Pandangan Islam Tentang Asuransi

Asuransi syariah dikampanyekan sebagai alternatif bagi kaum muslim untuk menjalankan akad asuransi. Sesuai dengan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) tentang Pedoman Umum tentang Asuransi Syariah disebutkan bahwa asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Yang Teristimewa Bagi Wanita

"...Wahai pena..! Titiplah salam kami teruntuk kaum wanita. Tak usah jemu kau kabarkan bahwa mereka adalah lambang kemuliaan. Sampaikanlah bahwa mereka adalah aurat ..."

Sistem Pemerintahan Islam Berbeda dengan Sistem Pemerintahan yang Ada di Dunia Hari ini

Sesungguhnya sistem pemerintahan Islam (Khilafah) berbeda dengan seluruh bentuk pemerintahan yang dikenal di seluruh dunia

Video: Puluhan Ribu Warga Homs Suriah Berikrar, Pertolongan Bukan dari Liga Arab atau Amerika Tapi dari Allah!

.

Analisis : Polugri AS di Asia Tenggara

Secretary of State Amerika Serikat Hillary Clinton 21 Juli 2011 lalu berkunjung ke Indonesia. Sebelumnya, dia melawat dua hari ke India untuk ambil bagian dalam konferensi tingkat menteri ASEAN yang diselenggarakan di Bali 22 Juli.

Khilafah: Solusi, Bukan Ancaman

Berbagai macam dampak destruktif akibat penerapan sistem kapitalis-sekular telah mendorong manusia untuk mencari sistem baru yang mampu mengantarkan mereka menuju kesejahteraan, keadilan, kesetaraan dan kemakmuran. Dorongan itu semakin kuat ketika kebijakan-kebijakan jangka pendek dan panjang selalu gagal mencegah dampak buruk sistem kapitalis.

MIMPI PARA ULAMA BUKAN SEMBARANG MIMPI

Apakah Anda tadi malam bermimpi? Apa mimpi Anda? Kata orang, mimpi hanyalah kembang (bunga) orang tidur. Maksudnya, mimpi tidak bermakna signifikan. Tapi, sebenarnya tidak semua mimpi tak ada artinya.

Nasehat Imam Abdurrahman bin Amru al-Auza’iy :Empat Tipe Pemimpin

Ada nasihat berharga yang disampaikan Imam Abdurrahman bin Amru al-Auza’iy kepada Khalifah Abu Ja’far al-Manshur, ketika ulama besar itu dimintai nasihat.

28 Agustus 2010

Agenda Sinting Peringatan 11 September dan Hipokritnya Barat

(Buah Simalakama Demokrasi)
 
Oleh : Harits Abu ulya (Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)

Babak demi babak dunia terbuka matanya, terhadap kebesaran Islam dan kaum muslimin. Berhadapan dengan sikap hipokritnya barat dengan demokrasinya yang makin terjun kedasar jurang irrasionalitas dalam berfikir dan bersikap. Isu yang paling panas menggelinding tanpa terbendung saat ini; polah tingkah rencana sekelompok kaum salibis (nasrani) yang di motori oleh pendeta Terry Jones, 58 tahun, pemimpin Gereja Dove World Outreacch Center di Gainesville, Florida, AS. Dengan lantang dia menyerukan kesuluruh gereja didunia; “Pada 11 September 2010, pukul 06.00-09.00,kita akan membakar al Qur’an untuk mengenang korban 11 September dan untuk berdiri melawan kejahatan Islam. Islam itu dari setan!”.(http://loganswarning.com/2010/07/13/us-church-starts-international-burn-a-koran-day/) Sebuah gagasan yang terinspirasi dari laman Facebook dengan titel “Everybody Drow Muhammad Day”, bahkan dikabarkan pendeta Terry sudah membuat video untuk dijadikan guide pembakaran Al Qur’an.

Dunia Islam tidak hanya kali ini dihadapkan kepada upaya atau tindakan pelecehan dan pelanggaran hak-hak mereka sebagai muslim. 1,3 miliar muslim lebih dimuka bumi ini, kerap menyaksikan sikap durjana yang menjadi nilai inheren dari imperialisme yang diemban oleh AS dan sekutunya. Darah mereka tumpah di Iraq, di Afghanistan, di Palestina, di Yaman dan lainya, infrastruktur mereka hancur porak poranda dan menyisakan puing-puing dan derita. Sekedar mengingatkan; pelecehan, penghinaan, dan pelanggaran serius terhadap hak-hak asasi manusia sebagai muslim tidak hanya dalam bentuk pelecehan al Qur’an yang dilakukan serdadu AS di penjara Guantanamo-Kuba atau kartun Nabi dari Denmark, atau seperti yang akan dilakukan oleh pendeta Terry (11 September 2010).

Tapi apapun faktanya, kali ini perlu kita uji logika-logika yang dibangun oleh pendeta Terry begitu pula orang-orang yang mengiyakan gagasan sinting ini. Perlu kita ajukan beberapa pertanyaan; apa hubungan peristiwa 11 september 2001 dengan Al Qur’an? Kenapa al Qur’an harus menjadi subyek yang bertanggung jawab dari tragedi kemanusiaan? Dan bagaimana sikap Barat dan penguasa negeri kaum muslimin seperti halnya Indonesia?

Logika dengkul Sang Pendeta 

Wajar sekali kalau reaksi keras; kemarahan dan celaan muncul dari kalangan muslim. Di kalangan orang salibis sendiri melahirkan kecaman keras terhadap rencana tindakan pendeta Terry Jones. Sebagian besar melihat gagasan pendeta Terry dibangun diatas logika yang sangat prematur bahkan logika dengkul (irrasionalitas). Sebuah rencana yang lebih tepat dikatakan; kebencianlah yang menjadi dasar bangunan logikanya. Demikian mudahnya pendeta Jones menjustifikasi orang muslim yang menjadi pelaku dari tragedi 11/9. Dan orang muslim melakukan tindakan “terorisme” dalam tragedi 11/9 itu sumber inspirasinya adalah kitab Al Qur’an. Oleh karena itu, dalam logika pendeta Jones peringatan 11/9 adalah momentum tepat untuk menjelaskan kepada dunia bahwa Islam dan al Qur’anlah sumber dari segala bencana, karenanya perlu di lawan dan dikumandangkan tentang masalah ini.

Logika pendeta Jones sangat “sinting”, yang lebih tampak adalah kebencian didalam dada mereka terhadap Islam dan kaum muslimin, kalau mau jujur ini adalah potret yang mewakili sentimen mayoritas yang silent masyarakat Amerika terhadap Islam. Jika kembali menoleh kebelakang; tragedi 11/9/2001 dengan runtuhnya gedung kembar WTC, AS melakukan invansi ke Afghanistan dibawah spirit “kristus” seorang presiden paranoid George W Bush. Tentu dengan tuduhan; rezim yang berkuasa di Afghanistan adalah teroris dan berada dibalik runtuhnya WTC. Kemudian dilanjutkan oleh Bush ke Iraq dengan dalih kurang lebih sama; negara teroris yang berpotensi membahayakan dengan senjata kimia pemusnah massalnya. Hingga sampai detik ini, belum ada satupun alasan yang dipakai Bush kemudian bisa dipertanggung jawabkan di hadapan publik dunia. Dalam penyelidikan terbuka dan akuntable, tidak ada satu bukti bahwa tergedi runtuhnya WTC ada kaitanya dengan kelompok al Qoida, pemerintahan Afghanistan waktu itu dan demikian juga yang kedua pada kasus Iraq. Semua akal-akalan Bush untuk membenarkan tindakan terorisnya atas dunia Islam khususnya Afghanistan dan Iraq.

Tapi apa yang dilakukan Bush telah mampu menyihir masyarakat Amerika, dan mengendapkan sentimen serius dalam jiwa kaum kristiani mayoritas di AS. Tuduhan; Islam dengan kitab sucinya al Qur’an adalah sumber tindakan-tindakan “terorisme” yang mengancam peradaban barat Amerika.Sekalipun disisi lain, juga menjadikan sadar sebagian anggota masyarakat tentang kejahatan dan rekayasa pemerintahan Bush. Yang akhirnya berbondong-bondong memeluk Islam, cukup interest untuk mengenal Islam dan mengkonsulidasikan dalam ruang publik masyarakat Amerika. Maka tuduhan Pendeta Jones sangat mengada-ada, dan sangat berbahaya yang telah melampui semua logika dan kepekaan masyarakat dunia.

Dari realitas “konspirasi” seorang pendeta Jones membuat kesimpulan yang sinting, menjadikan kitab suci menjadi tempat pertanggungjawaban atas kejahatan manusia. Sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan sikap umat Islam, dalam rentang waktu yang tidak sebentar menghadapi kondisi penuh pelanggaran terhadap harkat dan martabat mereka sebagai muslim yang dilakukan secara masif oleh negara imperialis AS dan sekutunya.Tapi orang-orang muslim belum pernah merespon tindakan brutal AS dengan semboyan perang “crusade” (perang salib) seperti yang dilontarkan dari mulut ponggahnya G.W.Bush (Presiden AS sebelum Obama) dalam bentuk tindakan seperti rencana pendata Terry Jones, belum terdengar kabar dan adanya bukti gerakan pembakaran Injil oleh masyarakat Islam dimanapun mereka berada.

Bagaimana sikap masyarakat Barat?

Beberapa pendeta Kristen menolak ide gila dari pendeta Jones, demikian pula DK PBB mengecam karena hal tersebut dianggap pelanggaran hak dan bukan kebebasan berekspresi. Tapi itu tidak menyurutkan langkat Jones, seperti halnya tulisan yang sangat kasar selalu terpampang didepan gereja Dove World Outreach Center :”Islam is of the devil (Islam adalah dari iblis)”, dimana Jones menjadi pendeta di gereja tersebut. Dan sikap sinting Jones makin mendapat angin, dengan adanya rencana pembangunan Rumah Cordoba atau Park 51 (yang akan menjadi pusat kegiatan Islam) termasuk rencana pembangunan masjid, ditanah luas yang berjarak dua blok kearah utara dari tempat yang disebut “ground zero”. Dewan kota New York sudah menyetujui dan walikotanya Michail Blommberg mendukung.Tapi akhirnya tertunda karena terjadi tarik ulur kepentingan para politisi baik dari kubu Demokrat begitu juga kubu Republik. 

Sekalipun pembangunan itu sesuai dengan amandemen Pertama Konstitusi Amerika, yaitu soal kebebasan beragama, namun sentimen mayoritas masyarakat New York dan di representasikan oleh para politisinya menunjukkan paradoks demokrasi yang dianut oleh AS. Sejak awal propaganda media barat menjadikan salah paham, karena sesungguhnya komunitas muslim tidak membangun masjid dan semisalnya di ”ground zero”, tapi di tanah luas yang jaraknya dua blok dari “ground Zero” jarak yang lumayan jauh. Dengan berpikir obyektif, dalam ruang demokrasi tidak ada pelanggaran atas hak-hak orang kritiani oleh orang muslim. Kemudian bagaimana itu juga bisa dijadikan alasan pembenaran sekolompok orang kristen dibawah pendeta Terry Jones hendak melakukan pelanggaran serius terhadap harkat martabat orang muslim sedunia?.

Jika Obama konsisten dengan pernyataannya di Taman Balai Kota Columbus Ohio: ”Mereka punya hak yang sama melaksanakan kewajiban keyakinan mereka” dalam kesempatan berbeda ketika berbuka bersama dengan pemuka muslim di New York; ”mereka punya hak seperti warga negara lain, dengan keyakinan yang lain”. Sebuah bentuk dukungan Obama terhadap komunitas muslim, sekalipun kemudian di ralat oleh juru bicara gedung putih (Robert Gibbs); ”presiden tidak mengurus soal kebijakan tingkat lokal (New york)”. 

Dan akhirnya juga melahirkan kecaman dari kubu Republik di Senat dan Konggres, dalam pandangan mereka persoalnya bukan masalah keyakinan tapi masalah keamanan.Dan hingga saat ini juga tidak ada suara atau kritik resmi dari Vatikan (Paus). Sekali lagi disana kita dapatkan sebuah tuduhan yang sangat stereotif terhadap Islam. Komunitas Islam menjadi ancaman bagi Amerika dan masa depannya. Dan seorang Obama akhirnya tidak mudah untuk menghentikan segala bentuk provokasi anti-Islam yang berkembang di masyarakat Amerika termasuk rencana pendeta Terry Jones.

Ruang demokrasi, menampilkan sikap hipokrit barat terhadap dunia Islam. Dan dengan dalih kebebasan umat Islam berulang kali mendulang penghinaan oleh komunitas barat kafir. Dan sangat niscaya rencana Terry Jones terjadi, mengingat selama ini pelaku-pelaku penghinaan terhadap komunitas muslim juga aman-aman saja bahkan dilindungi oleh negara-negara barat dengan alasan kebebasan ekspresi dan demokrasi.

Implikasi lokal dan Peran penguasa Indonesia?

Semua membayangkan dan menduga, jika pembakaran al Qur’an ini terjadi maka ini akan menjadi krisis serius di dunia Islam, perang antar agama dan semisalnya. Atau ada dugaan sebaliknya, tidak memberikan efek apa-apa kecuali riak-riak kecil dalam bentuk demo yang berisi cacian dan makian.Tapi itu semua sporadis dan tentatif berlangsung hanya dalam beberapa waktu saja, akan hilang seiring dengan belitan problem-problem berikutnya yang antri untuk menghantam umat Islam.Mulai dari soal ekonomi, hingga krisis politik. Atau umat Islam khususnya di Indonesia sebagian besar akan membisu dan memaklumi, dengan bersikap sangat “toleran” (efuisme lemahnya iman) dan dianggap elegan kalau tidak terpancing atau merespon dengan tindakan-tindakan kekerasan dan balas dendam kepada komunitas kristen di Indonesia.

Langsung atau tidak, komunitas non-muslim di Indonesia merasa kawatir, was-was, dan cemas. Tidak bisa menerka lebih jauh apa yang akan dihadapi jika peringatan 11/9 di AS itu betul-betul dalam bentuk pelecehan dan penistaan terhadap al Qur’an (dengan membakarnya). Dalam konteks psikologi seperti ini, wajar kalau kemudian pihak gereja dan aktifisnya, begitu pula kelompok yang mengatas namakan gerakan pluralisme roadshow keberbagai pihak yang dianggap bisa mereduksi langkah-langkah destruktif dan unpredictible dari komunitas muslim di Indonesia.

Karena cemas dan kawatir yang menjadi dasar sesungguhnya dari pendekatan yang dilakukan oleh non-muslim, dengan berbagai strategi dan menggunakan berbagai komunitas dan elemen untuk menyumbat resiko tak terkendali nantinya. Misal; dengan sumbangan al Qur’an dari gereja, atau dialog lintas agama. Atau himbauan dan bahkan turut mengecam tindakan pendeta sinting Terry Jones. Ini semua lipstik untuk mendulang empati dan mengkebiri kesadaran umat Islam atas tiap jengkal pelecehan dan penghinaan atas diri mereka.

Satu sisi yang tidak berbeda dalam konteks ini, pemerintah terbiasa dengan strateginya akibat mandul politik luar negerinya. Tidak berusaha keras untuk menekan pemerintahan AS di bawah Obama yang sudah gembar-gembor cukup respek terhadap dunia Islam. Agar menghentikan kebebasan berekspresi yang diluar batas akal dan nurani manusia dari sekolompok orang kristinai dibawah kendali pendeta Terry Jones. 

Tapi sebaliknya, pemerintah dengan gerakan moderatisasinya berusaha membungkam reaksi umat Islam. Di tanamkan sikap toleran, moderat, dan menganggap semua itu bukan perkara serius yang perlu ditanggapi. Bahkan umat yang baik itu berdiam diri atas tindakan penghinaan diluar batas itu. Disini sering kita melihat sikap aneh penguasa negeri Islam terasuk Indonesia. Kenapa tidak mengamputasi sumber penyakit? Tapi sebaliknya memaksa dengan halus kepada umat Islam untuk menerima dan menganggap biasa terhadap penyakit tersebut. Wajar kalau kemudian umat ini kehilangan haibahnya (wibawa dan kehormatanya), dibawah kendali pemimpin yang tidak mengerti bagaimana berkhikmat untuk agamanya. Bisa jadi “ka’bah kiblat umat Islam itu di bombardir” penguasa juga akan diam seribu bahasa, dan akan lebih sibuk membungkan reaksi umat Islam dibandingkan dia menghukum orang yang telah menghinakan umat Islam.

Presiden Susilo BY yang pernah mengatakan “I love the United States, with all its faults. I consider it my second country.” barangkali pada kasus ini tidak terlalu “bebal” dan menunggu berfikir “matang-matang” untuk merespon isu dan peka terhadap aspirasi umat Islam di Indonesia. Dan SBY bisa meminta kepada Obama sebagai presiden dari negara keduanya SBY agar menghentikan ide sinting pendeta Terry Jones dalam peringatan 11/9. Jika terlambat, maka “militansi” akan tersulut demikian mudahnya, seperti tumpahan minyak ditengah terik matahari begitu peka terhadap pemantik api. Jangan sampai semua terlambat, dan para “pemadam kebakaran” yang dengan baju “moderat” dan “pluralisnya” sia-sia dengan apa yang mereka lakukan. Karena realitas sosial umat Islam; ada sebagian yang tidak solat dan lainya tapi akan bertaruh nyawa jika kehinaan (seperti rencana pembakaran al Qur’an) ini terjadi. 

Jangan sampai presiden SBY di cap tukang ngibul membual dengan retorika yang ambigu, seperti yang ditunjukkan dalam peringatan Nuzulul Qur’an di Istana Negara 26/8/2010: ”setiap individu dinegeri ini memiliki kemerdekaan beragama dan beribadah.Karena itu tidak boleh ada satupun yang memaksakan kehendak, apalagi dengan kekerasan..”. Apa itu artinya komunitas seperti Ahmadiyah dan semisalnya yang jelas-jelas menghina umat Islam itu juga dibiarkan dan harus bebas? Atau bahkan dianggap bagian dari keberagaman dan indahnya demokrasi? atau pelecehan dalam bentuk lainya baik di dalam negeri atau oleh orang non-muslim diluar negeri itu juga termasuk dinamika demokrasi dengan kebebasan berpendapatnya?

Ingatlah warning al Qur’an!

Sikap dasar yang dimiliki umat Islam dalam memandang hubungan dengan orang non-muslim sangat jelas.Standar kebenaran untuk bersikap tertuang dalam al Qur’an;

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.(QS. Al Baqarah: 120)

Begitu juga dipertegas lagi tentang posisi mereka dan hakikat sikap mereka: 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”(QS.Al Imran:118)

Hari ini umat Islam terus menerus menemukan relevansi kebenaran dari ayat-ayat diatas dalam ruang demokrasi yang menghegemoni hampir seluruh negeri kaum muslimin.

Umat Islam mendapat penghinaan nyaris tanpa perlawanan, karena sikap hipokrit (munafik) Barat. Dan suatu ketika, siapa yang akan disalahkan jika bendungan kesabaran umat ini sudah di titik kulminasinya…Bisa jadi umat bisu seperti yang dikehendaki oleh orang kafir dan munafikin, atau sebaliknya akan bangkit dalam berbagai rupa, ini semua niscaya.Dan inilah buah simalakama demokrasi!.Wallahu a’lam bisshowab



27 Agustus 2010

MAKSIAT

Suatu ketika, ada seseorang yang menjumpai Ibrahim bin Adham ra. Ia kemudian berkata sembari meminta nasihat kepadanya, “Wahai Abu Ishaq, aku ini gemar sekali berbuat maksiat. Aku ingin berhenti, tetapi sering tidak bisa. Karena itu, tolonglah aku. Berilah aku nasihat agar aku tidak bermaksiat lagi.”

Ibrahim bin Adham ra. menjawab, “Bagiku, tak masalah engkau gemar berbuat maksiat, asalkan engkau memenuhi dulu lima syarat.”

Heran campur bingung, lelaki itu bertanya, “Apa saja lima syarat itu, wahai Abu Ishaq, sehingga saya dapat bebas berbuat maksiat?” 

“Syarat pertama,” kata Ibrahim bin Adham, “Jika engkau ingin bermaksiat kepada Allah, janganlah engkau makan dari rezeki-Nya.”

“Lalu, saya mau makan apa? Semua yang saya makan adalah rezeki dari Allah.”

“Kalau begitu, pantaskah engkau memakan rezeki dari Allah, sedangkan engkau suka melanggar perintah-Nya?” jawab Ibrahim.

“Baiklah. Apa syarat yang kedua?”

“Kalau engkau ingin bermaksiat kepada Allah, janganlah engkau tinggal di bumi-Nya.”

“Kalau bukan di bumi milik Allah, aku harus tinggal di mana? Bumi dan langit ini semuanya milik Allah.”

“Kalau begitu, layakkah engkau makan dari rezeki Allah dan tinggal di bumi-Nya, sedangkan engkau gemar menentang aturan-Nya?”

Orang itu terdiam. Namun, ia kemudian bertanya lagi, “Baiklah. Terus, apa syarat yang ketiga?”

“Jika engkau ingin tetap makan dari rezeki Allah dan tetap tinggal di bumi milik-Nya, namun engkau pun tetap ingin bermaksiat kepada-Nya, silakan saja, asal engkau lakukan itu di tempat yang tidak dilihat oleh-Nya.”

“Wahai, Abu Ishaq,” kata lelaki itu, “Mana mungkin saya bersembunyi di tempat yang tidak dilihat-Nya, sementara Dia adalah Zat Yang Mahaawas?”

“Jika demikian, lalu mengapa engkau tetap bermaksiat kepada-Nya?” tegas Ibrahim lagi.
“Baiklah. Sekarang, apa syarat yang keempat?”

“Kalau Malaikat Maut datang menjemputmu, sedangkan engkau dalam keadaan bermaksiat kepada Allah, katakan saja kepadanya, ‘Nanti saja, jangan cabut nyawaku dulu. Beri dulu aku kesempatan untuk bertobat dan beramal salih.’”

“Wahai Abu Ishaq, mana mungkin?”

“Kalau engkau sadar bahwa kematian tidak bisa ditunda, lalu mengapa engkau tetap tak mengindahkan perintah dan larangan-Nya?”

“Baiklah. Sekarang, apa syarat yang kelima.”

“Apakah engkau sudah tahu nasibmu nanti di akhirat, apakah masuk surga atau masuk neraka?” tanya Ibrahim balik bertanya.

“Tentu saja saya tidak tahu.”

“Kalau engkau tidak tahu nasibmu nanti di akhirat, apakah masuk surga atau masuk neraka, hal itu seharusnya sudah cukup untuk menghentikan dirimu dari kegemaranmu berbuat maksiat kepada-Nya.” 

Orang itu pun menangis. Ia kemudian berkata, “Wahai Abu Ishaq, cukup. Jangan Anda teruskan lagi. Mulai hari ini, aku akan bertobat dengan sebenar-benarnya kepada Allah. Aku berjanji, mulai hari ini aku tidak akan bermaksiat lagi.”

Demikianlah, sejak nasihat itu, lelaki itu berubah menjadi orang yang salih dan berusaha menjauhi segala kemaksiatan kepada Allah.

****

Sepenggal kisah di atas seharusnya sudah cukup memberikan ibrah bagi kita, betapa tidak pantasnya seorang manusia, apalagi Mukmin, banyak bermaksiat kepada Allah dan melanggar perintah-Nya. Memang, sebagaimana kata Nabi saw., manusia adalah tempat salah dan khilaf. Namun, sengaja berbuat maksiat kepada Allah, apalagi gemar melanggar perintah-Nya, bukanlah sikap sejati seorang Mukmin. 

Namun, begitulah manusia; sering lupa diri; bahkan sering tak tahu diri. Ia diberi kesempatan tinggal di bumi ini oleh Allah, diberi rezeki dari Allah, namun ia sering melupakan bahkan menentang perintah-Nya. Ia senantiasa diawasi oleh Allah, selalu diintai oleh Malaikat Maut, tetapi tak pernah menyadarinya. Banyak manusia yang bukan saja gemar bermaksiat kepada Allah, namun bahkan bangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya. 

Hari-hari ini kita menyaksikan, betapa banyak orang yang tidak mau hidup diatur oleh syariah Allah, bahkan dengan sombong menentang syariah-Nya. Mereka berlagak seolah-olah merekalah pemilik dunia ini. Mereka merasa berhak untuk mengatur dunia ini sesuai dengan kehendak hawa nafsu mereka. Padahal, di antara mereka banyak yang mengaku Muslim. 

Kita melihat, banyak Muslim yang rajin salat, namun gemar pula bermaksiat; shaum di bulan Ramadhan, tetapi tetap melakukan keharaman di luar Ramadhan; berhaji berkali-kali, tetapi dengan biaya dari hasil korupsi; gemar berzikir, namun tetap tak mau mikir; suka bersedekah dan rajin berumrah, tetapi tak pernah mau peduli pada syariah; mengaku mencintai Nabi, namun sering berperilaku yang tidak islami; mengaku bermoral, tetapi paha dan pusar sering diobral; mengaku khawatir dengan kepribadian generasi muda, tetapi membiarkan para kapitalis mejerumuskan mereka ke dalam kubangan narkoba dan asusila; bersimpuh dan bersujud setiap waktu, tetapi menzalimi rakyat tak pernah jemu; mengklaim pelayan masyarakat, namun yang sering dibela para konglomerat jahat; “Bersama kita bisa,” katanya, sementara mengatakan ‘tidak’ kepada Amerika pun tak kuasa; mencita-citakan masyarakat yang bermartabat, namun membiarkan para wanita mengobral aurat; menghendaki masyarakat yang berbudi pekerti, tetapi tak pernah henti menyuguhi mereka dengan pornografi-pornoaksi; mengaku pengemban dakwah, namun tak pernah berusaha memperjuangkan syariah dan Khilafah; meyakini kedaulatan ada di tangan syariah, namun justru demokrasilah yang dibela dengan susah-payah; mengaku berjuang untuk sesuatu yang syar‘i, namun enggan mencontoh manhaj dakwah yang dicontohkan Nabi; mengklaim bagian dari masyarakat beradab, tetapi sering bertindak biadab; menangkapi para pejuang syariah, namun tak pernah mau menyentuh para penjarah; bertekad ingin keluar dari berbagai krisis, namun mendengar kata syariah saja ‘miris’; mengaku anggaran negara ‘kering’, namun sumber-sumber kekayaan alam terus diserahkan kepada pihak asing; mengaku bangsa merdeka, tetapi membiarkan diri diperlakukan semena-mena; mengklaim membenci penjajah, namun bermental layaknya bangsa terjajah. Na‘ûdzu billâh!  

[Arief B. Iskandar]


25 Agustus 2010

Bagaimana Mungkin Doa Kita dikabulkan ?

Al-Qadliy berkata, “Hadits dibawah ini merupakan salah satu pilar agama Islam dan tonggak dari hukum-hukum Islam. Ada 40 hadits yang menjadi bagian tak terpisahkan dari hadits ini. Di dalam hadits ini ada perintah kepada kaum muslim untuk berinfak dengan yang rejeki halal, serta larangan untuk berinfak dengan rejeki yang haram. Hadits ini juga menerangkan, bahwa minuman, makanan, pakaian, dan lain-lain harus halal dan terjauh dari syubhat; dan siapa saja yang berdoa hendaknya ia memenuhi syarat-syarat tersebut, dan menjauhi minuman, makanan, dan pakaian yang haram.”[1]
 
Imam al-Hafidz Abu al-’Ala al-Mubarakfuriy, dalam Tuhfat al-Ahwadziy, menyatakan bahwa makna hadits ini adalah, Allah swt suci dari noda, dan tidak akan menerima dan tidak boleh mendekatkan diri kepadaNya, kecuali sejalan dengan makna hadits tersebut.[2]

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Wahai manusia, sesungguhnya Allah tidak akan menerima sesuatu kecuali yang baik (thayyib), dan sesungguhnya Allah memerintahkan kaum mukmin sebagaimana halnya Ia memerintah para Rasul. Kemudian, Ia berfirman, “Wahai para Rasul, makanlah dari rejeki yang baik-baik, dan berbuat baiklah kalian. Sesungguhnya Aku Mengetahui apa yang engkau ketahui.” Selanjutnya, beliau bercerita tentang seorang laki-laki yang berada di dalam perjalanan yang sangat panjang, hingga pakaiannya lusuh dan berdebu. Laki-laki itu lantas menengadahkan dua tangannya ke atas langit dan berdoa, “Ya Tuhanku, Ya Tuhanku..”, sementara itu makanan yang dimakannya adalah haram, minuman yang diminumnya adalah haram, dan pakaian yang dikenakannya adalah haram; dan ia diberi makanan dengan makanan-makanan yang haram. Lantas, bagaimana mungkin doanya dikabulkan?.”. [HR. Muslim]


[1] Imam Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, hadits no. 1686
[2] Tuhfat al-Ahwadziy bi Syarh Jaami’ al-Tirmidziy, hadits no. 2722

Kado Pahit Tarif Listrik

Pemerintah memberikan kado pahit saat ulang tahun ke-65 kemerdekaan Republik Indonesia, pekan lalu. Kado pahit itu adalah rencana pemerintah menaikkan tarif listrik rata-rata 15% mulai Januari 2011.


Pangkalnya adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato pengantar nota keuangan RAPBN 2011 menyebutkan subsidi sektor energi, terutama listrik, bakal dikurangi dari Rp55,1 triliun pada 2010 menjadi Rp41 triliun pada 2011.

Jika usul itu disetujui DPR, berarti hanya dalam kurun enam bulan konsumen listrik di negeri ini harus menjerit dua kali. Jeritan pertama terjadi ketika tarif listrik naik rata-rata sekitar 10% pada 1 Juli 2010.

Penaikan itu terjadi di tengah impitan semakin mahalnya harga-harga bahan pokok, padahal daya beli rakyat tidak meningkat. Itulah kenapa, melalui forum ini pula, saat itu, kita menilai penaikan tarif listrik di tengah gejolak harga merupakan kebijakan yang amat tidak bijak.

Tidak bijak karena kenyataan menunjukkan rakyat yang negaranya telah merdeka 65 tahun ini masih terlalu rentan untuk menanggung keputusan negara mengurangi subsidi listrik. Boro-boro memikul ongkos penaikan tarif listrik, membayar utang Rp30 ribu saja tak sanggup, bahkan memilih bunuh diri.

Pemerintah jangan mengira bahwa rakyatnya telah semakin makmur sehingga layak beban hidupnya dinaikkan.

Situasi serupa masih melingkupi rencana penaikan tarif listrik pada 2011. Bahkan, pukulan tidak saja bakal dirasakan rakyat, tapi juga oleh dunia industri yang akan kian sesak napas karena mahalnya ongkos produksi. Ujung-ujungnya, daya saing industri kian tergerus lalu pelan-pelan mati.

Menaikkan tarif dasar listrik di tengah pengelolaan dan pelayanan listrik yang masih sangat jelek jelas keputusan yang memalukan. Hingga kini, publik tidak percaya Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah melakukan efisiensi demi menekan kerugian.

Ditambah lagi, belum ada jawaban pasti kapan listrik kita berhenti biarpet. Padahal, setiap hadir pucuk pimpinan baru PLN, selalu meluncur janji bahwa tidak akan ada lagi biarpet listrik. Bahkan, di bawah direksi baru yang sekarang ini, tidak tanggung-tanggung, perihal biarpet itu dicanangkan langsung oleh Presiden.

Janji belum ditepati, tapi tarif listrik terus dinaikkan. Itu bukan cermin korporasi yang bertanggung jawab.

Sebagai pemegang tunggal hak menyediakan listrik bagi jutaan rakyat di Tanah Air, mestinya tidak susah bagi pimpinan PLN untuk menjadikan BUMN itu efisien dan gesit mencari terobosan. Karena tidak punya saingan, PLN tidak dipusingkan memikirkan kompetisi di bidang kelistrikan.

Tapi, sesuatu yang mestinya mudah itu teramat susah direalisasikan. Maka, dicarilah jalan pintas dengan menaikkan saja tarif listrik demi melancarkan arus kas. Kalau bisanya hanya menaikkan tarif, apa gunanya mengganti pucuk pimpinan PLN dengan orang baru?

Pemerintah seperti tidak memiliki kemauan politik untuk mencari cara lain dalam menutupi pembengkakan subsidi listrik. Kita, misalnya, belum melihat pemerintah berupaya keras menurunkan biaya pokok penyediaan listrik dengan mengganti sumber energi primer pembangkit PLN, dari bahan bakar minyak ke batu bara maupun gas.

Jadi, sebaiknya pemerintah berhenti mengambil jalan gampangan dalam mengatasi listrik untuk rakyat. Dan berhentilah memberi kado pahit bagi rakyat. PLN itu hadir bukan terutama untuk matematika APBN, apalagi matematika arus kas PLN secara mikro, melainkan untuk kemaslahatan rakyat. (mediaindonesia.com, 23/8/2010)

Al Qur’an Sumber Solusi, Mengapa Tetap Diabaikan?

Tak terasa, hari-hari shaum yang kita jalani sudah memasuki pertengahan Ramadhan. Sebagai Muslim kita meyakini, di antara malam-malam Ramadhan itu akan hadir Lailatul Qadar yang ditunggu-tunggu, karena nilai keutamaannya yang setara dengan seribu bulan. Selain itu, pada malam Lailatul Qadar ini pula al-Quran pertama kali diturunkan oleh Allah SWT dari Lauhil Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di Langit Dunia. Allah SWT berfirman:

إِنّا أَنزَلنٰهُ فى لَيلَةِ القَدرِ ﴿١﴾ وَما أَدرىٰكَ ما لَيلَةُ القَدرِ ﴿٢﴾ لَيلَةُ القَدرِ خَيرٌ مِن أَلفِ شَهرٍ﴿٣

Sesungguhnya Kami menurunkan al-Quran pada Lailatul Qadar. Apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul Qadar itu lebih baik nilainya dari seribu bulan (QS al-Qadar [97]: 1-3).

Sebagian Muslim meyakini al-Quran pertama kali turun ke bumi tanggal 17 Ramadhan. Untuk itu, pada 17 Ramadhan mereka biasa memperingati peristiwa turunnya al-Quran atau mengadakan Peringatan Nuzulul Quran. Karena itu, tentu penting untuk memaknai kembali peristiwa Nuzulul Quran yang setiap tahun diperingati oleh kaum Muslim, bahkan biasa diperingati oleh Kepala Negara dan jajaran para pejabatnya di negeri ini.

Makna Nuzulul Quran

Allah SWT berfirman:

شَهرُ رَمَضانَ الَّذى أُنزِلَ فيهِ القُرءانُ هُدًى لِلنّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِنَ الهُدىٰ وَالفُرقانِ

Bulan Ramadhan, itulah bulan yang di dalamnya al-Quran diturunkan, sebagai petunjuk (bagi manusia), penjelasan atas petunjuk itu serta sebagai pembeda (QS al-Baqarah [2]: 185).

Ayat di atas tegas menyatakan bahwa al-Quran yang diturunkan oleh Allah SWT berfungsi sebagai hud[an], bayyinat dan furq[an]. Maknanya, al-Quran adalah petunjuk bagi manusia; memberikan penjelasan tentang mana yang halal dan mana yang haram, juga tentang berbagai hudud dan hukum-hukum Allah SWT; serta pembeda mana yang haq dan mana yang batil (Lihat: al-Baidhawi/I/220; Ibn Abi Salam, I/154; an-Nasisaburi, I/48; As-Suyuthi, I/381). Lebih tegas dinyatakan oleh Abu Bakar al-Jazairi dalam Aysar at-Tafasir, saat menafsirkan potongan ayat di atas, bahwa al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia yang bisa mengantarkan mereka untuk meraih kesempurnaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Maknanya, al-Quran turun dalam rangka: (1) memberi manusia petunjuk; (2) menjelaskan kepada mereka jalan petunjuk itu; (3) menerangkan jalan kebahagiaan dan kesuksesan mereka; (4) memandu mereka agar bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil dalam seluruh urusan kehidupan mereka (Al-Jazairi, I/82).

Al-Quran: Sumber Solusi

Dengan memahami maksud ayat di atas, jelas harus dikatakan bahwa al-Quran sesungguhnya sumber solusi bagi setiap persoalan hidup yang dihadapi manusia. Hal ini juga ditegaskan dalam ayat berikut:

وَنَزَّلنا عَلَيكَ الكِتٰبَ تِبيٰنًا لِكُلِّ شَيءٍ وَهُدًى وَرَحمَةً وَبُشرىٰ لِلمُسلِمينَ

Kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelas segala sesuatu; juga sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang Muslim (QS an-Nahl [16]: 89).

Menurut Al-Jazairi (II/84), frasa tibyan[an] li kulli syay[in] bermakna: menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh umat (Al-Jazairi, II/84). Ayat di atas juga menegaskan bahwa al-Quran merupakan petunjuk (hud[an]), rahmat (rahmat[an]) dan sumber kegembiraan (busyra) bagi umat.

Sayang, meski Allah SWT secara tegas menyatakan al-Quran sebagai sumber solusi, kebanyakan kaum Muslim saat ini mengabaikan penegasan Allah SWT ini. Buktinya, hingga saat ini al-Quran tidak dijadikan rujukan oleh umat, khususnya para penguasa dan elit politiknya, untuk memecahkan berbagai persoalan hidup yang mereka hadapi. Padahal jelas, umat ini, khususnya di negeri ini, sudah lama dilanda berbagai krisis: krisis keyakinan (misal: munculnya banyak aliran sesat), krisis akhlak (munculnya banyak kasus pornografi/pornoaksi, perselingkuhan/perzinaan, dll), krisis ekonomi (kemiskinan, pengangguran, dll) krisis politik (karut-marut Pemilukada, separatisme, dll), krisis sosial, krisis pendidikan, krisis hukum, dll. Semua ini tentu membutuhkan solusi yang pasti, tuntas dan segera.

Memang, para penguasa dan elit politik negeri ini bukan tidak berusaha mencari solusi. Namun, solusi yang mereka gunakan alih-alih mampu mengatasi berbagai krisis tersebut, tetapi malah memperpanjang krisis dan menambah krisis baru. Ini karena solusi yang dipakai selalu merujuk pada ideologi sekular, yakni Kapitalisme. Untuk mengatasi krisis keyakinan, misalnya, mereka malah mengembangkan pluralisme. Untuk mengatasi krisis ekonomi, mereka mengembangkan ekonomi yang makin liberal antara lain dengan mengembangkan program privatisasi (penjualan aset-aset negara), terus menumpuk utang luar negeri yang berbunga tinggi, menyerahkan pengelolaan (baca: penguasaan) berbagai sumberdaya alam (SDA) kepada swasta/pihak asing, menyerahkan harga barang-barang milik rakyat (BBM, listrik, gas, bahkan air) kepada mekanisme pasar, dll. Akibatnya, kemiskinan dan pengangguran justru makin meningkat, dan krisis ekonomi makin parah.

Untuk mengatasi krisis politik mereka terus mengembangkan demokrasi yang justru menjadi akar persoalan politik. Untuk mengatasi krisis pendidikan mereka malah terus melakukan sekularisasi dan ‘kapitalisasi’ pendidikan. Akibatnya, sudahlah mahal, pendidikan tidak menghasilkan generasi beriman dan bertakwa serta berkualitas.

Lalu untuk mengatasi krisis hukum dan keadilan mereka malah memproduksi hukum buatan sendiri yang sarat dengan kepentingan para pembuatnya. Demikian seterusnya. Akibatnya, berbagai krisis tersebut bukan malah teratasi, tetapi malah makin menjadi-jadi. Semua itu jelas, karena mereka benar-benar telah mengabaikan al-Quran sama sekali.

Dosa Mengabaikan al-Quran

Selain menjadikan berbagai krisis tidak pernah teratasi, mengabaikan al-Quran sesungguhnya merupakan dosa besar bagi kaum Muslim. Allah SWT berfirman:

وَقالَ الرَّسولُ يٰرَبِّ إِنَّ قَومِى اتَّخَذوا هٰذَا القُرءانَ مَهجورًا ﴿٣٠

Berkatalah Rasul, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan.” (QS al-Furqan [25]: 30).

Dalam ayat ini, Rasulullah saw. mengadukan perilaku kaumnya yang menjadikan al-Quran sebagai mahjûr[an], yakni melakukan hajr al-Qur’ân (mengabaikan al-Quran).

Dulu ayat ini berkaitan dengan orang-orang kafir. Namun saat ini, tidak sedikit umat Islam yang bersikap abai terhadap al-Quran, sebagaimana kaum kafir dulu. Memang mereka tidak mengabaikan al-Quran secara mutlak. Namun, mereka sering memperlakukan ayat-ayatnya secara diskriminatif. Misal: mereka bisa menerima apa adanya hukum-hukum ibadah atau akhlak, tetapi menolak hukum-hukum al-Quran tentang kekuasaan, pemerintahan, ekonomi, pidana, atau hubungan internasional. Contoh, terhadap ayat-ayat al-Quran yang sama-sama menggunakan kata kutiba yang bermakna furidha (diwajibkan atau difardhukan), sikap yang muncul berbeda. Ayat kutiba ‘alaykum al-shiyâm (diwajibkan atas kalian berpuasa) dalam QS al-Baqarah [2]: 183 diterima dan dilaksanakan. Namun, terhadap ayat kutiba ‘alaykum al-qishâsh (diwajibkan atas kalian qishash; dalam QS al-Baqarah [2]: 178), atau kutiba ‘alaykum al-qitâl (diwajibkan atas kalian berperang; dalam QS al-Baqarah [2]: 216), muncul sikap keberatan, penolakan bahkan penentangan dengan beragam dalih; apalagi ketika semua itu diserukan untuk diterapkan secara praktis. Sikap ini jelas terkategori ke dalam sikap mengabaikan al-Quran dan karenanya merupakan dosa besar.

Pentingnya Membumikan al-Quran

Dengan mencermati paparan di atas, umat ini sejatinya segera menyadari, bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi seluruh persoalan hidup mereka saat ini tidak lain dengan kembali menjadikan al-Quran sebagai sumber solusi. Tentu aneh jika selama ini banyak yang mempertanyakan peran Islam dan kaum Muslim dalam menyelesaikan aneka krisis, namun pada saat ada tawaran untuk menjadikan syariah Islam-yang notabene bersumber dari al-Quran-sebagai solusi malah ditolak. Bahkan belum apa-apa mereka menuduh penerapan syariah Islam sebagai ancaman terhadap pluralisme, Pancasila, NKRI dll. Padahal jelas, solusi-solusi yang tidak bersumber dari syariah (al-Quran) itulah yang selama ini nyata-nyata telah “mengancam” negeri dan bangsa ini, yang berakibat pada makin panjangnya krisis dan membuat krisis makin bertambah parah.

Jelas, di sinilah pentingnya umat ini segera membumikan al-Quran, dalam arti menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan. Sebab, al-Quran memang harus diterapkan. Di dalamnya terdapat hukum yang mengatur seluruh segi dan dimensi kehidupan (QS an-Nahl [16]: 89).

Hanya saja, ada sebagian hukum itu yang hanya bisa dilakukan oleh negara, semisal hukum-hukum yang berkaitan dengan pemerintahan dan kekuasaan, ekonomi, sosial, pendidikan dan politik luar negeri; termasuk pula hukum-hukum yang mengatur pemberian sanksi terhadap pelaku pelanggaran hukum syariah. Hukum-hukum seperti itu tidak boleh dikerjakan oleh individu dan hanya sah dilakukan oleh khalifah atau yang diberi wewenang olehnya.

Berdasarkan fakta ini, keberadaan negara merupakan sesuatu yang dharûrî (sangat penting). Tanpa ada sebuah negara, mustahil semua ayat al-Quran dapat diterapkan. Tanpa negara Khilafah Islamiah, banyak sekali ayat al-Quran yang terbengkalai. Padahal menelantarkan ayat al-Quran-walaupun sebagian-termasuk tindakan mengabaikan al-Quran yang diharamkan. Oleh karena itu, berdirinya Daulah Khilafah Islamiah harus disegerakan agar tidak ada satu pun ayat yang diabaikan.

Lebih dari itu, al-Quran telah terbukti menjadi sumber inspirasi bagi kemajuan umat manusia, terutama dalam menyelesaikan berbagai problem kehidupan mereka. Simaklah pengakuan jujur seorang cendekiawan Barat, Denisen Ross, “Harus diingat, bahwa al-Quran memegang peranan yang lebih besar bagi kaum Muslim daripada Bibel dalam agama Kristen…Demikianlah, setelah melintasi masa selama 13 abad, al-Quran tetap merupakan kitab suci bagi seluruh Turki, Iran, dan hampir seperempat penduduk India. Sungguh, sebuah kitab seperti ini patut dibaca secara meluas di Barat, terutama pada masa kini…” (E. Denisen Ross, dalam buku, Kekaguman Dunia Terhadap Islam).

Simak pula komentar W.E. Hocking tentang al-Quran, “Saya merasa benar dalam penegasan saya, bahwa al-Quran mengandung banyak prinsip yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya sendiri. Sesunguhnya dapat dikatakan, bahwa hingga pertengahan Abad Ketiga belas, Islamlah pembawa segala apa yang tumbuh yang dapat dibanggakan oleh dunia Barat.” (The Spirit of World Politics, 1932, hlm. 461).

Walhasil, jika al-Quran nyata-nyata merupakan sumber solusi, mengapa penguasa negeri ini tetap mengabaikannya dan enggan menerapkannya dalam kehidupan?!

Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. []


23 Agustus 2010

Islam Akan Memasuki Setiap Rumah



لَيَبْلُغَنَّ هَذَا اْلأَمْرُ مَا بَلَغَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَلاَ يَتْرُكُ اللهُ بَيْتَ مَدَرٍ وَلاَ وَبَرٍ إِلاَّ أَدْخَلَهُ اللهُ 
هَذَا الدِّينَ بِعِزِّ عَزِيزٍ أَوْ بِذُلِّ ذَلِيلٍ عِزًّا يُعِزُّ اللهُ بِهِ اْلإِسْلاَمَ وَذُلاًّ يُذِلُّ اللهُ بِهِ الْكُفْرَ

Sungguh perkara (agama) ini akan sampai ke seluruh dunia sebagaimana sampainya malam dan siang. Allah tidak akan membiarkan satu rumah pun baik di kota maupun di desa kecuali Allah akan memasukkan agama ini dengan kemuliaan yang dimuliakan atau kehinaan yang dihinakan; kemuliaan yang dengannya Allah memuliakan Islam dan kehinaan yang dengannya Allah menghina-dinakan kekufuran (HR.Ahmad, al-Baihaqi, al-Hakim, ath-Thabrani, Ibn Bisyran dan Abu ‘Urubah)

Imam Ahmad mengeluarkan hadis di atas di dalam al-Musnad dari Abu al-Mughirah dari Shafwan ibn Sulaim, dari Sulaim ibn ‘Amir, dari Tamim ad-Dari. Al-Haytsami di Majma’ az-Zawâ’id berkomentar, “rijâl (para perawi) Ahmad rijâl ash-shahîh.”

Riwayat yang sama juga dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubrâ dan ath-Thabrani dalam Musnad asy-Syamiyîn. Al-Hakim mengeluarkannya di al-Mustadrak ‘alâ Shahihayn dari Ahmad ibn Muhammad ibn Salamah al-‘Atari dari Utsman ibn Sa’id ad-Darimi dari Abu al-Yaman al-Hakam ibn Nafi’ dari Shafwan ibn Amru dari Sulaim ibn ‘Amir dari Tamim ad-Dari. Al-Hakim mengatakan, “Hadis ini sahih menurut syarat syaikhayn (Bukhari dan Muslim).” 

Adz-Dzahabi menyepakatinya, namun menurut syarat Muslim saja.
Riwayat yang sama hingga Abu al-Yaman juga dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubrâ; Ibn Bisyran dalam al-Amâlî; dan Abu ‘Urubah al-Harani dalam al-Muntaqa min Kitâb Thabaqât. 
Al-Hafizh ‘Abdul Ghaniy al-Maqdisi mengeluarkannya dalam Dzikr al-Islâm. Beliau mengatakan, “Hadis ini hasan sahih”.

Al-Miqdad ibn al-Aswad al-Kindiy juga menuturkan hadis senada. Ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda :

لاَ يَبْقَى عَلَى ظَهْرِ اْلأَرْضِ بَيْتُ مَدَرٍ وَلاَ وَبَرٍ إِلاَّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ كَلِمَةَ الْإِسْلاَمِ بِعِزِّ عَزِيزٍ أَوْ ذُلِّ ذَلِيلٍ إِمَّا يُعِزُّهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَيَجْعَلُهُمْ مِنْ أَهْلِهَا أَوْ يُذِلُّهُمْ فَيَدِينُوْنَ لَهَا

Tidak akan tersisa di muka bumi ini satu rumah pun baik di kota atau di kampung kecuali Allah akan memasukkan ajaran Islam di dalamnya dengan kemuliaan yang dimuliakan atau kehinaan yang dihinakan. Allah akan memuliakan mereka sehingga mereka menjadi pemeluknya atau sebaliknya menghinakan mereka sehingga mereka tunduk kepada Islam (HR. Ahmad, al-Baihaqi, al-Hakim, Ibn Hibban, al-Haytsami, Ibn Mandah dan al-Ashbahani)

Dalam redaksi ath-Thabrani dinyatakan :

…إِمَّا يُعِزُّهُمْ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى الإِسْلامِ، وَإِمَّا يُذِلُّهُمْ فَيُؤَدُّوا الْجِزْيَةَ

… Boleh jadi Allah akan memuliakan mereka dan menunjuki mereka pada Islam. Boleh jadi pula Dia menghinakan mereka sehingga mereka membayar jizyah (HR. ath-Thabrani)

Hadis ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam al-Musnad; al-Bayhaqi dalam Sunan al-Kubrâ; al-Hakim dalam al-Mustadrak dan ia berkomentar, “Hadis ini sahih menurut syarat syaikhayn (Bukhari dan Muslim) sekalipun tidak dikeluarkan oleh keduanya”; Ibn Hibban dalam Shahîh Ibn Hibbân, ath-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabîr dimana al-Haytsami berkomentar, “Para perawi ath-Thabrani adalah perawi sahih”; al-Haytsami dalam Mawârid azh-Zhumân; Ibn Mandah dalam at-Tawhîd dan al-خmân; dan Isma’il Ibn Muhammad ibn al-Fadhl at-Tamimi al-Ashbahani dalam Dalâ’il an-Nubuwah.

Abu Tsa’labah al-Khasyani menuturkan, Rasulullah jika pulang dari peperangan atau perjalanan, beliau datang ke masjid lalu shalat dua rakaat, lalu memuji Fathimah, kemudian mendatangi isteri-isterinya. Suatu ketika Beliau pulang dan keluar dari masjid maka Fathimah menemui beliau di pintu rumah. Fathimah kemudian mencium kedua bibir dan mata beliau, lalu ia menangis. Rasul bertanya kepadanya, “Putriku, apa yang membuatmu menangis?” Ia menjawab : “ya Rasul, aku melihatmu kusut, letih dan pakaianmu lusuh.” Rasul bersabda :

فَلاَ تَبْكِيْ ، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ بَعَثَ أَبَاكَ ِلأَمْرٍ لاَ يَبْقَى عَلَى ظَهْرِ اْلأَرْضِ بَيْتُ مَدَرٍ ، وَلاَ شَعْرٍ إِلاَّ أَدْخَلَ اللهُ بِهِ عِزًّا أَوْ ذُلاًّ حَتىَّ يَبْلُغَ حَيْثُ بَلَغَ اللَّيْلُ

Jangan menangis, karena sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla telah mengutus ayahmu untuk satu perkara tidak tersisa di muka bumi ini satu rumah di kota dan kampung kecuali dengannya Allah masukkan ke dalamnya kemuliaan atau kehinaan hingga (perkara) ini akan sampai sebagaimana sampainya malam (HR. al-Hakim dan ath-Thabrani)

Hadis ini dikeluarkan oleh al-Hakim di al-Mustadrak. Ia berkomentar : hadis ini sanadnya sahih, sekalipun mereka (Bukhari dan Muslim) tidak mengeluarkannya. Ath-Thabrani mengeluarkan hadis ini di dalam Mu’jam al-Kabîr dan Musnad asy-Syamiyîn

Makna Hadis
Ketiga riwayat di atas diriwayatkan setidaknya oleh tiga orang sahabat, lalu tiga orang Tâbi’în, lalu sembilan Tâbi’ at-Tâbi’în, dan 16 orang generasi sesudahnya. Semuanya memberikan satu makna, yaitu berita gembira bahwa Islam akan masuk ke setiap rumah di muka bumi ini. Faktanya, masih banyak wilayah di muka bumi ini yang belum pernah dimasuki oleh Islam; misalnya wilayah Eropa Barat, Amerika, Australia, Indo Cina, Asia Timur, Cina, Rusia dan banyak wilayah Afrika. 

Masuknya Islam ke setiap rumah dijelaskan dalam riwayat al-Miqdad ibn al-Aswad al-Kindi, yaitu dalam bentuk penduduknya memeluk Islam, atau mereka tunduk pada sistem Islam dan membayar jizyah. Dalam konteks kedua ini, mereka tidak tunduk pada ajaran Islam, melainkan mereka tunduk atau ditundukkan-untuk tidak dikatakan dihinakan– pada hukum (sistem) Islam dengan membayar jizyah

Semua konteks tersebut menunjukkan ketundukan pada pemerintahan Islam yakni Khilafah Islamiyah. Jadi ketiga riwayat diatas menunjukkan bahwa Khilafah Islamiyah memang akan ada, tegak kembali dan kekuasaannya akan membentang luas di muka bumi ini. Wallâh a’lam wa ahkam. [Yahya Abdurrahman]


22 Agustus 2010

Indonesia Merdeka Hanya dengan Syariah dan Khilafah

Subhanallah! Satu persatu politisi mulai sadar bahwa sebenarnya negeri ini masih dalam penjajahan asing, Drs Ali Mochtar Ngabalin, MSi, salah satunya. Ia bukan saja sadar tetapi memahami juga solusi yang harus diambil bangsa ini agar benar-benar menjadi bangsa yang merdeka. Hal itu terungkap dalam acara Halqah Islam dan Peradaban (HIP) ke-22 yang berlangsung pada Sabtu, (21/8) di Wisma Antara, Jakarta.

Dalam talkshow yang bertema Sebuah Refleksi 65 Tahun Indonesia Merdeka; Kata Siapa?(Mengurai Imperialisme Gaya Baru AS) itu, Ngabalin menegaskan bahwasepanjang tidak menerapkan syariah, Indonesia tidak akan pernah merdeka. Syariah itu tidak akan bisa tegak tanpa negara, negaranya mustilah khilafah, bukan negara nasionalisme yang memecah kaum Muslim lebih dari 50 negara bangsa. Tanpa khilafah mustahil bisa merdeka.

“Kita melakukan kemusrikan yang naudzubillahimindzalik bila kita terus  menganut nasionalisme!”pekiknya dan disambut takbir sekitar 200 peserta yang hadir.Khilafahlah satu-satunya sistem pemerintahan yang dapat menjamin tegakknya aturan dari Allah SWT dan dapat menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.

Penjajahan Ekonomi
Selain Ngabalin, dalam acara bulanan yang digelar Hizbut Tahrir Indonesia ini, hadir pula Peneliti Utama Bakorsurtanal Prof Dr Ing Fahmi Amhar, dan DPP HTI Agung Wisnu Wardana sebagai pembicara. Sedangkan sambutan disampaikan oleh Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib, MEI.

Dalam sambutannya Rokhmat menjelaskan penjajahan merupakan metode baku negara kapitalisme untuk berjaya. Penjajahan itu dilakukan baik secara langsung (melalui militer) maupun tidak langsung (melalui sistem).

Penjajahan secara langsung terjadi di antaranya di Irak, Afghanistan dan Palestina. Sedangkan di sebagian besar negeri-negeri Islam bekas khilafah lainnya termasuk Indonesia diterapkan penjajahan secara tidak langsung dengan menerapkansistem kapitalisme menggantikan syariah Islam dan diikat oleh nasionalisme yang menggantikan akidah Islam.

Fahmi Amhar menegaskan, secara ekonomi penjajahan di Indonesia masih terus berlangsung yang berubah adalah bentuknya saja. Dulu Belanda melalui perusahaan dagang VOC-nya secara langsung menjarah rempah-rempah dari negeri ini. Namun sekarang dengan sistem kapitalisme yang diterapkan, Amerika dan  penjajah lainnya mendapatkan hasil yang lebih besar lagi dari apa yang didapat VOC.

Menurutnya, sistem kapitalisme setidaknyatelah membuat tiga pintu yang membuat asing leluasa menjarah negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim ini. Pertama, kepemilikan langsung. Contohnya, Freeport menguasai tambang emas di Papua, ExxonMobile menguasai tambang minyak di Cepu, dll.Perusahaan-perusahaan asing tersebut, berdasarkan sistem yang berlaku sekarang ini legal  menguasai sumber-sumber energi yang dalam sistem khilafah sangat ditabukan, karena menurut syariah itu semua tidak boleh dikuasai swasta apalagi asing.

Kedua, pasar modal. Perusahaannya memang menggunakan nama-nama Indonesia dan pada awalnya memang milik Indonesia kemudian sekarang modalnya dimiliki oleh asing, contohnya: Indosat, Semen Cibinong, dll. Hal itu terjadi setelah dilegalkan adanya perusahaan perseroan terbuka, yang lagi-lagi bertentangan dengan sistem syariah, yang melarang adanya jual beli saham seperti yang berlaku saat ini.

Ketiga, surat utang negara (SUN). Negara terpaksa melakukan mengeluarkan SUN untuk menjalankan roda pemerintahan karena pemasukan dari sumber daya alam, energi, dan BUMN terus berkurang karena telah dikuasai oleh asing. Walhasil, sekarang negara memiliki utang melalui SUN sebesar 1800 trilyun, hampir dua kali lipat APBN 2009. Celakanya, lebih dari 50 persen SUN tersebut dikuasai oleh asing! Negara pun harus membayar plus bunganya yang jelas-jelas bertengan dengan syariah yang mengharamkan bunga.

Efek sampingnya rakyatpun semakin sengsara karena semua energi negara dicurahkan untuk memenuhi keinginan asing dan mengabaikan hajat hidup rakyat banyak.

Sedangkan Agung Wisnu menjelaslah kalau Indonesia ingin benar-benar merdeka, haruslah mengganti sistem jebakan penjajah ini dengan sistem khilafah yang menerapkan syariah Islam di dalam negeri dan melancarkan dakwah dan jihad ke luar negeri.

Masyarakatlah sebenarnya yang menyangga sistem yang ada sekarang. Maka selama penyangga ini masih loya, sistem akan tetap kuat. Oleh karena itu diperlukan kesadaran dari masyarakat untuk mengalihkan loyalitasnya kepada syariah dan khilafah. Di sinilah relevansinya dakwah yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir, yang secara masif dan istiqamah melakukan pengkaderan, pembinaan umum, perang pemikiran, dan perjuangan politik. Hingga pada saatnya nanti Allah SWT mengkaruniakan khilafah rasyidah untuk yang kedua kalinya. Di saat itulah kaum Muslim benar-benar merdeka. Allahu Akbar! (mediaumat.com,22/8/2010)


Jubir HTI : Pidato SBY , Tidak Mencerminkan Seorang Presiden

Jakarta,-Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Agustus lalu terus menuai kritik. Banyak pengamat menilai bahwa pidato tersebut hanya pencitraan dan tidak menyentuh permasalahan utama yang dihadapi rakyat. Bahkan Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto menilai SBY itu berpidato tidak seperti layaknya seorang presiden berpidato. Tetapi tidak lebih seperti seorang pengamat yang sedang menyampaikan hasil amatannya.

Ismail mengingatkan bahwa SBY itu seorang presiden. Ia bukan seorang pengamat politik, bukan seorang anggota DPR, juga bukan rakyat biasa. Dia adalah seseorang yang ditangannya ada kewenangan dan kewajiban. Jadi semestinya pidatonya itu mencerminkan seorang presiden.

“Tapi saya melihat pidatonya itu baru mencerminkan dia sebagai seorang pengamat,dia potret masalah-masalah yang ada tetapi tidak terlihat langkah dia sebagai seorang presiden,” ujarnya kepada mediaumat.com, Selasa (17/8) petang di Jakarta.

Dia hanya mengatakan tahu banyak pilkada bermasalah, demokrasi mahal, ada ini ada itu, tetapi apa tindakan dia sebagai seorang presiden? “Saya ingin mengatakan daripada dia berpidato seperti itu lebih baik dia diam tetapi banyak melakukan berbagai hal yang diperlukan oleh rakyat banyak!” tegasnya. Misalnya, menerapkan kebijakan praktis soal gas sehingga rakyat tidak diteror lagi oleh ledakan gas; menstabilkan harga-harga agar tidak naik terus.

SBY pun terlalu membesar-besarkan sesuatu yang kecil. SBY menganggap pluralitas terancam, terorisme mengancam. Coba adakan jajak pendapat, tanya rakyat, apa yang sebenarnya paling menakutkan mereka? Bukan pluralisme dan bukan terorisme. Soalnya terorisme itu mengancam apa? itu hanya klaim dari para pejabat, khususnya dari kepolisian. Setelah bom Rizt Carlton kan tidak ada lagi. Bom itu pun relatif kecil ya. Artinya ada masalah lain yang lebih besar yang luput dari perhatian SBY.

Demoralisasi masyarakat misalnya. Itu lebih bahaya lagi dari terorisme. Banyak masyarakat yang putus asa sehingga bunuh diri. Itu kan harus diketahui akar penyebabnya? Itu semua kan terkait erat dengan kebijakan ekonomi yang berakibat menyengsarakan rakyat, ditambah lagi minimnya edukasi keimanan sehingga membuat rakyat rentan stress dan mengambil jalan pintas dengan bunuh diri.

Jumlah korban bunuh diri ini lebih banyak daripada korban bom. Jadi sebenarnya bahaya mana?”Sehingga saya bependapat, sebagai pengamat pun SBY juga gagal menjadi pengamat yang baik untuk mengidentifikasi masalah negara ini!” ungkapnya.

Minoritas Tindas Mayoritas

Ismail pun menyinggung soal toleransi antar umat beragama. Ketika pelanggaran itu menimpa umat mayoritas dianggap tidak ada masalah tetapi umat minoritas selalu membesar-besarkan masalah yang menimpanya. Padahal kalau ditelisik, sebenarnya kesalahan bermula pada umat minoritas itu sendiri.

Hebohnya Jemaah Kristen HKBP di Bekasi, itu sebenarnya kasus kecil yang dibesar-besarkan. Itukan problem mereka sendiri. Problem administratif sebenarnya. Tetapi seolah-olah dianggap sebagai problem penindasan, agama mayoriyas terhadap minoritas. Mereka tidak memenuhi syarat untuk mendirikan gereja. Tetapi tetap mendirikan tempat ibadah, sehingga kan menjadi ilegal, warga setempat jelas saja tidak terima. Kemudian dibesar-besarkan seakan-akan umat yang mayoritas yang bersalah dan tidak toleransi.

Padahal banyak sekali diskriminasi yang ditimpakan kepada umat Islam. Lihatlah umat Islam di Bali, betapa sulitnya umat Islam mendirikan masjid di sana. Umat Islam tidak boleh adzan. Begitu juga umat Islam di NTT, di Papua, nasibnya juga sama. Tapi itu tidak diekspos, jadi seolah-olah yang dijadikan masalah kerukunan itu ketika ada orang non Muslim itu yang punya masalah, kemudian dicaplah orang Islam sebagai tidak toleran. Tetapi giliran umat Islam yang punya masalah tidak dianggap sebagai problem kerukunan antar umat beragama. “Nah, presiden juga lupa menyinggung masalah ini,” ungkap Ismail.

Itu baru sedikit bermasalah dengan umat Islam, itupan karena kesalahan umat Kristen sendiri yang tidak memenuhi syarat administratif mendirikan gereja. Sudah dihebohkan. Lha umat Islam sendiri malah sudah ditembagi oleh pemerintah! Kasus baru-baru ini saja di Cawang itu kan ditembak, dan polisi tidak tahu siapa mereka yang ditembak. Kalau tidak tahu siapa mereka itu, mengapa ditembak? Kalau sudah tahu mati, mengapa kemudian polisi tidak tahu siapa yang ditembak itu? Itukan sebenarnya masalah. Tapi SBY tidak pernah menyinggung-nyinggung ini. Seolah-olah absah kalau orang ditembak begitu saja, dengan cap teroris kemudian dianggap selesai.

“Intinya SBY itu berpidato tidak seperti layaknya seorang presiden berpidato, mutu pidatonya sangat mengecewakan, dianggap sebagai pengamat pun pengamatannya saja sudah keliru.” pungkasnya.[] joko prasetyo



Seruan Toleransi dan Pluralisme yang Menyesatkan !

Kalaulah menjalankan syariah Islam yang kaffah (menyeluruh) dianggap hak umat Islam Indonesia yang mayoritas , justru pemerintah yang didukung oleh elit minoritas liberal-sekuler telah menghambat hak utama umat Islam ini. 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan perlunya toleransi keagamaan sementara meningkatnya seruan kepadanya agar mengambil tindakan tegas terhadap golongan Islam radikal, yang terus menyerang golongan minoritas. Dalam pesan kemerdekaannya, Presiden SBY menekankan perlunya toleransi keagamaan sementara meningkatnya seruan kepadanya agar mengambil tindakan tegas terhadap golongan Islam radikal, yang terus menyerang golongan minoritas.

Dalam pidato penting di depan parlemen pada malam menjelang Peringatan HUT Kemerdekaan RI, Presiden SBY menyerukan kepada rakyat Indonesia agar menghayati kehidupan harmonis sejati dalam masyarakat pluralistis.SBY menghendaki pembangunan kehidupan demokratis dan adil dan menekankan perlunya memelihara dan memperkuat persaudaraan, harmoni dan toleransi sebagai bangsa.(VOA ; Senin, 16 Agustus 2010)

Sehari sebelumnya, ribuan orang dari Jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Wahid Institut, dan elemen organisasi masyarakat lain berunjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Ahad (15/8). Mereka menagih janji pemerintah tentang kebebasan beragama.

Tampak sebuah gerakan yang sistematis belakangan ini yang membangun opini bahwa di Indonesia tidak ada kebebasan beragama, golongan Islam radikal menyerang golongan minoritas, gereja dibakar, gereja dirubuhkan . Opini kemudian disertai dengan pernyataan bahwa pluralism di Indonesia terancam, Pancasila terancam, dan berujung pada NKRI terancam. Siapa yang mengancam ? Kelompok-kelompok Islam radikal yang memperjuangkan syariah.

Jelas ada penyesatan politik luar biasa dibalik ini semua. Benarkah di Indonesia tidak ada kebebasan beragama ? Benarkah di Indonesia pembangunan gereja terhambat ? Kenyataannya tidaklah seperti itu. Menurut Kepala Badan Litbang Departemen Agama, Atho Mudzhar pertumbuhan tempat ibadah yang terjadi sejak 1977 hingga 2004 justru meningkat. Pertumbuhan rumah ibadah Kristen justru lebih besar dibandingkan dengan masjid. Rumah ibadah umat Islam, pada periode itu meningkat 64,22 persen, Kristen Protestan 131,38 persen, Kristen Katolik meningkat hingga 152 persen (Republika: 18 Februari 2006)

Laporan Majalah Time juga berbicara lain, dalam tulisan yang berjudul Christianity’s Surge in Indonesia (http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,1982223,00.html) majalah itu menunjukkan gelora peribadahan pemeluk kristen di Indonesia. “Banyak yang mengira Indonesia adalah sebuah negeri Muslim, tetapi lihatlah orang-orang ini ” kata pendeta David Nugroho. Dia membanggakan jemaat gerejanya yang berkembang , sekarang berjumlah 400 orang , naik dari 30 orang saat didirikan pada tahun 1967. “Kami tidak takut untuk menunjukkan iman kami .”,ujar Pendeta David

Dalam laporan yang ditulis Hannach Beech (26/04/2010) itu gelora pertumbuhan kristen di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari ledakan penganut kristen di Asia. Jumlah umat Kristen Asia meledak menjadi 351 juta pengikut pada tahun 2005, naik dari 101 juta di tahun 1970 (merujuk kepada the Pew Forum on Religion and Public Life yang berbasis Washington, D.C. )

Masih menurut laporan TIME, sensus penduduk tahun 2000 jumlah penduduk kristen hanya 10% dari penduduk Indonesia. Sesuatu yang tidak dipercaya oleh pemimpin-pemimpin kristiani. Bukti sederhananya, di Tamenggung pada tahun 1960 tidak ada gereja Evangelical sama sekali. Namun sekarang terdapat lebih dari 40 gereja Evangelical.

Di ibukota Jakarta sekarang dibangun‘megachurches’ gereja megah yang baru, seperti layaknya Texas (yang dikenal banyak terdapat gereja) dengan menara yang menjulang tinggi ke langit .Penganut kristen lain ramai-ramai beribadah di gereja-gereja tidak resmi di hotel-hotel dan mall , bersaing dengan para pengunjung yang meningkat di akhir pekan. Patung Yesus Kristus tertinggi dibangun pada tahun 2007, di kota Manado di Indonesia timur. Sementara TV kabel Indonesia menyiarkan chanel yang mendakwahkan Kristen 24-jam terus menerus.

Melarang Beribadah ?
Disamping itu tentu sangat keliru menyimpulkan ketika pembangunan sebuah gereja dihambat berarti tidak ada kebebasan beragama. Umat Islam selama ini tidaklah mempersoalan hak umat Kristen untuk beribadah. Ajaran Islam juga memberikan hak kepada agama lain seperti Kristen untuk beribadah sebebas-bebasnya. Islam melarang pemaksaan untuk memeluk ajaran Islam apalagi menghancurkan tempat-tempat ibadah umat non muslim. Dalam sejarah Khilafah Islam , umat kristen hidup berdampngan secara harmonis dibawah naungan syariah Islam.

Yang dipersoalkan umat Islam selama ini adalah pembangunan gereja yang melanggar aturan. Seperti membangun gereja di tempat pemukiman yang mayoritas muslim sementara yang beragama kristen disana sedikit. Apalagi sudah banyak terjadi gereja dijadikan basis kristenisasi untuk memurtadkan penduduk sekitar yang muslim.

Dalam kasus Bekasi yang kemudian menjadi pemicu unjukrasa bentrok diawali ketika pihak kristen menggunakan mempergunakan tempat yang semestinya tidak diperuntukkan bagi peribadahan. Pantas warga di sekitarnya tak berkenan. Karenanya rumah ibadah itu kemudian disegel oleh Pemkot Bekasi.Jemaat tersebut mengadakan ibadah di lahan kosong seluas 2.300 meter persegi di kawasan Pondok Timur Indah, Bekasi, pada Ahad (8/8/2010). Warga sekitar pun tak berkenan. Mereka membubarkan acara tersebut. Wargapun diprovokasi hingga menyebabkan bentrok.

Pemerintah Kota Bekasi sudah menyiapkan tempat gedung untuk ibadah. Tapi para jemaat sendiri yang menolak. Di Bekasi sendiri berdiri tiga bangunan ilegal yang dijadikan sebagai tempat ibadah. Di antaranya, Gereja HKBP Pondok Timur Indah di Kecamatan Mustika Sari, Gereja Gelilea Galaxi di Kecamatan Bekasi Selatan, Gereja Vila Indah Permai (VIP) di Kecamatan Bekasi Utara.Rencana pendirian gereja juga seringkali dengan cara menipu warga.

Panitia pembanguna Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Bogor memalsukan tandangan tangan warga. Anehnya IMB keluar padahal tidakada satu wargapun yang menandatanganinya. Padahal berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri pembangunan fasilitas sosial wajib memiliki 60 hingga 90 tanda tangan warga.

Cerita lain, pada November 2009 Satuan Polisi Pamong Praja membongkar lima gereja di Desa Bencongan, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang. Lima bangunan gereja yang dibongkar adalah Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Huria Gereja Batak Protestan (HKBP), Gereja Pantekosta Haleluya Indonesia (GPHI), Gereja Bethel Indonesia (GBI) dan Gereja Pantekosta Indonesia (GPI). Mengapa gereja-gereja itu dibongkar? Berdasarkan keterangan pejabat setempat, pembangunan lima gereja yang berdiri di lahan seluas 110 hektar milik Sekretariat Negara (Sekneg) itu menyalahi aturan karena tidak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Sebelumnya, tiga kali peringatan sudah dikeluarkan Pemda Tangerang, namun pihak Kristiani tetap tak peduli.

Penyesatan Politik Sistematis
Fakta-fakta seperti ini sering tidak diungkap, jadi memang ada kesengajaan untuk membangun opini bahwa di Indonesia tidak ada kebebasan beragama. Di sisi lain, sangat jarang diblow-up oleh media massa terutama media internasional, bagaimana sulitnya umat Islam mendirikan masjid di tempat-tempat yang mayoritas penduduknya non muslim seperti di daerah Papua, Bali, atau Timor Timur (saat masih bergabung dengan Indonesia).

Isu pembangunan gereja ini kemudian dipolitisasi oleh kelompok-kelompok liberal untuk mengkampanyekan ide sesat mereka tentang pluralisme oleh sudah difatwakan haram oleh MUI. Alasan melindungi pluralisme inilah yang digunakan untuk membenarkan kelompok-kelompok sesat yang menyimpang dari Islam. Disisi lain menuntut ormas-ormas Islam yang mereka cap radikal dibubarkan. Alasan menjaga Pluralisme juga digunakan membenarkan pembangunan gereja-gereja tanpa izin . Dengan alasan pluralisme ini digunakan oleh pihak kristen untuk membenarkan kegiatan misionaris mereka memurtadkan umat Islam. Semua ini menunjukkan memang ide pluralisme sangat berbahaya bagi umat Islam.

Pihak Kristen sendiri sudah sejak lama menolak larangan menyebarkan agama kristen pada umat lain termasuk umat Islam. Beberapa tokoh Islam seperti H.M. Rasjidi dan M. Natsir pernah mengusulkan agar pemerintahmembuat peraturan yang pada intinya melarang penyiaran agama lain kepada orang yang sudah beragama tertentu. Namun kalangan Kristen seperti T.B. Simatupang menentang usul itu, karena menurut mereka hal itu bertentangan dengan sifat-dasar agama Kristen sebagai agama misioner, maupun dengan kebebasan beragama (termasuk beralih agama) yang dijamin oleh Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (HAM) maupun Undang-Undang Dasar 1945 (Jan S Aritonang; interfidei.or.id/pdf/DS19113)

Tidak hanya itu, isu pembangunan gereja ini juga digunakan kelompok sekuler liberal untuk melakukan stigmatisasi terhadap kelompok-kelompok Islam yang mereka cap radikal dan ingin menegakkan syariah Islam. Tidak heran kalau mereka yang selama ini memang getol menyerang syariah Islam seperti orang-orang yang tergabung dalam Wahid Institute dan Jaringan Islam Liberal (JIL) sangat aktif berperan.

Logika minoritas yang ditindas oleh mayoritas juga sangat menyesatkan. Umat Islam memang mayoritas dari segi jumlah , namun umat Islam di Indonesia justru menjadi korban dari elit-elit minoritas sekuler baik secara ekonomi maupun politik. Dengan kebijakan kapitalisme elit-elit minoritas ini menyengsarakan rakyat Indonesia yang mayoritas muslim. Kalau kita jujur, siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dengan kebijakan kapatalis-Liberal ini ? Jelas bukan mayoritas umat Islam.

Kita juga mempertanyakan , kenapa kelompok liberal-sekuler yang mengklaim mendukung HAM diam seribu bahasa saat terjadi pembantaian terhadap umat Islam Palestina, Irak dan Afghanistan, termasuk diam terhadap pembantaian umat Islam di Ambon dan Poso. Mereka juga diam terhadap ketika Aktifis-aktifis dan ulama umat Islam juga diperlakukan semena-mena atas nama perang melawan terorisme ala Amerika. Terakhir, kita ingin mengatakan kalaulah menjalankan syariah Islam yang kaffah (menyeluruh) dianggap hak umat Islam Indonesia yang mayoritas , justru pemerintah yang didukung oleh elit minoritas liberal-sekuler telah menghambat hak utama mayoritas umat Islam ini. (Farid Wadjdi)


http://hizbut-tahrir.or.id/2010/08/21/seruan-toleransi-dan-pluralisme-yang-menyesatkan/
 

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites