada Khalifah melaporkan bahwa Umar telah menyambut dan melindungi orang-orang yang dipanggil oleh al-Hajaj untuk di hukum karena mereka telah berkonspirasi melawan bani Umayyah. Khalifah Walid pun memanggil Umar dan berkata: apa pendapatmu tentang orang yang mencaci maki para Khalifah? Apakah ia boleh dibunuh? Umar diam. Maka al-Walid bertambah tidak senang, ia kembali bertanya: apa pendapatmu tentang orang yang mencaci-maki khalifah? Apakah ia boleh dibunuh? Maka Umar bin Abdul Azizi berkata -dengan keimanan yang benar, tanpa ragu dan takut tehadap akibat dari perkatannya ” apakah anda akan membunuh nyawa tanpa hak, wahai Amirul Mukminin?” Al-Walid berkata: Tidak akan. Tapi mencaci maki para khalifah dan meremehkan kehormatan mereka adalah perbuatan keji). Umar berkata: Kalau begitu hukumlah ia karena telah meremehkan kehormatan Khalifah jangan dibunuh. Maka Khalifah al-Walid secara terpaksa dan murka akhirnya memerintahkan untuk mengakhiri pertemuan saat itu. Maka Umar-pun pergi, sambil menunggu hukuman yang akan diberikan kepadanya, seraya berkata: Aku meninggalkan khalifah, tidak ada angin yang berhembus kecuali aku menduganya bahwa ia adalah utusan Khalifah yang akan memanggilku untuk dibawa ke hadapannya. Kemudian Umar diberhentikan dari Jabatannya sebagai Gubernur Hijaz. Maka ia pindah menuju Madinah. Ketika ia sampai ke Madinah: Ia berkata kepada mantan budaknya “Muzahim”: Wahai Muzahim, aku khawatir termasuk orang yang akan mengotori Madinah dikeluarkan darinya sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Bahwa Madinah akan mengusir kotoran yang ada di dalamnya”. Maka Muzahim meyakinkan Umar bahwa kekhawatirannya tidak akan terjadi. Keduanya-pun berlalu hingga beristirahat di satu tempat yang bernama Suwaida di Syam. Di tempat itu Umar banyak menghabiskan masa-masa pengasingannya. Saat itu terbersitlah dalam benaknya apa yang diwasiatkan oleh bapaknya ” Abdul Aziz bin Marwan” : Bertakwalah kepada Allah, perbaguslah niatmu (tekad bulat-mu) dalam beramal, karena tidak ada agama bagi orang yang tidak punya niat, aturlah keuanganmu dengan baik, karena tidak akan ada harta bagi orang yang tidak mengaturnya dengan baik, santunlah terhadap orang kamu gauli, karena tidak ada kehidupan bagi orang yang tidak santun, kalahkanlah keinginan syahwatmu, karena tidak ada akal bagi orang yang tidak bisa mengalahkan hawa-nafsunya.
Umar menjadikan masa-masa pengasingannya ini sebagai latihan untuk hidup zuhud, sederhana dan berjihad membela kebenaran. Setelah wafatnya Khalifah al-Walid maka Kekhilafahan dipimpin oleh  saudaranya “Sulaiman”. Khalifah ini keadanhya lebih baik dari al-Walid. Meski ada rasa hormat dan cinta yang disembunyikan dalam diri Khalifah “Sulaiman”, namun ia tetap khawatir kalau mengangkat Umar sebagai Gubernur. Ia lebih memilih tetap menjadikannya sebagai saudara, atau paling tidak sebagai penasehatnya.
Pada suatu hari Khalifah Sulaiman bersama dengan Umar bin Abdul Aziz untuk mengunjungi markas pasukan. Dalam keheningan Khalifah berkata: apa pendapatmu wahai Umar tentang yang kamu lihat saat ini?. Umar berkata: aku melihat semua ini adalah dunia yang salaing memakan satu sama lain, sedangkan anda adalah penanggung jawabnya.
Ketika Khalifah Sulaiman bin Abdil Malik jatuh sakit, dan ia  ingin menunjuk seorang kahlifah penggantinya, saat itu anak-anaknya masih kecil. Maka ia meminta saran dari Roja bin Haiwah. Ia bertanya kepadanya: Siapa orang yang harus aku tunjuk. Roja bin Haiwah berkata: Umar Bin Abdil Aziz. Roja-pun menyampaikan pandangannya secara terperinci. Maka Khalifah Sulaiman menyetujuinya dan berkata:  Aku akan memilih seorang Khalifah dan Syaithan sedikit-pun tidak akan mendapatkan bagian.
Umar bin Abdul Aziz pernah bermimpi melihat Rasulullah saw, dan bersabda: Mendekatlah wahai Umar. Maka mendekatlah Abu Hafsh hingga ia takut menimpanya. Maka Rasulullah bersabda: Jika engkau memimpin, buatlah suatu amal seperti amalnya dua orang ini. Tiba-tiba ada dua orang yang mendampingi beliau saw. Umar bin Abdul Aziz berkata: Siapakah dua orang ini?. Rasulullah saw berkata: Ini Abu bakar dan Ini Umar.
Menuntut Ilmu
Umar bin Abdul Aziz menuntut ilmu dan banyak bertanya kepada Ulama dan meminta saran dari mereka. Diriwayatkan bahwa bapaknya, Abdul Aziz pernah mengirin Umar ke Madinah untuk belajar adab. Beliau menulis surat kepada Shalih bin Kaisan agar memperhatikannya. Maka Shalih-pun memperhatikan shalatnya, mengajarkannya urusan agama dan dunia. Umar pun pernah belajar kepada Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah dan banyak mendengarkan ceramah-ceramahnya. Umar pernah berkata: dahulu aku telah menyertai orang-orang besar dan menuntut ilmu yang paling mulia. Ketika aku diberi amanah menjadi pemimpin, aku merasa butuh untuk belajar ilmu-ilmu yang biasa, karena itu, pelajarilah ilmu itu semuanya, baik yang bagusnya maupun yang buruknya dan yang rendahnya.
Diriwayatkan bahwa Umar pernah menangis ketika masih kecil, saat itu ia telah hafal al-Qur’an. Maka Ibunya berkata: apa yang menyebabkanmu menangis?. Umar berkata: aku ingat terhadap al-Qur’an maka aku menangis. Ibunyapun menangis karenanya.
Ketika umar telah menjadi seorang pemuda, maka ia menjadi kepala daerah (amir) di Madinah. Saat itu ia adalah seorang pemuda yang tegap dan gagah. Ketika ia ditunjuk menjadi Khalifah, datanglah Muhammad bin Ka’ab al-Qurzhi menemuinya. Kemudian ia memandangi tubuh Umar, Maka Umar berkata: ada apa dengan mu?. Mumammah bin Ka’ab berkata: aku sangat terkesan warna kulitmu, lebatnya rambutmu, dan tegapnya badanmu. Umar berkata: Wahai Ibnu Ka’ab apa pendapatmu jika engkau melihatku setelah tiga hari dikubur?, yakni ketika dua bola mataku jatuh dari kelopak mataku, ketika meleleh nanah dan ulat dari hidung dan mulutku. Saat itu anda akan terheran-heran melihat-ku?
Ketika Umar menjadi Khalifah, ia memanggil Salim bin Abdillah dan Muhammad bin Ka’ab al Qurzhi dan Roja bin Haiwah, ia berkata: Aku telah diuji dengan urusan ini, nasihatilah aku…, Maka Salim berkata: Jika anda ingin selamat dari adzab Allah maka hendaklah jadikanlah orang yang paling tua di antara kaum muslimin sebagai bapakmu, yang pertengahan di antara mereka jadikanlah sebagai saudara-mu dan yang paling muda jadikanlah sebagai anakmu. Maka hormatilah bapak-mu, Muliakanlah saudaramu dan Sayangilah anak-mu. Roja bin Haiwah berkata: Jika anda mau selamat dari Neraka, maka cintailah kaum muslimin sebagaimana anda mencintai diri sendiri, dan bencilah untuk kaum muslimin apa yang anda benci untuk dirimu sendiri, kemudian setelah itu, silahkan anda mati sesukamu.
Di antara ilmu yang berhasil dicapainya adalah ia telah menulis sanad hadits meriwayatkannya dari sekelompok sahabat Nabi, dari beberapa tabi’in. di antaranya adalah Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Ja’far, Ibnu Abi Salamah al-Makhzumi, Saib bin Zaid, Abdullah bin Salam. Ia pun telah menerima hadits dari beberapa sahabat seniornya, diantaranya adalah Ubadah bin Shamit, Tamim ad-Daari, al-Mughiroh bin Syu’bah, Aishah ra, Umi Hani dan Khaulah binti al-Hakam.
Shalat Umar bin Abdul Aziz adalah shalat yang paling mirip dengan shalatnya Rasulullah saw. Anas bin Malik pernah berkata: Aku tidak melihat seorang Imam yang lebih mirip shalatnya dengan shalat Rasulullah saw dari pada imam kali ini. Umar bin Abdul Aziz tidak memperpanjang bacaan, Ia selalu menyempurnakan ruku dan sujudnya, dan meringankan saat berdiri dan duduk. Ia sangat fasih dan berilmu. Maimun bin Mahron berkata: Kami mendatangi Umar bin Abdil Aziz, kemudian kami menduga bahwa ia akan membutuhkan kami. Ternyata kami di dekatnya laksana murid-muridnya. Ia adalah gurunya para ulama.
Pengangkatan sebagai Khalifah
Umar diangkat menjadi Kahlifah pada tahun 99 H, pada hari wafatnya Khalifah Sulaiman bin Abdil Malik. Khalifah Sulaiman telah mewasiatkan kekhilafahan kepada Umar ketika ia ditimpa sakit demam. Saat itu puteranya ‘Ayub masih kanak-kanak, belum baligh”. Anaknya yang lain Daud hilang di konstantinopel. Khalifah Sulaiman tidak menemukan yang lain sebagai calon khalifah kecuali Umar bin Abdul Aziz.  Berikut ini adalah teks surat pengangkatan Umar sebagai Khalifah ” Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, ini adalah surat (keputusan) dari hamba Allah” Sulaiman” sebagai Amirul Mukminin kepada Umar bin Abdil Aziz. Aku telah mengangkatnya sebagai Khalifah setelahku. Kemudian setelahnya akau angkat Yazid bin Abdil Malik. Maka dengarlah ia, taatilah, bertakwalah kepada Allah, jangalah kalian berselisih karena jika berselisih kalian akan jadi mangsa musuh-mush kalian”
Ketika Sulaiman wafat dan sudah dikafani, ia dishalatkan dengan diimami oleh Umar. Ketika penguburan jenazahnya telah selaesai, dibawalah ke hadapan Umar bin Abdul Aziz beberapa tunggangan khas khilafah, yakni berupa unta dan kuda. Maka Umar berkata: Apa ini?. Orang-orang menjawab: ini adalah kendaraan Khalifah. Maka Umar berkata: Jauhkan kendaraan itu dariku, aku tidak membutuhkannya. Kemarikanlah keledaiku. Maka ia-pun menaikinya dan pulang ke rumah dalam keadaan bingung. Pelayannya berkata: Nampaknya anda sedang bingung, ada apa gerangan?. Umar-pun berkata: Aku bingung karena urusan seperti ini (maksudnya kekhilafahan). Sungguh tidak ada satu umat Muhammad-pun di timur dan barat kecuali ia memiliki hak yang wajib aku tunaikan, tanpa harus menunggu ia menyuratiku atau menuntutnya dari-ku.
Khutbah Setelah Pengangkatan sebagai Khalifah
Khulafaur Rasyidin ke lima masuk masjid, kemudian naik mimbar dan berkata: “Wahai saudara-saudara! Aku telah diuji untuk memegang tugas ini, tanpa meminta pandanganku terlebih dahulu dan bukan juga permintaanku serta tidak dibincangkan bersama dengan umat Islam. Sekarang aku membatalkan baiah yang kalian berikan kepadaku dan pilihlah seorang Khalifah yang kalian sukai”. Tiba-tiba orang-orang serentak berkata: “Kami telah memilihmu, wahai Amirul Mukminin dan kami ridho kepadamu. Maka uruslah urusan kami dengan kebaikan dan keberkatan”.
Diriwayatkan bahwa ketika Umar diangkat sebagai Khalifah, ia naik mimbar dan bekata: Wahai saudara-sauadara sekalian, sungguh aku telah diangkat memegang tugas ini dan anda semua memiliki pilihan. Ketika ia turun maka orang-orang serentak berteriak: Kami telah memilih anda wahai Amirul Mukminin, kami telah ridho kepada-mu. Kemudian Umar naik lagi ke mimbar: ia menyampaikan pujian sanjungan kepada Allah, dan membacakan shalawat kepada nabi SAW dan berkata: Aku berwasiat kepada anda semua untuk bertaqwa kepada Allah. Karena takwa kepada Allah adalah pengganti segala perkara, dan tidak bisa diganti dengan apapun. Beramalah untuk akhirat,karena siapa saja yang beramal untuk akhiratnya maka Allah pasti mencukupi dunianya. Bereskanlah keadaan kalian ketika tidak ada siapa-siapa, niscaya Allah akan membereskan keadaan kalian ketika bersama orang banyak. Ingatlah kematian dan bersiap-siaplah dengan baik (untuk menyambut kematian), sebelum benar-benar kematian itu datang, karena kematian akan menghancurkan segala kenikmatan. Sungguh umat ini tidak akan berselisih karena Rab-nya,tidak karena nabi-Nya dan tidak karena kitab-Nya, mereka hanya akan berselisih karena dinar dan dirham (harta). Sungguh demi Allah, aku tidak akan memberikan kebatilan kepada siapapun, aku tidak akan menghalangi kebenaran dari siapapun. Kemudian ia meninggikan suaranya (berteriak): Wahai saudara-saudara…, siapa saja yang taat kepada Allah, maka ia wajib ditaati. Siapa saja yang maksiat kepada Allah maka tidak boleh ditaati. Karena itu, taatilah aku selama aku taat kepada Allah. Jika aku maksiat kepada Allah maka anda semua tidak wajib taat kepadaku”.
Kemudian Umar masuk ke rumah (istana). Ia memerintahkan agar semua hiasan istana ditanggalkan. Baju-baju kebesaran khalifah ia jual dan hasil penjualannya dimasukan ke baitul mal. Ia memerintahkan agar diumumkan ke khalayak bahwa : siapa saja yang telah dizhalimi hendaklah ia melaporkannya. Umar tidak membiarkan sedikitpun kekayaan yang ada pada kekuasaan Sulaiman dan apa yang ada di tangan orang-orang yang zalim kecuali ia kembalikan kepada pihak-pihak yang terzalimi. Masyarakat-pun merasa senang dengan kepemimpinannya.
Diceritakan bahwa ketika Umar bin Abdul Aziz selesai berpidato, ia masuk ke dalam rumah untuk beristirahat tidur siang sebentar (qailulah). Tiba-tiba datanglah putra-nya Abdul Malik. Ia bertanya-tanya keheranan: Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan anda lakukan? . Umar berkata: Wahai anak-ku. Ayah ingin beristirahat tidur siang sebentar. Maka Abdul Malik berkata: Apakah anda bisa tidur sementara anda belum mengembalikan hak-hak orang-orang yang terzalimi?. Umar-pun berkata: Wahai anaku, tadi malam ayah tidak tidur di rumah paman-mu “Sulaiman”. Nanti jika ayah sudah shalat Zhuhur, ayah akan mengembalikan hak-hak orang yang terzalimi. Sang anak-pun berkata: Wahai Amirul Mukminin, apakah anda bisa menjamin bahwa anda bisa hidup sampai waktu zhuhur?. Maka Umar bin Abdil Aziz berkata: mendekatlah wahai anak-ku sayang..Maka Adul Malik-pun mendekat. Kemudian Umar memeluknya dan mencium keningnya, seraya berkata: Segala puji hanya milik Allah yan telah mengeluarkan dari tulang rusuk-ku keturunan yang menjadi penolongku dalam menjalankan agama.
Umar Bin Abdul Aziz termasuk al-Khulafa al-Rasyidun Al-Mahdiyyuun
Ali bin Husain berkata: Khulafa al-Mahdiyyin ada tujuh orang, 5 orang telah berlalu, dan tersisa dua orang lagi. Mereka adalah : Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, Umar bin Abdul Aziz. Ahmad bin hanbal berkata: Allah akan membangunkan bagi manusia pada setiap seratus tahun orang yang memperbaiki agama bagi umat ini.  Maka kami melihat seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz. Pada seratus tahun kedua adalah Imam Syafi’i.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah seorang pemimpin yang adil. Masyrakat-pun merasakan keadilan ini, mereka melihatnya sendiri dan membicarakannya. Umar pernah berkata kepada rakyatnya: Pulanglah ke negeri kalian, aku bisa melupakan kalian di sini. Sungguh aku telah mengangkat para kepala daerah untuk kalian, aku tidak mengatakan bahwa mereka adalah yang terbaik. Siapa saja yang dizalimi oleh kepala daerah-ku maka aku tidak akan mengizinkannya kecuali aku melihat kezalimannya. Demi Allah jika aku dan keluargaku menghalangi harta ini kemudian aku menghalanginya dari kalian maka sungguh aku pasti akan termasuk orang yang kikir. Demi Allah andai saja aku tidak hidup sesuai dengan sunnah dan tidak menjalankan kebenaran maka pasti aku mencintai keluhuran (aku akan bermegah-megahan).
Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim para amil untuk mengajarkan agama kepada masyarakat pedalaman dan membagikan harta. Robbah bin Hibban -ia adalah amil di Madinah- berkata: tidak datang surat-surat kepada kami dari Umar kecuali untuk menghidupkan Sunnah, membagikan harta atau perkara yang baik. Beliau selalu menanyakan tentang keadaan semua kaum muslimin. Suatu hari datanglah sekelompok orang dari Madinah. Khalifah Umar bertanya kepada mereka: apa yang dilakukan oleh orang-orang miskin yang tinggal di daerah ini.., Maka mereka berkata: Wahai Amirul Mukminin : mereka telah dikayakan oleh Allah karena harta yang engkau berikan dari baitul mal.
Diceritakan ada sekelompok orang  yang naik haji mengirim surat kepada Khalifah umar agar Ia memerintahkan pegawainya untuk menutupi bait al-haram, sebagai mana dilakukan oleh pemimpin sebelumnya. Maka Umar-pun menulis surat jawaban kepada mereka yang isinya: bahwa aku memandang lebih baik biaya untuk itu (menutupi ka’bah) aku berikan untuk menutupi perut-perut yang lapar. Umar selalu mengirim harta negara untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Namun harta tersebut dikembalikan lagi karena tidak ada yang mau menerimanya (karena sudah kaya). Umar benar-benar telah mengkayakan masyarakatnya. Di masanya, Umar mencetak uang pecahan dan terdapat tulisan ” Amarollohu bilwafaa wal-adl ” artinya Allah memerintahkan untuk menunaikan amanah dan berbuat adil.
Ibadahnya
Umar bin Abdul Aziz memiliki sebuah peti yang berisi baju yang terbuat dari bulu dan rantai. Ia memiliki kamar khusus untuk shalat yang tidak dimasuki oleh orang lain. jika telah datang waktu malam, maka ia membuka petinya dan memakai baju serta meletakkan belenggu dilehernya. Ia terus-menerus bermunajat kepada Rabb-nya dan menangis hingga terbit fajar. Khalifah Umar biasa meningkatkan kesungguhanyya setelah wakti Isya paling akhir sebelum witir. Jika telah witir ia tidak berbicara dengan siapapun.  Ia selalu berpuasa senin-kamis, sepuluh pertama bulan dzulhijjah, hari asyura, dan hari arafah. Ia selalu melihat mushaf setiap hari namun tidak sering.
Menangis dan Takut oleh Allah
Suatu hari ada seorang lelaki bernama Ibnu al-Ahtam menemui Umar bin Abdil Aziz, ia terus menerus menasehatinya maka umarpun menangis hingga terjatuh pingsan. Jika beliau membaca al-Qur’an maka pasti menangis. Diriwayatkan bahwa suatu hari Umar menangis bersamanya ada Fatimah. Maka menangislah penghuni rumah. Masing-masing dari mereka tidak mengetahui kenapa yang lain menangis. Kemudian Fatimah bertanya: Wahai Amirul Mukminin karena apa engkau menangis?. Wahai Fatimah aku teringat akan perginya manusia kelak di hari kiamat di hadapan Allah, segolongan pergi ke Surga dan segolongan lagi ke Neraka. Kemudian Umar berteriak dan pingsan. Setiap malam Khalifah Umar selalu mengumpulkan Fuqaha, mereka mengingatkan akan kematian dan hari kiamat, kemudian mereka menangis, seolah-olah di antara mereka ada Jenazah.  Jika Umar ingat mati maka ia akan bergetar seperti menggigilnya burung yang kedinginan. Ia menangis hingga air matanya berlinang membasahi janggutnya.
Wafat dan Wasiatnya kepada Anak-anaknya
Ketika Umar bin Abdil Aziz akan wafat, datanglah sepupu dan mertuanya “maslamah bin Abdil Malik”, ia berkata: Wahai Amirul Mukminin: sungguh engkau telah memutuskan mulut anakmu dari harta ini, engkau telah meninggalkan mereka dalam keadaam miskin. Karena itu harus ada sesuatu yang bisa memperbaiki kehidupan mereka. Jika engkau berwsiat untuk  mereka kepada-ku atau kepada keluarga-mu maka niscaya aku akan menjamin biaya mereka, Insya Allah. Maka Umar berkata: dudukanlah aku. Maka mereka-pun mendudukannya. Umar-pun berkata: segala puji hanya milik Allah, apakah karena Allah anda menakut-nakutiku wahai Masalamah. Adapun yang engaku katakan bahwa aku telah menghalangi mulut anak-anakku dari harta dan aku telah meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, maka sungguh aku tidak menghalangi hak mereka dan aku tidak memberikan kepada mereka sesuatu yang bukan haknya. Adapun permintaanmu agar aku berwasiat kepada-mu atau keluargaku maka wasiatku untuk keluargaku adalah Allah yang telah menurunkan al-Qur’an. Dialah yang akan mengasihi orang-orang yang shalih. Keturunan Umar hanyalah dua golongan. Pertama orang yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan meberikan kemudahan dalam segala urusannya dan akan memberikan rizki dari yang tidak terduga. Kedua adalah kelompok yang terbenam dalam kemaksiatan, maka aku tidak akan menjadi orang pertama yang mendukung mereka dengan harta untuk maksiat kepada Allah. Kemudian Umar minta agar anak-anaknya dipanggil. Maka datanglah sekitar sepuluh orang anak laki-laki, maka ia-pun mulai memberikan nasihat, seraya berkata: Wahai anak-anakku ayah cenderung pada salah satu di antara dua: yaitu kalian menjadi orang kaya dan ayah kalian masuk neraka atau kalian menjadi faqir dan ayah kalian masuk Surga. Maka jika kalian fakir dan ayah masuk surga lebih ayah cintai dari pada kalian kaya sementara ayah masuk neraka. Wahai anak-anaku berdirilah semoga Allah menjaga kalian dan memberi rizki. []

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites